Filosofi Kehidupan Dalam 11 Tembang Macapat, Beserta Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Wilangannya

21 September 2021, 05:10 WIB
Filosofi Kehidupan Dalam 11 Tembang Macapat, Beserta Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Wilangannya /Pixabay @masbebet

 

ZONABANTEN.com – Tembang Macapat adalah sebuah lagu atau dalam bahasa Jawanya tembang, yaitu puisi tradisional yang dilagukan oleh masyarakat Jawa. Macapat juga bisa diartikan tembang yang dilafalkan empat-empat ‘macane papat-papat’.

Setiap bait pada tembang macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan dalam setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata yang disebut guru wilangan, kemudian berakhir pada pada bunyi sajak akhir yang disebut guru lagu.

Tak hanya ada di Jawa, macapat dengan istilah lain juga ditemukan dalam kebudayaan Bali, Sasak, Madura, dan Sunda.

Baca Juga: Setelah 840 Tahun. Astronom Akhirnya Berhasil Pecahkan Misteri Supernova

Ada sebelas jenis tembang macapat dalam kebudayaan Jawa, yaitu Maskumambang, Mijil, Sinom, Kinanthi, Asmaradana, Gambuh, Dhandanggula, Durma, Pangkur, Megatruh, Pucung.

Berikut adalah penjelasannya beserta dengan aturan persajakannya :

  1. Maskumambang

Maskumambang, mas dan kumambang yang berarti emas yang terapung. Tembang macapat Maskumambang menceritakan tentang awal mula perjalanan hidup manusia ketika masih di alam ruh.

Maskumambang melambangkan janin yang masih di dalam rahim dimana hal tersebut merupakan tahap awal kehidupan manusia.

Tembang ini mengandung sebuah nasehat agar manusia senantiasa berbakti terhadap orang tua yang telah mengandung kita.

 Aturan persajakan :

  1. Guru Gatra (jumlah kalimat) : Jumlah kalimat tiap bait 4 kalimat;
  2. Guru Wilangan (jumlah suku kata) : Jumlah suku kata pada tiap larik yaitu 7, 10, 12, 8 kalimat;
  3. Guru Lagu (vokal terakhir) : Jatuhnya vokal terakhir pada tiap larik yaitu i, a, i, a

 Baca Juga: Pengadilan Jepang Tidak Beri Tuntutan Pidana Kepada Remaja yang Diduga Membunuh Adik Perempuannya, Kok Bisa?

  1. Mijil

Mijil berasal dari kata bahasa Jawa wijil yang memiliki makna keluar. Tembang Mijil menggambarkan kejadian setelah mengandung yaitu melahirkan, keluarnya bayi dari dalam rahim ibunya atas kehendak Tuhan.

 Tembang Mijil mengandung sebuah nasihat dan ajaran agar manusia senantiasa kuat menghadapi segala liku-liku yang ada dalam menjalani sebuah kehidupan.

Aturan Persajakan :

  1. Guru gatra : jumlah kalimat tiap bait kalimat;
  2. Guru wilangan : jumlah suku kata pada tiap larik yaitu 10, 6, 10, 10, 6, 6 kalimat;
  3. Guru lagu : jatuhnya vokal terakhir pada tiap larik yaitu i, o, e, i, i, u.
  1. Sinom

Sinom memiliki arti daun yang masih muda. Sinom juga merupakan singkatan isih enom (masih muda). Tembang macapat Sinom menggambarkan tentang kejadian masa muda yang indah dan dipenuhi banyak harapan dan angan-angan.

Sinom mengandung sebuah nasehat tentang persahabatan dan keramahtamahan. Bahwa manusia haruslah senantiasa bersikap baik dan santun diawali dengan kepada sesamanya.

Aturan persajakan:

  1. Guru gatra : jumlah kalimat tiap bait kalimat;
  2. Gura wilangan : jumlah suku kata pada tiap larik yaitu 8, 8, 8, 8, 7, 8, 7, 8, 12 kalimat;
  3. Guru lagu :jatuhnya vokal terakhir pada tiap larik yaitu a, i, a, i, i, u, a, i, a

Baca Juga: Mensifati Asmaul Husna Sebagai Sarana Memperbaiki Akhlak, Simak Nilai-nilai di Dalamnya

  1. Kinanthi

Kinanthi berasal dari suku kata kanthi yang dalam bahasa Jawa artinya ‘tuntun’, yang berarti bahwa manusia membutuhkan tuntunan atau bimbingan dalam menjalani kehidupannya.

