Ibu-ibu dari Pasien Gangguan Fungsi Otak Minta ke MK agar Ganja Dilegalkan untuk Pengobatan Anaknya

- 17 Desember 2020, 07:08 WIB
Ilustasi Ganja. Ibu-ibu dari Pasien Gangguan Fungsi Otak Minta ke MK agar Ganja Dilegalkan untuk Pengobatan Anaknya
Ilustasi Ganja. Ibu-ibu dari Pasien Gangguan Fungsi Otak Minta ke MK agar Ganja Dilegalkan untuk Pengobatan Anaknya /Pexels/Aphiwat/

ZONABANTEN.com - Ibu-ibu dari Pasien Gangguan Fungsi Otak Minta ke MK agar Ganja Dilegalkan untuk Pengobatan Anaknya.

Sejumlah Negara di Dunia mulai memanfaatkan ganja untuk tujuan medis.

Diketahui Negara seperti Amerika, Canada, bahkan Thailand telah lebih dulu menggunakan ekstrak ganja sebagai obat untuk pengobatan.

namun di Indonesia, penggunaan ganja dalam bentuk apapun dilarang sesuai Undang-undang Narkotika yang berlaku.

Berkaca pada kasus Fidelis Ari seorang warga di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, yang harus dibui karena menggunakan ganja untuk mengobati Istrinya.

Baca Juga: Waduh, Indonesia Beli Vaksin China, Kok China Malah Pesan 100 juta Dosis dari Negara Lain

Fidelis Ari harus dijebloskan ke penjara karena meracik ganja untuk Istrinya yang didiagnosis mengidap syringomyelia, suatu penyakit sumsum tulang belakang yang tergolong langka.

Fidelis sempat mengutarakan alasan menggunakan ganja. Hasil tes urine Fidelis juga menunjukkan negatif narkoba. namun proses hukum tetap berjalan untuknya.

Selang 1 bulan sejak Fidelis ditahan, dirinya tidak lagi bisa menyediakan terapi ganja untuk sang Istri, hingga meninggal pada 25 Maret 2017.

Padahal, selama mengonsumsi ganja, kondisi Istrinya menunjukkan gejala membaik.

Baca Juga: AWAS! Zodiak Ini Katanya Masih Doyan Stalking Mantan!

Kini penggunaan ganja untuk tujuan medis kembali dipersoalkan.

Larangan penggunaan ganja untuk tujuan medis dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi atau MK.

Ibu-ibu dari pasien gangguan fungsi otak (celebral palsy) serta lembaga swadaya masyarakat mempersoalkan penggunaan ganja, termasuk untuk tujuan medis ke MK.

Meski bertujuan untuk medis, namun penggunaan ganja di Indonesia dapat terkena sanksi pidana.

Dalam sidang perdana yang digelar secara daring, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, para pemohon mengajukan uji materi terhadap Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Baca Juga: Penyebab Terjadinya Gejala Delirium Pada Pasien COVID-19

Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Narkotika mengatur golongan narkotika yang penggunanya akan dikenai sanksi pidana, sedangkan Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika mengatur narkotika Golongan I, termasuk di dalamnya ganja, dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

Ibu dari pasien gangguan fungsi otak adalah Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Nafiah Murhayanti.

Sementara lembaga yang turut menjadi pemohon adalah Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).

Kuasa hukum para pemohon Erasmus Napitupulu mendalilkan norma dalam pasal yang dimohonkan untuk diujikan itu, menyebabkan ibu dari pasien gangguan fungsi otak tidak dapat menggunakan ganja untuk pengobatan anaknya meski manfaat terapi ganja disebut memiliki manfaat untuk kesehatan.

Baca Juga: 3 Cara Mengawetkan Daging Ayam Tanpa Kulkas, Bisa Tahan Dua hingga Tiga Bulan Lho!

"Adanya larangan tersebut telah secara jelas, menghalangi pemohon untuk mendapatkan pengobatan yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan kualitas hidup anak pemohon," ujar Erasmus.

untuk itu, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan dua pasal yang diujikan tersebut bertentangan dengan UUD NKRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Pemohon pun mengusulkan agar narkotika Golongan I dimaknai sebagai narkotika yang dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan dan atau terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Baca Juga: Rekomendasi 7 Tanaman Hias Indoor yang Awet, Tidak Mudah Mati dan Cocok untuk Pemula

seperti diketahui Badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melalui Komisi Narkotika memutuskan menghapus ganja dari kategori narkoba paling berbahaya di dunia Rabu, 2 Desember 2020.

Komisi Narkotika untuk PBB telah mengadakan pemilihan suara, dan hasilnya dapat mengikuti rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk menghapus ganja dan resin ganja dari Jadwal IV Konvensi 1961 tentang Narkotika.

Badan PBB tersebut memilih untuk meninggalkan ganja dan resin ganja dalam daftar obat nomor I, yang juga termasuk kokain, Fentanyl, morfin, Metadon, opium dan oxycodone, obat penghilang rasa sakit opiat yang dijual sebagai OxyContin.***

Editor: Bondan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah