Waduh! BPK Sumbar Temukan Indikasi Penyelewengan Dana Penanganan COVID-19

26 Februari 2021, 11:10 WIB
Ilustrasi Covid-19. /Pixabay/viarami

Zona Banten - Baru-baru ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Barat menemukanan adanya dua indikasi kerugian negara terkait penanganan COVID-19 oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar.

Perinciannya adalah, masing-masing Rp49 miliar belanja barang dan jasa terkait penanganan COVID-19 dengan sistem tunai dan Rp4,9 miliar penggelembungan harga untuk pengadaan cairan pembersih tangan.

Temuan dua penyelewengan tersebut, salah satunya adalah berkaitan dengan pengadaan hand sanitizer senilai Rp 4,9 miliar. Temuan itu mencuat setelah peristiwa pengusiran pejabat Pemprov Sumbar saat rapat panitia khusus (pansus).

Baca Juga: Tinjau Konsep Vaccine Drive Thru, Sandiaga: Semoga Terjadi di Semua Destinasi Pariwisata 

Wakil Ketua Pansus DPRD Sumbar, Nofrizon menyebut adanya pembelian barang yang lebih mahal dari harga semestinya. Hand sanitizer seharga Rp 9.000 dibeli dengan harga Rp 35.000.

"Harga sebenarnya Rp 9.000 per botol, namun dibeli Rp 35.000. Kemudian perusahaan atau rekanannya tidak bergerak di bidang pengadaan alat kesehatan," kata Nofrizon pada hari Selasa, 23 Februari 2021.

Selain itu Nofrizon mengatakan rekanan penyedia hand sanitizer itu justru bergerak di bidang batik tanah liat. Sejak 17 Februari 2021, Pansus telah bekerja menyelidiki kasus itu. "Ini yang akan kita selidiki di Pansus," kata Nofrizon.

Baca Juga: Perangi Sindikat, BP2MI Selamatkan 11 Calon Pekerja Migran Korban TPPO 

Dana Rp 49 miliar belum dilaporkan

Selain itu temuan lainnya ialah indikasi dana Rp 49 miliar yang belum dapat dipertanggungjawabkan. "DPRD Sumbar bentuk Pansus untuk menindaklanjuti LHP BPK RI tersebut. Ada Rp 49 miliar dana Covid-19 Sumbar yang belum bisa dipertanggungjawabkan," kata politisi Partai Demokrat itu.

Nofrizon juga menyebut ada temuan BPK RI berupa pembelian barang yang dibayar tunai. Padahal sebetulnya dalam aturan tidak diperbolehkan membayar secara tunai.

Nofrizon mengungkap ada keterlibatan istri pejabat dalam kaitan rekanan penyedia hand sanitizer. Pansus pun telah memanggil rekanan untuk meminta keterangan.

"Kita sudah panggil sejumlah rekanan. Mereka menjawab dapat proyek melalui istri pejabat di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) itu," kata Nofrizon.

Baca Juga: Terbongkar! Ini Manfaat Rahasia Jantung Pisang, Baik Bagi Penderita Diabetes 

Uang Rp 4,3 miliar dikembalikan

Sementara itu Kalaksa BPBD Sumbar Erman Rahman membenarkan adanya temuan itu. Total temuan tersebut ialah Rp 4,9 miliar dari harga hand sanitizer yang kemahalan.

"Ada temuan di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI sekitar Rp 4,9 miliar atas indikasi kemahalan harga barang," kata Erman.

Namun menurutnya, rekanan telah mengembalikan biaya barang yang kemahalan itu. "Sekitar Rp 4,3 miliar sudah dikembalikan. Sedangkan sisanya dalam minggu ini dibayarkan," ujarnya.

Baca Juga: Meski Menang Atas Granada, Napoli Gagal ke Babak Selanjutnya 

Klarifikasi Kuasa Pengguna Anggaran Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pengadaan hand sanitizer di BPBD Sumbar, Suyadi tidak mempermasalahkan perusahaan rekanan yang tidak berkecimpung di dunia medis. "Boleh siapa saja, termasuk keluarga pejabat.

Tapi harus memenuhi syarat," kata Suyadi. Pria yang akrab disapa Os itu pun mengatakan perusahaan tersebut sudah memiliki izin untuk pengadaan barang medis. "Betul dia perusahaan batik, tapi dia mengembangkan usahanya ke pengadaan barang medis sehingga memenuhi syarat," kata Os.

Hanya oknum Perusahaan batik tanah liek merasa dirugikan dengan kabar dugaan penyelewengan dana Covid-19 itu, karena perusahaan yang terlibat hanya satu. "Batik tanah liek itu ada beberapa toko yang berbeda pemiliknya.

Baca Juga: Ternyata, Kelebihan Racun di Dalam Tubuh Terlihat dalam Ciri Berikut Ini 

Tapi karena satu kasus ini, semuanya terbawa-bawa," kata salah satu pemilik perusahaan batik tanah liek, Muhammad Iqbal, Rabu,24 Februari lalu. Dia menegaskan perusahaannya tidak bergerak di bidang medis, apalagi melakukan korupsi.

"Silakan diungkap. Tidak semua batik tanah liek yang terlibat. Hanya satu oknum, tapi menyeret semua nama batik tanah liek," kata Iqbal.

Sebelumnya dalam rapat pansus dugaan korupsi itu, Pansus DPRD mengusir sejumlah pejabat OPD Pemprov Sumbar. Rapat dilakukan dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Senin, 22 Februari 2021.

Baca Juga: Lama di Jepang, Intip 7 Potret Terbaru Syahrini Bersama Sang Suami Makin Cetar Membahana Saat Liburan 

Kabarnya pengusiran dilakukan karena ada pejabat OPD dianggap sebagai mata-mata. Anggota Pansus lainnya, Muzli M Nur mengatakan ada hal yang bersifat rahasia alias tidak boleh diketahui pihak lain. Sebab hal tersebut masih dalam penyelidikan.

"Itu mungkin miskomunikasi saja. Tapi yang jelas, ada kerja kita yang tidak boleh diketahui dalam Pansus ini. Namanya saja penyelidikan Pansus," kata Muzli.

Menurutnya hanya ada satu OPD yang diundang, yakni dari BPBD Sumbar. "Pejabat OPD yang diundang hanya satu, yaitu Kalaksa BPBD Sumbar. Selebihnya tidak ada diundang Pansus," kata Muzli.***

Editor: Yuliansyah

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler