Sering Salah Kaprah, Penyakit Hemofilia Bukan Perdarahan yang Tidak Berhenti Tetapi Lebih Lama

27 Februari 2021, 15:21 WIB
Ilustrasi darah /Pixabay

ZONA BANTEN - Selama ini banyak di antara kita yang yang sering mengira bahwa jika pengidap penyakit Hemofilia penderita pendarahan yang tidak bisa berhenti.

Namun menurut Pakar pediatrik di RSUD Tangerang, Dr. dr. Rini Purnamasari menuturkan, pasien hemofilia bukannya mengalami perdarahan yang tidak berhenti tetapi terjadinya pendarahan yang berlangsung lebih lama daripada orang sehat.

Hal itu diakibatkan karena penghentian perdarahan yang dilakukan oleh kerja trombosit. Mereka dengan gejala hemofilia memiliki jumlah trombosit normal sehingga perdarahan akan berhenti, tetapi kemudian perlahan akan mengalami perdarahan kembali.

"Mungkin 2, 3 jam akan perdarahan kembali. Jadi, berdarah, berhenti, berdarah lagi dan berhenti lagi. Dokter curiga bahwa pasien tersebut hemofilia, saat dia mudah berdarah sejak lama, tidak terjadi ada apa-apa kulit menjadi biru atau perdarahan berlebihan setelah trauma," kata dia dalam pemaparan mengenai hemofilia pada masyarakat awam secara virtual, pada hari Sabtu, 27 Februari 2021.

Baca Juga: Selain Gubernur Nurdin Abdullah, KPK Juga Tangkap Pejabat Pemprov Sulsel dan Pihak Swasta

Perlu diketahui bahwa Hemofilia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara X-linked resesif sehingga jenis kelamin laki-laki yang memiliki 1 kromosom X akan mengalami hemofilia.

Sementara itu apabila pada perempuan yang memiliki 2 kromosom X (XX) akan menjadi karier atau pembawa. Lebih lanjut, menurut Rini, perempuan yang menjadi pembawa hemofilia juga dapat memiliki gejala perdarahan.

Baca Juga: Kampanye Toilet, Kemenparekraf tunjuk Lady Marsella Menjadi Duta Satgas Toilet Indonesia

Perempuan yang lahir dari ayah hemofilia dan ibu karier hemofilia dapat menjadi perempuan hemofilia dengan kondisi yang sangat berat.

Kemudian, karena terdapat beberapa derajat hemofilia sesuai dengan penurunan kadar faktor koagulasi yang terjadi, maka bisa terjadi perbedaan keparahan perdarahan sehingga tidak semua pasien hemofilia mengalami perdarahan hebat yang dapat dideteksi sejak lahir.

"Cukup banyak yang ketahuan hemofilia saat remaja," tutur Rini.

Baca Juga: Mitos Menyesatkan Extension Rambut, Disebut Perawatan Sulit hingga Bikin Tidak Nyaman

Perdarahan sendi

Mengenai lokasi perdarahan, salah satunya bisa terjadi pada sendi yang bisa memunculkan berbagai gejala seperti tidak nyaman, terasa panas tetapi sendi masih bisa digerakkan.

Pada tahap lanjutan, sendi akan menjadi bengkak, gerak terbatas dan penderita memerlukan obat untuk mengatasi nyeri.

Memar-memar di kulit juga bisa menjadi tanda (terutama apabila seseorang tidak melakukan apa-apa atau mengalami trauma atau cedera). Kondisi ini akibat perdarahan yang bersifat dalam dan lambat di dalam sendi.

Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta 27 Februari 2021: Aldebaran Mati Kutu, Andin Tanyakan Soal Kasus Rendy dan Nino

Kepala tim penanganan hemofilia FKUI-RSCM sekaligus Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI), Prof. dr. Djajadiman Gatot mengatakan, pertolongan pertama, untuk mengatasi perdarahan sendi antara lain:

melindungi sendi yang luka, mengistirahatkannya, mengompres dengan es, membalut daerah yang luka atau bengkak untuk membatasi aliran darah sehingga darah tidak terus menerus mengalir dan mengangkat bagian bengkak melebihi posisi jantung.

Djajadiman menyarankan penderita berobat dini agar perdarahan berhenti lebih cepat sekaligus mengurangi jumlah penyuntikan obat sehingga biaya bisa lebih murah.

Baca Juga: Link Live Streaming Man. City Vs West Ham United di Mola Tv Pukul 19.30

"Saat (sendi) terasa tidak enak, panas, kalau anak-anak sudah rewel waktu terbaik mengobati dini. Kalau sudah bengkak waktu pengobatan lebih lama," kata dia.

Apabila perdarahan pada sendi tidak diobati akan diikuti pembengkakan, kekakuan, nyeri, pergerakan terbatas sehingga menyulitkan penderita berjalan.

Dampak perdarahan sendi yakni kerusakan sendi yang akhirnya permanen atau disebut hemofilia arthropati.

Baca Juga: Memakai Baju Tahanan, Wabup Ogan Komering Ulu Hadiri Pelantikan

Lutut atau siku yang sulit diluruskan juga bisa menjadi masalah akibat perdarahan yang tak ditangani. Walau begitu, pengobatan dengan pemberian substitusi faktor pembekuan secara teratur, sesuai dosis terapi.

Kemudian diikuti dengan fisioterapi bisa membantu meluruskan kembali sendi lutut dan siku. Untuk kondisi yang sangat berat, pasien bisa membutuhkan intervensi ortopedi.

Di sisi lain, penyandang hemofilia perlu tetap berolahraga untuk memperkuat otot-otot yang dapat melindungi sendi sekaligus menurunkan risiko kelebihan berat badan karena menyebabkan penekanan pada sendi.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta Sabtu 27 Februari: Rendy Bebas dengan Cara Ini, Nambah Lagi Kebohongan Aldebaran

"Tentu saja pemilihan olahraga yang tepat harus dikonsultasikan dengan tenaga kesehatan," demikian penjelasan Rini.***

Editor: Bunga Angeli

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler