Termasuk juga bagaimana mengatasi perusahaan pinjaman online yang beroperasi dari luar negeri. Ini harus segera dilakukan, agar situasi tidak semakin parah.
Menurut data Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penegakan hukum penanganan pinjol masih menghadapi banyak masalah, terutama yang ilegal.
Mereka sulit ditangani karena pemilik pinjol ilegal hanya 22 persen yang memiliki server di Indonesia. Sedangkan, 44 persen lainnya tidak terdeteksi dan sisanya berada di luar negeri.
Maraknya pinjaman online juga harus menjadi indikator otoritas keuangan agar berinstrospeksi kepada seluruh lembaga-lembaga keuangan seperti bank, koperasi, dan Permodalan Nasional Madani (PNM).
"Pemerintah dan otoritas keuangan segara memperkuat perbankan untuk rakyat kecil, koperasi, dan PNM. “Berikan prosedur yang lebih mudah dan perkuat jejaringnya agar bisa menjangkau ke seluruh pelosok negeri," Ucap Gobel.
Baca Juga: Bagaimana Cara Daftar DTKS agar Bisa Dapat Bansos dari Kemensos? Simak Caranya Berikut Ini
Menurut survei Bank Indonesia (BI), pelaku usaha kecil yang sudah mendapat aliran kredit dari bank sebenarnya baru mencapai 30,5 persen dari total UMKM yang ada di dalam negeri.
Sedangkan sisanya 69,5 persen belum mendapat akses kredit dari bank. Dari jumlah tersebut, sekitar 43 persen dinilai sangat membutuhkan kredit dengan potensi bisa mencapai Rp1.600 triliun.
“Jadi kesenjangan kredit masih tinggi, oleh karena itu, tidak boleh menyalahkan masyarakat jika mereka tergiur dengan pinjaman online, meskipun demikian mereka sangat membutuhkan pembiayaan, tapi bank, koperasi dan PNM tidak mampu melayani kebutuhan itu, dan beginilah kondisi yang harus dibenahi,” tutur Gobel.