Rektor UIN SMH Banten Sebut Tindakan Jajaran Pemkot Cilegon Melawan Hukum

- 9 September 2022, 16:08 WIB
Rektor UIN SMH Banten Wawan Wahyudin
Rektor UIN SMH Banten Wawan Wahyudin / Tangkapan layar zoom meeting LP2M UIN SMH Banten.

Dengan sendirinya, petisi penolakan pembangunan gereja di Cilegon yang digagas Komite Kearifan Lokal Kota Cilegon beserta seluruh elemen masyarakat dan ditandatangani jajaran Pemkot Cilegon memvalidasi Pidato Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahwa Cilegon adalah daerah yang intoleran.

Heterogenitas masyarakat Cilegon semakin hari semakin kompleks.

Keragaman tidak hanya pada makanan, ritual perkawinan, dan siklus hidup lainnya.

Baca Juga: Iga Switaek Tembus Babak Final US Open 2022

Polemik izin untuk Pendirian Gereja di tengah Masyarakat Cilegon yang terus terhambat karena merujuk pada Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/SK/1975 sudah semestinya disudahi.

Menurut Rektor UIN SMH Banten tersebut, masyarakat Banten sebenarnya punya pengalaman kehidupan bermasyarakat yang ramah terhadap pemeluk agama-agama lain, terutama pada masa kejayaan Kesultanan Banten 1636-1682.

Kapel dan klenteng Cina diizinkan oleh Sultan Banten dibangun karena itu merupakan hak dasar mereka. Sikap-sikap inklusif tersebut mengesankan banyak orang Eropa.

Pendeta-pendeta Katolik dari Spanyol memilih singgah di Banten pada 1650-1682 daripada di markas VOC di Batavia.

Penolakan yang dilakukan kaum intoleran di Cilegon hari ini sama sekali jauh dari teladan yang dicontohkan langsung oleh Sultan Banten.

Pada akhir pembahasannya, Wawan Wahyudin mempertanyakan “Lantas, teladan siapa yang mereka ikuti?”.***

Halaman:

Editor: Rahman Wahid

Sumber: kemenag


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah