Praktik Ilegal Pinjaman Online Merugikan Masyarakat, Perlu Dikaji Ulang oleh OJK

- 15 September 2021, 23:35 WIB
Ilustrasi pinjaman online.
Ilustrasi pinjaman online. /Pixabay/rupixen

ZONABANTEN.com - Kini semakin maraknya aktivitas pinjaman online yang beredar di mana-mana menjadi perhatian khusus Wakil Ketua DPR RI Rachmad Gobel melalui Otoritas Jasa Keuangan agar pemerintah mengkaji ulang praktik ilegal yang sangat merugikan masyarakat.

Inilah yang kemudian membuat munculnya praktik tidak sehat tersebut, sehingga semakin menjamurnya pengelola pinjaman online ilegal, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Meskipun tujuan dari kelahiran pinjaman online ini adalah untuk meningkatkan inklusivitas sektor keuangan. Namun dalam praktiknya terlihat ada ketidaksiapan dari berbagai lembaga terkait.

Baca Juga: Hati-Hati, 4 Masakan ini Bisa Menyebabkan Ginjal Rusak, Calon Ibu Rumah Tangga Wajib Tahu!

“Tiap hari kita disodori berita yang menyedihkan dari masyarakat yang terbelit masalah akibat praktik tidak sehat dari pengelola pinjaman online. Bahkan ada yang bunuh diri karena tidak bisa membayar cicilan utang yang membengkak secara luar biasa. Pinjam satu-dua juta, tapi pengembaliannya bisa sampai puluhan juta. Ini kan tidak masuk akal. Untuk melindungi masyarakat, saya minta OJK melakukan moratorium. Setop dulu,” ujar Gobel dalam keterangan tertulisnya, Rabu 15 September 2021.

Seperti diberitakan di berbagai media, rakyat kecil banyak terjerat pinjaman online. Mereka teriming kemudahan pinjaman tapi kemudian tak mampu membayar karena bunganya yang berlipat.

Gobel Menjelaskan, kalau praktik pinjol seperti ini maka mereka menjadi seperti rentenir, padahal mereka sedang kesusahan, seperti kemiskinan maupun kehilangan pekerjaan”, kata Wakil Ketua DPR RI dalam keterangannya.

Baca Juga: Kupas Al Qur'an Surat Ali Imran Ayat 151, Rasa Takut pada Orang Kafir

Otoritas keuangan, menurut Gobel perlu melakukan evaluasi serius terhadap keberadaan aktivitas Pinjaman online. Oleh karena itu mereka harus membuat pemetaan dari berbagai masalah yang muncul selama ini serta bagaimanakah solusinya.

Termasuk juga bagaimana mengatasi perusahaan pinjaman online yang beroperasi dari luar negeri. Ini harus segera dilakukan, agar situasi tidak semakin parah.

Menurut data Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penegakan hukum penanganan pinjol masih menghadapi banyak masalah, terutama yang ilegal.

Baca Juga: Perebutan Natuna Kembali Memanas, Kapal China Sudah Berada di 50 Mil dari Laut, Tapi Indonesia Masih Begini!

Mereka sulit ditangani karena pemilik pinjol ilegal hanya 22 persen yang memiliki server di Indonesia. Sedangkan, 44 persen lainnya tidak terdeteksi dan sisanya berada di luar negeri.

Maraknya pinjaman online juga harus menjadi indikator otoritas keuangan agar berinstrospeksi kepada seluruh lembaga-lembaga keuangan seperti bank, koperasi, dan Permodalan Nasional Madani (PNM).

"Pemerintah dan otoritas keuangan segara memperkuat perbankan untuk rakyat kecil, koperasi, dan PNM. “Berikan prosedur yang lebih mudah dan perkuat jejaringnya agar bisa menjangkau ke seluruh pelosok negeri," Ucap Gobel.

Baca Juga: Bagaimana Cara Daftar DTKS agar Bisa Dapat Bansos dari Kemensos? Simak Caranya Berikut Ini

Menurut survei Bank Indonesia (BI), pelaku usaha kecil yang sudah mendapat aliran kredit dari bank sebenarnya baru mencapai 30,5 persen dari total UMKM yang ada di dalam negeri.

Sedangkan sisanya 69,5 persen belum mendapat akses kredit dari bank. Dari jumlah tersebut, sekitar 43 persen dinilai sangat membutuhkan kredit dengan potensi bisa mencapai Rp1.600 triliun.

“Jadi kesenjangan kredit masih tinggi, oleh karena itu, tidak boleh menyalahkan masyarakat jika mereka tergiur dengan pinjaman online, meskipun demikian mereka sangat membutuhkan pembiayaan, tapi bank, koperasi dan PNM tidak mampu melayani kebutuhan itu, dan beginilah kondisi yang harus dibenahi,” tutur Gobel.

Baca Juga: Link Live Streaming Club Brugge vs PSG Pukul 2 Pagi: Trisula PSG Messi, Neymar, Mbappe Siap Diturunkan

Sementara itu dari sisi regulasi, menurut Gobel, "Perlindungan terhadap masyarakat belum kuat karena kehadiran perusahaan pinjol baru diatur berdasarkan Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016", kata gobel.

Selain itu, sampai saat ini RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) belum juga bisa disahkan karena pemerintah tidak setuju dibentuknya lembaga pengawas yang bersifat independen.

Terkait dengan aktivitas keuangan digital seperti pinjol, Indonesia membutuhkan UU Financial Technology (Fintech) dan UU PDP.

Baca Juga: MiHoYo Bagikan Teaser Sangonomiya Kokomi, Banner Limited Kedua Genshin Impact v2.1 Segera Dirilis

Namun sampai saat ini UU Fintech masih menjadi wacana, sementara untuk pembahasan UU PDP belum ditemukan kata sepakat antara DPR dan pemerintah.***

Editor: Bunga Angeli

Sumber: dpr.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x