Mengenal Sultan Hamid II, Perancang Lambang Negara Garuda Pancasila

1 Juni 2023, 09:20 WIB
Sultan Hamid II. /KITLV/Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies

ZONABANTEN.com  – Tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila. Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia yang terdiri dari dua suku kata bahasa Sansekerta. Panca berarti lima dan sila artinya dasar.

Berbicara mengenai Pancasila, tentu seluruh rakyat Indonesia mengenal Lambang Negara Garuda Pancasila yang juga terkenal dengan semboyannya Bhinneka Tunggal Ika.

Namun siapakah perancang lambang Garuda Pancasila ini?

Lambang ini dirancang seorang tokoh nasional bernama Sultan Hamid II. Ia adalah seorang sultan di Kesultanan Pontianak, Kalimantan Barat. 

Baca Juga: Apa Perbedaan Hari Lahir Pancasila Hari Kesaktian Pancasila? Simak Sejarah dan Latar Belakangnya

Ia putra sulung Sultan Syarif Muhammad Al-Qadri. Di dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia-Arab. Nama lengkapnya adalah Syarif Abdul Hamid Al-Qadri. 

Dilansir oleh PortalJember.com, Sultan Hamid II dilahirkan di kota Pontianak pada 12 Juli 1913. Syarif Abdul Hamid, panggilan kecilnya, menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung.

HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA (sejenis Akademi Militer) di Breda, Belanda, hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda (KNIL = Koninklijk Nederland Indische Leger).

Pada waktu itu, tidak banyak warga pribumi yang berhasil menempati posisi setinggi Sultan Hamid II ini.

Baca Juga: 1 Juni Memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni, Ketahui Sejarah Digagasnya Dasar Negara Indonesia Ini

Artikel ini telah tayang sebelumnya di Portaljember.com dengan judul Ini Sosok Perancang Lambang Garuda Pancasila yang Tidak Terlalu Dikenal

Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya pada 10 Maret 1942, Syarif Abdul Hamid tertawan. Dia baru menghirup udara bebas ketika Jepang menyerah kepada sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel.

Ketika ayahnya wafat akibat agresi Jepang pada 29 Oktober 1945, Syarif Abdul Hamid diangkat menjadi Sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II (sebelumnya telah didahului oleh Sultan Thaha sebagai pengganti sementara pada tahun 1944-1945). 

Di awal era federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai Wakil Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) berdasarkan konstitusi RIS 1949 dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.

Ia juga pernah memperoleh jabatan sebagai Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden. Ini pangkat tertinggi sebagai asisten Ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.

Pada 17 Desember 1949, Sultan Hamid II diangkat oleh Soekarno ke Kabinet RIS, tetapi tanpa adanya portofolio. Kabinet ini dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Hatta dan termasuk 11 anggota berhaluan Republik dan lima anggota berhaluan Federal.

Pemerintahan Federal ini berumur singkat. Sebab, terdapat perbedaan pandangan antara golongan Unitaris dan Federalis serta berkembangnya dukungan rakyat untuk membentuk negara kesatuan.

Baca Juga: Crystal Palace dan Nottingham Forest tertarik dengan Callum Hudson-Odoi dari Chelsea?

Sultan Hamid II menjabat sebagai Menteri Negara Zonder Portofolio dan selama jabatan menteri negara itu pula dia ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang, dan merumuskan gambar lambang negara.

Pada 10 Januari 1950, dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Portofolio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan R.M. Ngabehi Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

Baca Juga: Menuju Indonesia Emas 2045, Masyarakat NTT Perlu Kembangkan Kreatifitas dan Semangat Volunterisme

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku Bung Hatta Menjawab, untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin.

Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.

Sultan Hamid II meninggal 30 Maret 1978 di Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.***(Portal Jember/Hari Setiawan)

 

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: Portal Jember

Tags

Terkini

Terpopuler