Yasonna Tanda Tangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia Singapura, Batasi Gerak Pelaku Pidana Lintas Negara

- 26 Januari 2022, 16:11 WIB
Ilustrasi - cara membikin kolom tanda tangan di Microsoft Word dengan mudah dan rapi cuma 5 detik.
Ilustrasi - cara membikin kolom tanda tangan di Microsoft Word dengan mudah dan rapi cuma 5 detik. /Pixabay/Andibreit
ZONABANTEN.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly akhirnya menandatangani perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dengan Singapura guna mencegah praktek tindak pidana lintas negara.
 
Perjanjian Ekstradisi untuk membendung kejahatan pidana lintas batas negara tersebut telah diupayakan sejak tahun 1998 dan ditandatangani tahun 2007 tetapi belum bisa di realisasikan karena kedua pihak belum meratifikasi perjanjian tersebut.
 
Untuk itu pada 8 Oktober 2019 digelar Leaders' Retreat Indonesia dan Singapura guna membahas kembali tentang persetujuan penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan Indonesia dan Singapura (Realignment Flight Information Region/FIR) dan perjanjian kerja sama keamanan.
 
Leaders' Retreat adalah agenda pertemuan tahunan antara Presiden Indonesia dengan Perdana Menteri Singapura guna membahas kerja sama antara kedua negara yang saling menguntungkan.
 
 
Dalam pertemuan tersebut Menkumham Yasonna mengusulkan agar perjanjian ekstradisi yang parallel dengan perjanjian kerja sama keamanan dapat dibahas kembali dan direalisasikan.
 
Setelah melakukan korespondensi, konsultasi dan perundingan pada 22 Oktober 2021, pemerintah Singapura menerima usulan Indonesia. 
 
Akhirnya, perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura ditandatangani di Bintan, Kepulauan Riau pada hari selasa, 25 Januari 2022.
 
"Perjanjian ini bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika dan terorisme," kata Yasonna.
 
 
Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif atau berlaku surut terhitung tanggal diundangkan selama 18 tahun ke belakang.
 
Hal ini sesuai dengan ketentuan maksimal kadaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
 
"Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," sambungnya.
 
Guru Besar Ilmu Kriminologi pada Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Indonesia menjelaskan bahwa jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut perjanjian ekstradisi tersebut di antaranya adalah tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.
 
 
Upaya pembentukan perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura telah diupayakan sejak 1998 dalam setiap kesempatan, baik dalam pertemuan bilateral maupun regional dengan pemerintah Singapura.
 
Pada 16 Desember 2002, Presiden RI Ke-5 Megawati Soekarnoputri dan Perdana Menteri Singapura Goh Chok Thong pernah melakukan pertemuan bilateral guna membahas hal terkait pengembangan kerja sama kedua negara di segala bidang, bertempat di Bogor Jawa Barat.
 
Pada 27 April 2007, Menteri Luar Negeri Indonesia Hasan Wirajuda dan Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo menandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura.
 
Penandatanganan perjanjian tersebut disaksikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong,  bertempat di Istana Tampaksiring, Bali. Akan tetapi belum dapat direalisasikan karena belum ratifikasi.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: Antaranews


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah