Lebih 20% Sekolah di Jepang Kekurangan Guru SD dan SMP

- 11 Mei 2023, 16:35 WIB
Pada Rabu, 10 Mei 2023, anggota kelompok guru dan pakar yang mengadvokasi tindakan untuk mengatasi kekurangan tenaga pengajar di Jepang dalam Konferensi Pers di Tokyo.
Pada Rabu, 10 Mei 2023, anggota kelompok guru dan pakar yang mengadvokasi tindakan untuk mengatasi kekurangan tenaga pengajar di Jepang dalam Konferensi Pers di Tokyo. /The Mainichi / Makoto Fukazu/

Baca Juga: Satpol PP Amankan Ratusan Botol Miras di Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang

Selain itu, kelompok advokasi menganalisis bahwa kekurangan guru cenderung meningkat pada paruh kedua tahun ajaran, karena staf yang mengambil cuti melahirkan atau cuti lainnya tidak dapat digantikan.

Dalam survei kelompok advokasi, langkah yang paling sering dilakukan oleh SD ketika dihadapkan pada kekurangan guru adalah "menugaskan guru non-wali kelas" sebesar 29,8%, dan "menugaskan guru tambahan, seperti guru yang bertanggung jawab atas pengajaran kelompok kecil" sebesar 27,8%. 

Sementara itu, 13,1% SMP menjawab bahwa "ada mata pelajaran yang tidak dapat diajarkan karena tidak ada guru yang memiliki lisensi mengajar yang relevan."

Realitas dampak terhadap pendidikan anak-anak muncul di bagian komentar bebas. Seorang responden SD menulis, "Anak-anak bingung dan kelas tidak kondusif karena mereka tidak memiliki wali kelas di awal tahun ajaran, atau wali kelas diganti di pertengahan tahun." 

Baca Juga: DPRD Banten Beli Ambulans Pajero Sport, Bisa Digunakan Masyarakat secara Gratis

Tanggapan dari SMP meliputi, "Kami memiliki tiga guru yang mendapatkan lisensi IPS sementara, sehingga guru yang tidak memiliki pengalaman mengajar IPS mengajar mata pelajaran tersebut di setiap kelas. Dalam beberapa kasus, kelas diubah menjadi belajar mandiri, atau dua kelas diajar bersama. Ada juga sekolah-sekolah di mana staf pengajar dipaksa oleh situasi untuk bekerja lembur yang sangat panjang. Salah satu SD menyatakan bahwa jam kerja menjadi dua kali lipat, dan lembur melebihi 100 jam (per bulan)". 

Sementara seorang responden SMP juga mengungkapkan, "Jumlah jam mengajar per guru meningkat, sehingga menambah beban bagi staf, yang bertentangan dengan gagasan reformasi gaya kerja."

Mengisi posisi yang kosong adalah hal yang sulit, dan lebih dari 60% responden SD dan SMP menyatakan bahwa meskipun tidak sembarang orang dapat mengisinya, mereka tidak berada dalam posisi di mana mereka dapat mengevaluasi kualitas pengajar dan mempekerjakan yang terbaik.

Baca Juga: Pemkot Tangerang Beri Pekerjaan pada Masyarakat Kurang Mampu, Lulusan SD dan SMP Termasuk

Halaman:

Editor: Rahman Wahid

Sumber: The Mainichi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah