Waspada! Ada 5 Ancaman Ekonomi di Tahun 2023

- 5 Januari 2023, 10:43 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi /Pixabay

ZONABANTEN.com – Melihat kondisi perekonomian global pada tahun lalu, 2022 memang dapat dikatakan tidak baik-baik saja. Hal itu dapat dilihat dari proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang mengalami koreksi ke bawah.

Pada tahun 2022, proyeksi dari World Economic Outlook IMF hanya 3,2 persen dan pada tahun 2023 pertumbuhan ekonomi dunia juga diperkirakan akan semakin melemah di angka 2,7 persen. Dengan inflasi yang cenderung tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang menurun, ini memberikan sinyal bahwa situasi ekonomi dunia cukup tertekan.

Setelah dihadapkan dengan pandemi Covid-19 dan perang di Ukraina, kini China membuat kekacauan baru dalam rantai pasokan global.

Harga makanan dan energi melonjak karena inflasi di berbagai negara hingga mencapai level tertinggi dalam empat decade, salah satu penyebabnya adalah adanya perang Presiden Rusia Vladimir Putin di Ukraina yang terus mengguncang pasar makanan dan energi, sementara kenaikan suku bunga mengancam untuk menahan pemulihan pasca-pandemi yang masih rapuh.

Baca Juga: Keputusan Dubai Hapus 30% Pajak Alkohol, Pengecer dan Hotel Turunkan Harga

Dengan adanya peristiwa tersebut berikut 5 ancaman ekonomi yang diramalkan akan terjadi pada tahun 2023,

1. Inflasi dan Suku Bunga

The International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional memperkirakan inflasi global akan mencapai 6,5 persen di tahun 2023, turun dari 8,8 persen pada 2022.

Pada negara berkembang diperkirakan akan mengalami penurunan inflasi yang lebih sedikit yang telah diproyeksikan hanya turun menjadi 8,1 persen pada 2023.

“Kemungkinan inflasi akan tetap lebih tinggi dari 2 persen yang ditetapkan sebagian besar bank sentral Barat sebagai patokan mereka,” ujar Alexander Tziamalis, dosen ekonomi senior di Sheffield Hallam University, kepada Al Jazeera.

“Energi dan bahan baku akan tetap mahal untuk beberapa waktu. Pembalikan parsial globalisasi berarti impor yang lebih mahal, kekurangan tenaga kerja di banyak negara Barat menyebabkan produksi lebih mahal, dan langkah-langkah transisi hijau untuk memerangi ancaman terbesar yang dihadapi spesies kita semuanya mengarah pada inflasi yang lebih tinggi daripada yang biasa kita alami selama 2010-an.” Imbuhnya.

Baca Juga: 7 Tradisi Unik saat Imlek dan Maknanya di Berbagai Negara di Dunia

Besar atau kecil, inflasi akan tetap ada dan hal itu akan menjadi fakta bahwa harga barang dan jasa pasti akan naik di masa depan dan hal tersebut merupakan salah satu hal yang harus diwaspadai.

2. Kebangkrutan

Terlepas dari kehancuran ekonomi yang ditimbulkan oleh COVID-19 kebangkrutan sebenarnya telah menurun di berbagai negara sejak tahun 2020 dan 2021, karena kombinasi pengaturan di luar, pengadilan dengan kreditur dan stimulus pemerintah yang besar.

Seperti yang terjadi di Amerika Serikat, sekitar 22.910 bisnis mengajukan kebangkrutan pada tahun 2019, kemudian mengalami penurunan pada 2020 mnejadi 22.391, dan menurun lagi menjadi 16.140 pada tahun 2021

Tren itu diperkirakan akan berbalik pada tahun 2023 di tengah kenaikan harga energi dan suku bunga.

Allianz Trade telah memperkirakan bahwa kebangkrutan secara global akan meningkat lebih dari 10 persen pada tahun 2022 dan 19 persen pada tahun 2023, hal tersebut jelas melampaui tingkat sebelum pandemi.

“Pandemi COVID memaksa banyak bisnis untuk mengambil pinjaman besar, memperburuk situasi ketergantungan yang meningkat pada pinjaman murah untuk menutupi hilangnya daya saing Barat karena globalisasi,” ucap Tziamalis.

“Kelangsungan hidup bisnis yang terlilit hutang sekarang dipertanyakan karena mereka menghadapi badai suku bunga yang lebih tinggi, harga energi yang lebih tinggi, bahan mentah yang lebih mahal, dan pengeluaran konsumsi yang lebih sedikit oleh konsumen.

Perlu juga ditunjukkan bahwa selera pemerintah Barat untuk setiap bantuan langsung ke sektor swasta telah dibatasi oleh defisit mereka yang meningkat dan prioritas dukungan untuk rumah tangga.” Tambahnya.

Baca Juga: Drawing Ganda Campuran Malaysia Open 2023, Indonesia Kirim 4 Wakil, Ini Dia Lawannya

3. Globalisasi Menjadi Terancam

Upaya untuk memutar kembali globalisasi telah berhasil dipercepat pada tahun 2022 dan tampaknya akan terus berlanjut di tahun 2023.

Pada pemerintahan Trump, perang perdagangan dan teknologi AS-Tiongkok semakin dalam dan meningkat pada pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden.

Pada bulan Agustus 2022, Joe Biden telah menandatangani RUU CHIPS dan Science Act dan telah memblokir ekspor chip canggih dan peralatan manufaktur ke China. Hal tersebut adalah sebuah langkah yang bertujuan menghambat perkembangan industri semikonduktor China dan memperkuat swasembada dalam pembuatan chip.

“Amerika Serikat harus memimpin dunia dalam produksi chip-chip canggih ini. Undang-undang ini akan memungkinkan hal itu,” kata Biden.

Dalam pidato awal bulan ini, Morris Chang, pendiri Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC), produsen chip terbesar di dunia, menyesalkan bahwa globalisasi dan perdagangan bebas "hampir mati".

Baca Juga: 15 Top Selebriti Asia Paling Ganteng, Ada Jungkook HIngga V BTS!

“Barat, dan khususnya AS, semakin terancam oleh lintasan ekonomi China dan merespons dengan tekanan ekonomi dan militer terhadap negara adikuasa yang baru muncul itu,” kata Tziamalis.

"Perang langsung atas Taiwan sangat tidak mungkin tetapi impor yang lebih mahal dan pertumbuhan yang lebih lambat untuk semua negara yang terlibat dalam perang dagang ini hampir pasti."

4. Pertumbuhan Ekonomi Global Melambat dan Resesi

Seiring dengan kenaikan suku bunga pertumbuhan ekonomi pasti akan melambat. IMF memperkirakan ekonomi global hanya akan tumbuh 2,7 persen pada tahun 2023, turun dari 3,2 persen pada 2022.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan kinerja yang kurang tinggi tahun ini dengan pertumbuhan 2,2 persen, dibandingkan dengan 3,1 persen pada 2022.

Tak sedikit para ekonom lebih pesimis dan percaya bahwa resesi global kemungkinan besar terjadi pada tahun 2023, hampir tiga tahun setelah penurunan yang disebabkan oleh pandemi.

Bahkan jika ekonomi global secara teknis tidak jatuh ke dalam resesi maka secara luas akan didefinisikan sebagai pertumbuhan negatif dua kuartal berturut-turut.

Baca Juga: PPKM Dicabut, Peduli Lindungi Akan Diubah Menjadi Platform Satu Sehat Oleh Menteri Kesehatan

5. China dibuka kembali

Setelah menghadapi kekacauan pandemi Covid-19, pada tahun 2022 China telah memulai proses melonggarkan kebijakan "nol COVID" yang kontroversial setelah protes massal jarang terjadi . Kabarnya perbatasan internasional China akan dibuka kembali mulai 8 Januari.

Pembukaan kembali ekonomi terbesar kedua di dunia yang telah melambat secara dramatis selama setahun terakhir itu seharusnya digunakan untuk menciptakan momentum baru ke dalam pemulihan global.

Rebound permintaan konsumen China akan memberikan dorongan bagi eksportir utama seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Singapura, sementara berakhirnya pembatasan menawarkan bantuan kepada merek global dari Apple hingga Tesla yang mengalami gangguan berulang kali di bawah kebijakan nol COVID.

Pada saat yang sama, perubahan cepat China dari “nol Covid” membawa risiko yang signifikan.

Sementara Beijing telah berhenti menerbitkan statistik Covid19, lantaran rumah sakit di seluruh China telah dibanjiri orang sakit, bahkan kamar mayat dan krematorium dilaporkan sering kewalahan dengan meningkatnya jumlah jenazah.

Baca Juga: Rozy Zay Laporkan Norma Risma Cemarkan Nama Baik dan Pemerasan, Tak Terima Dituduh Berzina dengan Ibu Mertua

Beberapa ahli medis juga memperkirakan akan adanya 2 juta kematian dalam beberapa bulan mendatang.

Dengan penyebaran virus yang cepat di antara populasi kolosal China, beberapa ahli kesehatan juga menyatakan keprihatinan tentang munculnya varian baru yang lebih berbahaya.

“Kecuali pembukaan yang sangat mengganggu ini, saya pikir pasar akan berkembang dengan baik,” menurut Alicia Garcia-Herrero, kepala ekonom untuk Asia Pasifik di Natixis

“Saya akan mengatakan begitu orang melihat ujung terowongan, jadi mungkin akhir Januari, akhir Tahun Baru China, saya berpendapat saat itulah pasar benar-benar akan membaca pemulihan ekonomi China yang cepat,” imbuh Garcia

“Hal lain yang harus diperhatikan adalah jika ada mutasi besar, dan mutasi bisa kurang mematikan tetapi bisa juga lebih mematikan, dan saya pikir jika yang terakhir terjadi, dan kita mulai melihat penutupan perbatasan lagi, itu akan menjadi traumatis bagi kepercayaan investor” pungkasnya.

Membaca dan menelaah ancaman-ancaman ekonomi global diatas salah satu upaya yang bisa kita lakukan adalah seperti, mempersiapkan dana darurat, mencari passive income, meminimalisir hutang, menggunakan asuransi, dan aktif investasi.***

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah