Momentum HUT Kemerdekaan RI Ke-75, Saatnya Serius Membangun Bisnis UMKM

- 17 Agustus 2020, 07:30 WIB
/

ZONABANTEN.com - Gowes di Indonesia kini telah berubah makna.

Bila beberapa tahun lalu, bersepeda atau gowes dianggap sebagai olahraga atau sarana rekreasi, sekarang gowes adalah gaya hidup atau lifestyle.

Strata sosial seseorang seolah ditunjukkan dengan apa merk sepeda yang dimiliki, bukan seberapa jauh jarak yang sudah dilalui.

Baca Juga: Jadwal Acara Trans TV Senin 17 Agustus 2020, Ada Film Mendadak Kaya

Tergerak dari ini, Budi Setiawan, seorang Entrepreuneur di Jakarta, punya catatan menarik tentang gaya hidup orang Indonesia.

Alumnus Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang ini menyoroti juga soal pola konsumersime dan peluang UMKM untuk memanfaatkan fenomena lifestyle.

Berikut tulisannya, kami sajikan untuk anda.

Baca Juga: Jadwal Acara Trans7 Senin 17 Agustus 2020, Ada Indonesia Giveaway

Fenomena sepeda Brompton di Indonesia adalah fenomena yang menunjukkan betapa konsumerisme telah menjadi budaya modern Indonesia yang secara tidak langsung menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang unik.

Bahkan saya sering mengatakan kepada teman-teman saya bahwa apapun teori tentang Indonesia, harus dianalisis secara khusus karena keunikan karakterisitik Indonesia itu sendiri baik sebagai bangsa maupun masyarakatnya.

Kembali lagi ke fenomena sepeda Brompton, saya mengecek ke website resmi sepeda Brompton di Inggris.

Baca Juga: Sambut HUT RI 17 Agustus, Ini Lirik Lengkap dari Lagu Wajib Nasional Indonesia Raya Dalam 3 Stanza

Rentang harga sepeda Brompton berkisar antara £ 1.000 - 2.000.

Artinya jika dirupiahkan menjadi Rp 19.000.000 - 38.000.000.

Namun, begitu sampai di Indonesia, harganya melejit menjadi Rp 35.000.000 bahkan sampai ratusan juta rupiah.

Luar biasa.

Baca Juga: Sambut HUT RI, 17 Agustus 2020 BI Akan Luncurkan Uang Baru Pecahan 75.000

Dan yang lebih luar biasanya lagi orang Indonesia masih ada yang beli.

Uniknya, ini terjadi pada saat Indonesia berada di jurang resesi.

Pada saat saya menulis artikel ini, semua penjualan Brompton di website resmi Brompton sold out alias terjual habis.

Ada yang bisa menebak, siapa yang membeli semua sepeda itu? 

Baca Juga: Sambut HUT RI, 17 Agustus 2020 BI Akan Luncurkan Uang Baru Pecahan 75.000

Tidak hanya sepeda Brompton.

Kebiasaan ini juga berlaku untuk produk-produk life style lain seperti smartphone, mobil, motor, dan lain sebagainya.

Dan yang lebih aneh lagi, orang-orang Indonesia mau berhutang dengan bunga tinggi untuk membeli semua kemewahan tersebut.

Saya sempat melakukan riset kecil untuk mobil Toyota Avanza.

Baca Juga: Daftar Harga Hp Samsung Terbaru Snapdragon - Galaxy A01, A20s, A70, A71, A80, S10 Lite, Z Flip

Orang Indonesia mayoritas membeli Avanza tipe menengah dibanding tipe paling standar.

Hal ini menarik karena secara fungsi, Avanza tipe standar dan tipe menengah ke atas tidak terlalu signifikan perbedaannya.

Hanya kosmetik dan audio.

Tetapi secara harga, cukup signifikan perbedaannya ?

Baca Juga: FORSA Sumsel Bantu Korban Kebakaran di Kelurahan 32 Ilir Palembang

Juga di beberapa peluncuran produk-produk smartphone flagship yang mahal, ada aja yang mengantri untuk membeli produk-produk mahal tersebut.

Padahal saya yakin, yang ikut antrian tersebut, sebelumnya sudah memiliki smartphone flagship generasi sebelumnya.

Di satu sisi, budaya konsumerisme yang saya katakan telah menjadi budaya modern Indonesia.

Ini menjadi salah satu faktor yang menggerakkan roda ekonomi di Indonesia dan bisa menjadi salah satu faktor penyelamat ekonomi negara.

Baca Juga: 6 Tips Menghilangkan kecemasan dan stres di Masa Pandemi, agar Tidur Lebih Berkualitas

Namun di lain sisi, Indonesia selalu akan menjadi konsumen produk-produk yang berasal dari luar negeri.

Fenomena yang terjadi saat ini adalah hampir semua produk-produk yang beredar di Indonesia adalah produk-produk buatan luar negeri terutama berasal dari China.

Bahkan produk-produk yang katanya buatan Indonesia sekalipun, bahan baku-nya berasal dari China.

Contohnya adalah batik Indonesia yang menjadi salah satu ciri budaya kebanggaan Indonesia, hampir semua bahan bakunya dari China.

Mulai dari kain, tinta, kancing, dan lain-lain.

Baca Juga: Delapan ASN Kabupaten Serang Lakukan Indisipliner, Lima Diantaranya Kasus Perselingkuhan

Industri manufaktur pun setali tiga uang.

Indonesia hanya menjadi perakit, bukan produsen.

Hampir semua komponen berasal dari China dan dirakit di Indonesia menjadi produk jadi.

Industri manufaktur lokal  di Indonesia hanyalah menjadi pelengkap industri manufaktur dan bukan menjadi pemain utama industri manufaktur.

Baca Juga: Sembilan Dampak Negatif Karena Merokok, yang Tidak Anda Ketahui

Saya sedikit mengerti mengapa industri lokal di Indonesia menjadi hanya pelengkap saja di industri manufaktur Indonesia.

Ada banyak faktor.

Sebut saja modal, harga beberapa komponen yang masih dikenakan bea masuk, tidak ada R and D di perusahaan, sedikitnya dukungan pemerintah untuk mengembangkan industri manufaktur lokal, tidak adanya kreativitas untuk berinovasi, supply chain yang belum terintegrasi, belum terbentuknya ekosistem industri manufaktur lokal, tuntutan kenaikan upah dari buruh, banyaknya pungli, persaingan bisnis dari industri manufaktur dari luar negeri terutama dari China, dan lain sebagainya.

Persaingan dengan industri di China adalah faktor yang paling berat, terutama persaingan harga.

Baca Juga: Update The Greatest Showman 2 : Apakah Hugh Jackman akan Kembali Bernyanyi?

Sepertinya kita tidak mungkin bisa perang harga dengan produk-produk China yang murahnya terkadang tidak masuk akal karena saking murahnya.

Tetapi faktor yang membuat kita bisa bersaing dengan China adalah kreativitas.

Dengan kreativitas, saya yakin produk-produk Indonesia bisa bersaing dengan produk-produk China.

Selain itu, dengan kreativitas, produk-produk Indonesia bisa menjadi produk-produk kebanggaan masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Gandeng Ojek Online, PanaOil Hadirkan Oli Swadaya Pelumas Buatan Indonesia

Hal ini bisa menjadi kenyataan jika produk-produk Indonesia juga dibuat dengan standar yang berkualitas tinggi.

Peran pemerintah pun sangat penting.

Pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan bisnis yang pro kepada industri dalam negeri Indonesia.

Jika bisnisnya masih dalam skala UMKM, pemerintah harus mendorong kemajuan UMKM tersebut misalnya dalam bentuk pelatihan dan pembinaan, mendorong pembentukan komunitas dan ekosistem bisnis, mengadakan pameran produk-produk Indonesia, mengadakan forum atau workshop yang melibatkan semua stake holder secara rutin agar mengerti tantangan sebenarnya di dunia bisnis UMKM.

Baca Juga: Penting Untuk Mengusir Bakteri di Mobil, Apa Itu Fogging Kabin?

Pemerintah juga dapat mendorong perusahaan menengah dan besar ikut terlibat dalam kemajuan UMKM Indonesia, membantu UMKM dalam mencari permodalan, mempromosikan produk-produk Indonesia ke luar negeri serta mendorong UMKM untuk naik level menjadi perusahaan menengah atau besar.

Jika UMKM menjadi perusahaan menengah atau besar, maka pemerintah juga akan merasakan dampak positif yaitu pemasukan dari pajak akan semakin meningkat dan dana tersebut bisa digunakan untuk membangun negara menjadi lebih baik lagi.

Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan peran aktif dan keseriusan pemerintah dan kerja keras UMKM itu sendiri.

Baca Juga: Ada Syaratnya ! Beginilah Cara Mendapatkan Uang Baru Pecahan 75.000

Bila kedua belah pihak tidak serius, maka hal tersebut hanya akan menjadi wacana dan mimpi yang tidak pernah terwujud.

Inilah saat yang tepat.

HUT Kemerdekaan RI Ke-75, kita jadikan momentum untuk serius membangun bisnis UMKM.

Merdeka !!!***

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x