Tembang Kinanthi mengisahkan kehidupan ketika manusia tengah membentuk jati diri dan membutuhkan tuntunan untuk bekal menuju kebenaran.

Tembang ini menyampaikan suatu nasehat bahwa manusia haruslah mau belajar dan memahami ilmu pengetahuan agar bisa menjadi bekal baginya di masa depan.

Aturan persajakan :

  1. Guru gatra : jumlah kalimat tiap bait 6 kalimat;
  2. Guru wilangan : jumlah suku kata pada tiap larik yaitu 8, 8, 8, 8, 8, 8 kalimat;
  3. Guru lagu : jatuhnya vokal terakhir pada tiap larik yaitu u, i, a, i, a, i
  1. Asmaradana

Tembang Asmaradana tersusun dari dua suku kata yaitu ‘asmara’ yang artinya asmara dan ‘dahana’ yang artinya api asmara. Tembang ini melukiskan sebuah fase dimana manusia berada pada cinta kasih,, saling memadu cinta dengan pasangan hidupnya.

Asmaradana juga mewakili gelagat seseorang yang sedang dirundung cinta, seperti hati yang sangat berbahagia atau rasa pilu dan sedih karena cinta.

Aturan persajakan :

  1. Guru gatra : jumlah kalimat tiap bait kalimat;
  2. Guru wilangan : jumlah suku kata pada tiap larik yaitu 8, 8, 8, 8, 7, 8, 8 kalimat;
  3. Guru lagu : jatuhnya vokal terakhir pada tiap larik yaitu a, i, e , a, a, u, a

Baca Juga: Diet Sehat Ala Dokter Saddam Ismail dengan 7 Bahan Makanan Alami

  1. Gambuh

Tembang Gambuh memiliki makna cocok atau berjodoh. Tembang ini melukiskan kehidupan seorang manusia yang telah menemukan pasangan hidupnya dan membangun sebuah rumah tangga yang saling melengkapi dan bersinergi secara harmonis.

Gambuh digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan cerita dan nasihat mengenai persaudaraan, toleransi, dan kebersamaan.

Aturan persajakan :

  1. Guru gatra : jumlah kalimat tiap bait 5 kalimat;
  2. Guru wilangan : jumlah suku kata pada tiap larik yaitu 7, 10, 12, 8, 8 kalimat;
  3. Guru lagu : jatuhnya vokal terakhir pada tiap larik yaitu u, u, i, u, o
  1. Dhandanggula

Dhandanggula terdiri dari kata ‘dhang dhang’ atau mengharapkan, namun ada pula yang mengatakan berasal dari kata ‘gegadhangan’ yang memiliki arti ‘cita-cita’. Kemudian kata gula memiliki arti rasa manis, atau keindahan dan kebahagiaan.

Tembang macapat Dhandanggula ini menyuratkan sebuah makna tentang ‘harapan pada sesuatu yang manis atau indah’, yaitu keadaan manusia yang tengah menikmati masa hidupnya.

Dhandanggula digunakan sebagai sarana membuka berbagai ajaran kebaikan serta cinta dan kebahagiaan.

Aturan persajakan :

  1. Guru gatra : jumlah kalimat tiap bait 10 kalimat;
  2. Guru wilangan : jumlah suku kata pada tiap larik yaitu 10, 10, 8, 7 ,9, 7, 6, 8, 12, 7 kalimat;
  3. Guru lagu : jatuhnya vokal terakhir pada tiap lari yaitu i, a, e, u, i, a, u, a, i, a

Baca Juga: Cara Mengatasi Darah Tinggi dengan Minuman Herbal Sederhana Berikut Ini!

  1. Durma

Tembang macapat Durma melambangkan sifat-sifat angkara murka, yaitu amarah, berontak, dan nafsu.

Tembang ini mewakili gambaran tentang watak manusia yang sombong, angkuh, serakah, suka mengumbar hawa nafsu, egois, dan semena-mena terhadap sesamanya.

Di dalam istilah Jawa keadaan semacam ini disebut juga dengan munduring tata krama (durma), yaitu hilangnya tata krama.

Tembang Durma berisi nasehat untuk senantiasa Eling lan Waspodo yaitu berhati-hati dan waspada dalam meniti sebuah kehidupan.

Selain itu, tembang Durma juga membawa pesan agar manusia senantiasa bersyukur terhadap segala kenikmatan yang telah diberi oleh Tuhan.

Aturan persajakan :

  1. Guru gatra : jumlah kalimat tiap bait kalimat;
  2. Guru wilangan : jumlah suku kata pada tiap larik yaitu 12, 8, 6, 7, 8, 5, 7 kalimat;
  3. Guru lagu : jatuhnya vokal terakhir pada tiap larik yaitu a, i, a, a, i, a, i
  1. Pangkur

Tembang macapat Pangkur dapat diartikan dengan kata mungkur yang artinya ‘undur diri’. Tembang Pangkur mengisahkan kehidupan manusia yang sudah tua dan telah banyak kemunduran dalam fisiknya, waktu dimana manusia harus menyingkirkan hawa nafsu dan mendekatkan diri kepada Tuhan untuk bekal di alam baka.

Raga juga mulai lemah tidak sekuat ketika ia masih muda. Tembang Pangkur ini digunakan masyarakat Jawa sebagai pitutur (nasehat) yang disampaikan dengan kasih sayang.

Aturan persajakan :

  1. Guru gatra : jumlah kalimat tiap bait kalimat;
  2. Guru wilangan : jumlah suku kata pada tiap larik yaitu 8, 11, 8, 7, 12, 8, 8 kalimat;
  3. Guru lagu : jatuhnya vokal terakhir pada tiap larik yaitu a, i, u, a, u, a, i

Baca Juga: KJMU Tahap 2 Tahun 2021 Sudah Dibuka, Mahasiswa Segera Daftar! Begini Alurnya

  1. Megatruh

Kata Megatruh disusun dari kata ‘megat’ yang artinya pisah dan ‘ruh’ yang berarti nyawa. Sehingga Megatruh menyimbolkan berpisahnya ruh dari jasad atau kembalinya manusia kepada sang Pencipta.

Tembang macapat Megatruh mengandung sebuah nasehat agar setiap manusia senantiasa mempersiapkan diri untuk menuju alam baka. Tembang ini kebanyakan menggambarkan rasa penyesalan, duka cita, dan kesedihan.

Aturan persajakan :

  1. Guru gatra : jumlah kalimat tiap bait kalimat;
  2. Guru wilangan : jumlah suku kata pada tiap larik yaitu 12, 8, 8, 8, 8 kalimat;
  3. Guru lagu : jatuhnya vokal terakhir pada tiap larik yaitu u, i, u, i, o
  1. Pocung

Tembang macapat Pocung atau pocong adalah sifat orang yang telah meninggal duia dan berada di alam kubur. Tembang ini mengibaratkan fase terakhir kehidupan manusia di alam dunia.

Namun, tembang Pocung ini justru biasanya menceritakan tentang hal-hal yang lucu atau jenaka untuk menghibur hati.

Hal ini sesuai dengan nasehat yang terkandung dalam tembang Pocung yaitu menyelaraskan antara manusia, alam, lingkungan, dengan Tuhan.

Aturan persajakan :

  1. Guru gatra : jumlah kalimat tiap bait 4 kalimat;
  2. Guru wilangan : jumlah suku kata pada tiap larik yaitu 12, 6, 8, 12 kalimat;
  3. Guru lagu : jatuhnya vokal terakhir pada tiap larik yaitu u, a, i, a

Itulah tadi 11 tembang macapat beserta filosofinya dan aturan persajakannya. Semoga senantiasa kita bisa menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur seperti yang diajarkan oleh para leluhur kita terdahulu.***

Artikel ini juga dapat anda baca di Berita DIY dalam artikel 11 Nama-nama Tembang Macapat LENGKAP dengan Pengertian dan Maknanya

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: Berita DIY Jogja Belajar

Tags

Terkini

Terpopuler