Update Perkiraan Waktu Gerhana Matahari Cincin di Beberapa Wilayah Indonesia

17 Juni 2020, 08:16 WIB
PENAMPAKAN Gerhana Matahari Cincin.* /BMKG

ZONABANTEN.com - Tanggal 21 Juni 2020 mendatang, diinformasikan akan ada fenomena gerhana matahari cincin. Di Indonesia hanya beberapa wilayah yang mendapatkan gerhana Matahari sebagian. Porsi gerhana matahari di Indonesia pun tidak besar.

Baca Juga: Harga Jual Emas Di Pegadaian Update 17 Juni 2020, Harga Emas Antam, Antam Retro, UBS

Berikut wilayah dan perkiraan waktu Gerhana Matahari

Aceh (gerhana 10% mulai jam 13:23 WIB)
Sumatra Utara (gerhana 7% mulai jam 13:47 WIB)
Riau (gerhana 5% mulai jam 14:01 WIB)
Sumatra Barat (gerhana 3% mulai jam 14:10 WIB)
Jambi (gerhana 3% mulai jam 14:20 WIB)
Bangka Belitung (gerhana 3% mulai jam 14:28 WIB)
Sumatra Selatan (gerhana 1 % mulai jam 14:33 WIB)

Baca Juga: BREAKING NEWS : Ingin Ganti Kartu Nama? Berikut Ini Informasi Peluang Kerja Di Chevron Indonesia

Kalimantan Barat bagian utara (14% mulai jam 14:19 WIB)
Kalimantan Barat bagian selatan (8% mulai jam 14:22 WIB)
Kalimantan Tengah bagian utara (15% mulai jam 14:26 WIB)
Kalimantan Tengah bagian selatan (8% mulai jam 14:30 WIB)
Kalimantan Timur (15% mulai jam 15:27 WITA)
Kalimantan Selatan (8% mulai jam 15:30 WITA)
Kalimantan Utara (25% mulai jam 15:16 WITA)

Baca Juga: Ini Tokoh Nasional dan Internasional yang Lahir 21 Juni, Presiden RI ke-7 Salah Satunya

Nusa Tenggara Timur (3% mulai jam 15:57 WITA)
Sulawesi Barat (13% mulai jam 15:34 WITA)
Sulawesi Selatan (13% mulai jam 15:36 WITA)
Sulawesi Tenggara (13% mulai jam 15:39 WITA)
Sulawesi Utara (25% mulai jam 15:27 WITA)

Maluku Utara (33% mulai jam 16:31 WIT)
Maluku (23% mulai jam 16:37 WIT)
Papua Barat (33% mulai jam 16:37 WIT)
Papua bagian utara (32% mulai jam 16:41 WIT)
Papua bagian selatan (26% mulai jam 16:45 WIT)

Bagaimana dengan daerah di pulau Jawa ? Pulau dengan penduduk paling banyak di Indonesia ini, kurang beruntung. Gerhana matahari cincin tidak melintasi wilayah ini.

Baca Juga: Dianggap Tak Mewakili Keberagaman, Maskot Pilkada Tangsel Disoal

Cerita Rakyat Tentang Gerhana

Namun, di pulau Jawa ada kisah cerita rakyat yang diceritakan turun menurun mengenai Gerhana Matahari yang cukup terkenal. Dalam cerita tersebut memuat kisah sang raksasa bernama Rahu atau Kala Rahu yang menelan matahari dan bulan sebagai wujud kebencian Rahu kepada dewa Matahari dan dewa Bulan. 

Cerita, hikayat, legenda hingga mitos tentang gerhana matahari dan gerhana bulan, tentu banyak dimiliki oleh di hampir setiap belahan bumi. 

Baca Juga: Akan Dilakukan Lebih Maksimal, PSBB Tangerang Raya Diperpanjang Hingga 28 Juni 2020

Dalam cerita rakyat Jawa, dikisahkan Rahu adalah raksasa atau masyarakat Jawa menyebutnya sebagai Buto yang lahir dari pernikahan Dewi Sinhika dan Maharsi Kasyapa.

Rahu dengan Bathara Wisnu adalah satu ayah beda ibu. Dari hasil pernikahannya dengan Maharsi Kasyapa, Dewi Sinhika memiliki 4 orang putra yakni Sucandra, Candrahantri, Candrapramardana dan yang terakhir adalah Rahu.
Rahu sangat benci sekali dengan Bathara Surya (Dewa Matahari) dan Bathara Soma(Dewa Bulan).

Saking bencinya tak jarang Matahari dan Bulan sering dimakan Rahu yang telah abadi dengan bentuk berupa kepala raksasa.

Baca Juga: Daftar Harga Motor Honda Cub Dan Matic Terbaru 2020 OTR DKI Jakarta

Kebencian Rahu terhadap kedua dewa tersebut berawal dari pengaduan keduanya kepada dewa wisnu yang menyebabkan leher rahu terpotong dan abadi dengan hanya memiliki kepala saja tanpa badan maupun kaki tangan.

Dalam cerita rakyat ini, pada suatu ketika para dewa berkumpul untuk meminum air keabadian yang bernama Tirta Amreta. Rahu yang memiliki wujud raksasa menjelma menjadi dewa agar dapat meminum Tirta Amreta dengan harapan kekal abadi seperti yang di alami oleh para dewa.

Rahu pun berganti wujud menjadi dewa, dan ikut berkumpul bersama para dewa. Seluruh dewa saat itu tidak menyadari bahwa sesungguhnya Rahu adalah raksasa bukan dewa. Rahu berhasil menipu seluruh dewa dan dapat meminum Tirta Amreta.

Baca Juga: Viral, Bule Bikin Kontet Yamaha NMAX dan Honda PCX Di Bali
Baru seteguk Tirta Amreta yang diminumnya, dua dewa yakni dewa Matahari dan dewa Bulan lalu menyadari bahwa Rahu sejatinya bukanlah dewa melainkan raksasa,kemudian keduanya memberitahu dewa Wisnu bahwa Rahu adalah raksasa.

Dengan cepat, dewa Wisnu mengeluarkan senjata cakra dan melemparkannya ke arah leher Rahu hingga cakra tersebut memotong tubuh Rabu terbelah menjadi dua bagian yaitu kepala dan badan. Maksudnya  agar Tirta Amreta tidak masuk kedalam tubuh rahu yang tergolong Asura atau kalangan bukan dewa melainkan raksasa.

Baca Juga: Alat yang Direkomendasikan Untuk Mengamati Gerhana Matahari Cincin

Namun terlambat sudah,  Tirta Amreta ternyata telah diminum dan telah sampai di tenggorokan Rahu. Kepala Rahu yang telah tersentuh Tirta Amreta tetap abadi dan mengembara ke angkasa sedang badannya mati dan jatuh ke Bumi dengan suara keras.

Kebencian Rahu terhadap dewa Matahari dan Bulan muncul setelah kepalanya terpenggal akibat pengaduan kedua dewa tersebut.

Rahu yang hanya berwujud kepala raksasa tanpa tubuh dapat terbang ke angkasa dan akan selalu mengejar-ngejar Bulan dan Matahari. Jika Matahari dan Bulan tertangkap maka tak segan-segan Rahu akan langsung memakannya dan hal inilah yang menyebabkan adanya gerhana.

Baca Juga: Purnawirawan TNI Polri Desak RUU HIP Dicabut, Try Sutrisno : Ada Upaya Penyusupan PKI di Parpol

Menurut cerita rakyat yang telah diulang kali diceritakan secara turun menurun, saat leher Rahu ditebas oleh dewa Wisnu, tubuh Rahu jatuh ke tanah dan berubah menjadi lesung.

Banyak orang jaman dahulu percaya  dengan memukul lesung berkali-kali sama halnya seperti memukul-mukul tubuh atau perut Rahu. Karena perutnya dipukul terus menerus, kepala Rahu yang sedang memakan Bulan atau Matahari mendadak menjadi pusing mabuk segera memuntahkan kembali Bulan atau Matahari yang baru dimakannya sehingga Bulan atau Matahari bersinar kembali seperti sedia kala.

Baca Juga: Penyebab Penyakit Meningitis Yang Sempat Diderita Oleh Glenn Fredly

Selain menggunakan lesung, kebiasaan masyarakat di Jawa dahulu juga menggunakan kentongan dan memukul batang pohon kelapa untuk menciptakan bunyi bunyian sampai  gerhana  usai. Warga berhenti memukul lesung dan kentongan sebagai tanda bahwa Rahu telah memuntahkan Bulan maupun Matahari. ***(Julian)

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: kafeastronomi

Tags

Terkini

Terpopuler