Rektor UIN SMH Banten Sebut Tindakan Jajaran Pemkot Cilegon Melawan Hukum

- 9 September 2022, 16:08 WIB
Rektor UIN SMH Banten Wawan Wahyudin
Rektor UIN SMH Banten Wawan Wahyudin / Tangkapan layar zoom meeting LP2M UIN SMH Banten.

ZONABANTEN.com - Sejumlah orang yang menamakan diri Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon menolak pendirian gereja di Cilegon, Banten.

Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon menuntut anggota DPRD dan Wali Kota Cilegon untuk menegakkan peraturan daerah terkait pendirian rumah ibadah selain masjid.

Massa yang terdiri atas berbagai ormas Islam, LSM, dan yayasan tersebut sempat memenuhi halaman tengah kantor DPRD Cilegon.

Baca Juga: Polemik Pembangunan Rumah Ibadah di Cilegon, Banten, Kemenag: Kepala Daerah Harus Memfasilitasi Jika...

Mereka membawa kain putih dan membubuhkan tanda tangan untuk menolak pendirian rumah ibadah.

Surat keputusan Bupati Serang tahun 1975 menjadi dasar bagi para penolak pendirian rumah ibadah.

Surat itu merupakan buah dari perjanjian ulama di Cilegon saat awal berdirinya PT Krakatau Steel yang saat itu bedol desa hingga beberapa pesantren, permukiman, dan makam-makan leluhur di Cilegon dipindah.

Rektor UIN SMH Banten, Wawan Wahyudin ikut angkat bicara terkait permasalahan ini.

Baca Juga: Jaringan Gusdurian Kecam Tindakan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon, Desak Akhiri Praktik Diskriminasi

Dikutip Zona Banten dari Kemenag, Rektor UIN SMH Banten Wawan Wahyudin mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan Lurah Gerem, Rahmadi yang tidak berkenan memberikan validasi atau pengesahan 70 dukungan warga dengan alasan tidak jelas hingga tindakan jajaran Pemkot Cilegon yang turut menandatangani petisi penolakan pembangunan gereja di Cilegon merupakan tindakan melawan hukum.

Dengan sendirinya, petisi penolakan pembangunan gereja di Cilegon yang digagas Komite Kearifan Lokal Kota Cilegon beserta seluruh elemen masyarakat dan ditandatangani jajaran Pemkot Cilegon memvalidasi Pidato Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahwa Cilegon adalah daerah yang intoleran.

Heterogenitas masyarakat Cilegon semakin hari semakin kompleks.

Keragaman tidak hanya pada makanan, ritual perkawinan, dan siklus hidup lainnya.

Baca Juga: Iga Switaek Tembus Babak Final US Open 2022

Polemik izin untuk Pendirian Gereja di tengah Masyarakat Cilegon yang terus terhambat karena merujuk pada Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/SK/1975 sudah semestinya disudahi.

Menurut Rektor UIN SMH Banten tersebut, masyarakat Banten sebenarnya punya pengalaman kehidupan bermasyarakat yang ramah terhadap pemeluk agama-agama lain, terutama pada masa kejayaan Kesultanan Banten 1636-1682.

Kapel dan klenteng Cina diizinkan oleh Sultan Banten dibangun karena itu merupakan hak dasar mereka. Sikap-sikap inklusif tersebut mengesankan banyak orang Eropa.

Pendeta-pendeta Katolik dari Spanyol memilih singgah di Banten pada 1650-1682 daripada di markas VOC di Batavia.

Penolakan yang dilakukan kaum intoleran di Cilegon hari ini sama sekali jauh dari teladan yang dicontohkan langsung oleh Sultan Banten.

Pada akhir pembahasannya, Wawan Wahyudin mempertanyakan “Lantas, teladan siapa yang mereka ikuti?”.***

Editor: Rahman Wahid

Sumber: kemenag


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah