Penggunaan Larva Lalat untuk Atasi Masalah Sampah di Afrika dan Jepang

- 27 Mei 2021, 08:23 WIB
ilustrasi potret serangga lalat
ilustrasi potret serangga lalat /Kaique Andrades/pexels/@kaique-andrades-4164224

ZONABANTEN.com —‌‌‌‌ Di banyak bagian Afrika, urbanisasi terjadi terlalu cepat, infrastruktur penting terkait dengan pembangunan itu pun tidak dapat mengimbangi. 

Sangat kurangnya jumlah insinerator menyebabkan sampah sering dibuang di tempat terbuka. 

Sampah organik kemudian menghasilkan gas metana, yang memiliki efek rumah kaca hampir 30 kali lebih buruk daripada karbon dioksida. 

Sebuah perusahaan di Kenya sedang bekerja dengan siswa dari Jepang untuk menemukan solusi masalah sampah ini, sebuah bantuan beberapa serangga yang ramah.

Baca Juga: ini Dia Sejumlah Selebriti Tanah Air Yang Merayakan Waisak

Ecodudu, sebuah perusahaan ventura Kenya yang diluncurkan pada 2017, menggunakan black soldier fly (lalat tentara hitam) untuk mengatasi krisis sampah. 

Larva lalat tersebut akan mengunyah sampah organik kompos, ditambah mereka juga mengandung banyak nutrisi sebagai sebuah sumber makanan.

Perusahaan ini mengembangkan larva pada limbah dari pertanian lokal dan produsen makanan dalam upaya membantu mengurangi emisi gas rumah kaca. 

Proses tersebut juga mengubah kotoran larva menjadi pupuk, sementara itu, tubuh kering mereka menjadi pakan ternak.

Baca Juga: Tak Dapat BST, Dinsos Tangsel: Laporkan ke Kelurahan, Sudah Ada Sistem

Pada hari-hari awal bisnis, prosesnya sangat melibatkan pegawainya. 

Staf Ecodudu akan menggunakan saringan untuk memisahkan larva dari kotoran, dan karena alatnya tidak selalu tepat, mereka terpaksa menggunakan tangan mereka.

“Proses ini membosankan, dan membutuhkan banyak waktu, serta tidak efisien untuk penskalaan,” ujar Adan Mohammed, selaku CEO Ecodudu.

Adan membawa masalahnya ke National Institute of Technology (Institut Teknologi Nasional), dari Universitas Nagaoka, di prefektur Niigata Jepang. 

Mereka telah diperkenalkan oleh Badan Kerjasama Internasional Jepang.

Para siswa di sana belum pernah mendengar tentang bagaimana serangga dapat digunakan untuk mengurai limbah, tetapi mereka sangat antusias dengan gagasan tersebut. 

Mereka harus mengerjakan prototipe untuk meningkatkan sistem penyaringan. 

Karena mereka tidak dapat memperoleh larva lalat tentara hitam di Nagaoka, mereka memotong mie kering sebagai gantinya.

“Kami membuat enam purwarupa dalam satu bulan, menggunakan kembali suku cadang dari model lama untuk membuat yang baru,” ujar Saito Hiroyuki, salah satu anggota tim  dari Universitas Nagaoka.

Baca Juga: Tata Cara Salat Gerhana dalam Islam, Panduan Salat Gerhana saat Pandemik Covid-19

Mereka akhirnya memilih untuk menggunakan saringan silinder yang menyaring saat diputar.

Alat ini memiliki tiga bagian dengan lubang dengan ukuran berbeda untuk menyaring kotoran terlebih dahulu, kemudian larvanya.

Mereka membawa versi terakhir dari penyaring tersebut ke Kenya untuk menjalankan pengujian dengan larva asli. 

Perangkat itu berfungsi, Adan mengatakan dia sekarang hanya perlu menugaskan dua pekerja untuk tugas yang sebelumnya membutuhkan lima.

Adan juga menyebutkan  alat tersebut membuat pekerjaan mereka selesai sepuluh kali lebih cepat.

“Kolaborasi dengan mahasiswa cukup penting karena mereka memberi kami ide-ide segar tentang beberapa hal yang mungkin tidak kami perhatikan,” kata Adan.

Mahasiswa Jepang datang dengan perangkat yang menggunakan tiga saringan dengan ukuran berbeda untuk memisahkan campuran larva dengan lebih presisi.

Tapi itu bukanlah akhir dari cerita. Para siswa Nagaoka berpikir bahwa larva juga dapat berguna secara lokal. 

Prefektur Niigata adalah salah satu penghasil sake terbesar di Jepang.

Niigata juga terkenal dengan sake kasu-nya, ampas yang tersisa di akhir proses pembuatan minuman. 

Sebagian kasu digunakan untuk produksi pangan, tetapi sebagian besar berakhir sebagai limbah.

Fujimoto Koki, seorang mahasiswa dari Universitas Nagaoka, telah mengeksplorasi ide penggunaan larva lalat itu untuk mengubah kasu yang dibuang, yang kaya nutrisi, menjadi pupuk.

Baca Juga: Gerhana Bulan Total, Anjuran Bagi Umat Muslim Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW

Namun ada masalah, penelitian ini membutuhkan banyak larva, dan dia tidak memiliki keahlian dalam membesarkan mereka. 

Jadi, dia menghubungi Adan untuk meminta saran tentang suhu optimal, kelembapan, penempatan cahaya, dan metode pemberian makan.

Fujimoto mengatakan sejauh ini, hasilnya cukup menggembirakan. 

Dia berharap sistemnya dapat menjadi bagian dari proses pengelolaan limbah ramah lingkungan yang unik: larva memakan ampas, kemudian ikan memakan larva, dan manusia memakan ikan.

Sementara itu, air yang mengandung kotorannya digunakan untuk menanam sayuran hidroponik.

“Tujuan dari proyek ini adalah menemukan solusi untuk masalah di Kenya,” ujar Fujimoto. 

“Tapi saya pikir kami juga menemukan beberapa jawaban untuk tantangan di Jepang. Jika kami terus bekerja sama dan memperluas pengetahuan kami, kami dapat menemukan lebih banyak solusi.” ujar Fujimoto menambahkan.***

 

 
 
 
 

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: Energy


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah