Indonesia Menunda Pajak Karbon hingga Juli untuk Membantu Pemulihan Ekonomi

- 30 Maret 2022, 20:16 WIB
Indonesia Menunda Pajak Karbon hingga Juli untuk Membantu Pemulihan Ekonomi
Indonesia Menunda Pajak Karbon hingga Juli untuk Membantu Pemulihan Ekonomi /

ZONABANTEN.com - Indonesia menunda penerapan pajak karbon hingga Juli dari April, sebuah langkah yang menurut para analis akan membantu pemulihan ekonominya di tengah melonjaknya harga energi dan mendukung bisnis.

Oktober lalu, ekonomi utama Asia Tenggara memprakarsai pungutan baru sebanyak 30.000 rupiah per ton setara karbon dioksida (CO2e) untuk emisi yang dihasilkan oleh operator pembangkit listrik tenaga batu bara di luar batas yang ditentukan.
 
"Road mapnya belum selesai dan kami masih menyiapkan beberapa regulasi agar (pajak) bisa diterapkan pertengahan tahun," ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani, awal pekan ini, seraya mencatat pemerintah sedang mencari keseimbangan antara membawa melakukan reformasi dan pemulihan ekonomi.
 
 
Seorang pejabat di Kantor Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan mengatakan pekan lalu bahwa penundaan itu memperhitungkan perkembangan global, seperti inflasi dan perang di Ukraina.
 
Pelaku bisnis telah menyuarakan keprihatinan atas potensi biaya listrik yang lebih tinggi yang dapat merusak daya saing industri.
 
Indonesia, penghasil emisi rumah kaca terbesar kedelapan di dunia, telah memberlakukan pajak karbon sebagai bagian dari upayanya untuk secara bertahap menghentikan penggunaan bahan bakar fosil dan memenuhi target emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat. Pajak tersebut juga akan menjadi acuan bagi pasar karbon yang akan dimulai pada 2025.
 
Pajak yang direncanakan telah diujicobakan pada 32 operasi. Indonesia akan menjadi negara keempat di Asia yang menerapkan pajak karbon.
 
Ini juga memiliki rencana yang lebih luas untuk mengenakan pajak pada industri penghasil karbon, termasuk pulp dan kertas, semen dan petrokimia, tetapi struktur pajaknya belum final.
 
 
November lalu, Indonesia juga mengesahkan peraturan lain yang menetapkan harga emisi karbon dan menciptakan mekanisme perdagangan karbon. Aturan teknis untuk melaksanakan perdagangan karbon sedang dibahas.
 
Seorang ahli ekonomi, Satria Sambijantoro, di perusahaan sekuritas Bahana Sekuritas mengatakan penundaan Indonesia dalam penerapan pajak karbon sejalan dengan tren global saat ini, dan akan bermanfaat bagi pemulihan ekonominya.
 
"Secara global, ada kekurangan energi bahan bakar fosil karena peralihan ke energi terbarukan datang terlalu cepat," ujarnya yang dilansir melalui The Straits Times. "Ini adalah tren di seluruh dunia untuk menunda sementara transisi ke energi terbarukan dan untuk sementara mengandalkan energi bahan bakar fosil untuk memfasilitasi permintaan energi yang melonjak karena pembukaan kembali ekonomi."
 
Satria mencatat bahwa peluncuran pajak karbon tahun ini akan tepat waktu, terutama karena peran Indonesia sebagai presiden Kelompok 20.
 
"Sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk melanjutkan pajak karbon ini, tahun ini dan (ini) akan menjadi contoh bagi bagian dekarbonisasi dari ekonomi global ke depan," ucapnya.
 
Bahana memperkirakan potensi penerimaan pajak karbon pada tahun pertama implementasinya akan mencapai antara Rp 29 triliun hingga Rp 57 triliun, dengan asumsi tarif pajak antara 5 dolar Amerika hingga 10 dolar Amerika per ton CO2e, yang dianggap masuk akal untuk dikembangkan. negara seperti Indonesia.
 
 
Direktur Eksekutif, Fabby Tumiwa, di think-tank Institute for Essential Services Reform mengatakan beberapa peraturan, termasuk keputusan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, harus diterbitkan dan diselaraskan untuk menerapkan pajak karbon, sedangkan lembaga untuk memantau penerapannya harus siap diatur.
 
“Tidak mudah untuk menyelaraskan semua regulasi agar efektif. Menurut saya, lebih tepat menunda, daripada terburu-buru menerapkannya, sampai bisa diterapkan sepenuhnya dan tidak memicu kebingungan karena pemangku kepentingan harus membuat bisnis keputusan yang berkaitan dengan pajak karbon," ujarnya Fabby, yang ZONABANTEN.com lansir melalui The Straits Times.***

Editor: Bayu Kurniya Sandi

Sumber: Strait Times


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah