Pengamat Politik Beranggapan Klaim PDIP Sebagai Partai Ideologis Tidak Tepat

- 2 Juni 2021, 21:06 WIB
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. /Antara/Aditya Pradana Putra

ZONABANTEN.com - Pernyataan dari Sekjen PDIP serta aksi menutup ruang koalisi bagi partai Demokrat dan PKS karena dianggap berbeda ideologi, dinilai oleh pengamat Sosial Politik dari Univesitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun adalah tidak tepat.

Pernyataan Ubedilah tersebut disampaikan saat menanggapi Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristianto, yang menutup ruang koalisi dengan Demokrat dan PKS karena alasan berbeda ideologisnya.

Selain itu Ubedilah juga mengatakan bahwa alasan yang diutarakan Hasto mengenai hal ini justru memperjelas corak partai yang tidak ideologis, artinya PDIP dianggap tidak layak disebut sebagai partai ideologis.

Sebab selama pengamatannya, kepemimpinan PDIP cendrung mengamini praktik pragmatisme kekuasaan dan perilaku koruptif, bahkan menurutnya terjadi dimana-mana.

Baca Juga: Virus Lagi! China Konfirmasi Kasus Pertama Flu Burung H10N3 pada Manusia


“Mereka melakukan korupsi paling jahat sepanjang sejarah, karena melakukan korupsi uang bantuan sosial (bansos) yang seharusnya untuk orang miskin,” ujar Ubedilah, Senin (31/5).

Dari situ, Ubedilah memandang PDIP bukan partai yang ideologis. Sehingga, fakta-fakta tersebut membuktikan bahwa koalisi yang dibangun PDIP bukanlah koalisi ideologis, tetapi koalisi pragmatis.

“Jadi tidak layak jika PDIP mengklaim sebagai partai ideologis lalu membangun koalisi Pilpres 2024 dengan basis ideologis, sementara koalisi capres lain dinilai tidak ideologis,” tuturnya.

Narasi Hasto, disimpulkan ubaedillah, harus segara dikoreksi PDIP. Karena mengarah pada dua hal, yaitu klaim partai paling ideologis dan mengarah pada pola Pilpres yang sama seperti pada Pilpres 2019 lalu yang hanya dua pasang capres-cawapres.

Baca Juga: Kemendagri Undang Puluhan Transpuan ke Dinas Kependudukan Kota Tangerang Selatan

Itu head to head yang juga akan memicu potensi konflik yang lebih besar. Apalagi dibumbuhi dengan klaim ideologis,” kata Ubedilah.

Potensi konflik yang lebih besar akan terjadi jika hanya ada dua pasangan calon Presiden di Pilpres 2024.***

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah