Krisis Ukraina: Pasukan Nenek-nenek dari Batalyon Babushka Siap Hadapi Agresi Militer Rusia

- 24 Februari 2022, 19:57 WIB
Krisis Ukraina: Pasukan Nenek-nenek dari Batalyon Babushka Siap Hadapi Agresi Militer Rusia. /PIXABAY/draldo
Krisis Ukraina: Pasukan Nenek-nenek dari Batalyon Babushka Siap Hadapi Agresi Militer Rusia. /PIXABAY/draldo /
 
ZONABANTEN.com - Pasukan nenek-nenek dari Batalyon Babushka siap menghadapi agresi militer Rusia dalam krisis Ukraina.
 
Para wanita lanjut usia (lansia) dalam Batalyon Babushka sudah berlatih secara militer sejak beberapa waktu yang lalu.
 
Mereka digembleng Batalyon Azov untuk menghadapi pecahnya krisis Ukraina, di mana kini Presiden Rusia Vladimir Putin sudah mengumumkan serangan militer.
 
Batalyon Azov merupakan sayap kanan Ukraina yang terdiri dari unit militer infanteri, bagian dari unit pasukan khusus di Garda Nasional Ukraina.
 
 
Mereka telah melatih penduduk di Mariupol, Ukraina untuk kemungkinan invasi Rusia di tengah ketegangan memasuki minggu yang kritis.
 
Setidaknya ada ratusan wanita lansia yang menjadi peserta dalam pelatihan militer tersebut, tanpa menyebut Batalyon Azov, dilansir Al Jazeera.
 
Beberapa wanita Ukraina yang sudah tua itu mengaku siap melakukan apa pun, setelah AS memperingatkan invasi Rusia bisa terjadi kapan saja.
 
Valentyna Konstantinovska berusia 79 tahun mengatakan siap mengangkat senjata dan melawan tentara Rusia untuk melindungi kotanya.
 
Bahkan, dia sudah bergabung dengan pasukan sukarelawan sejak Batalyon Babushka dibentuk ketika konflik pecah di Ukraina pada 2014.
 
Mereka saat itu membantu menggali parit, menyediakan persediaan, membuat jaring, menawarkan perawatan medis, dan bahkan membangun menara pengintai.
 
"Saya mencintai kota saya, saya tidak akan pergi. Putin tidak bisa menakut-nakuti kami," ucap Konstantinovska dilansir pada 14 Februari 2022.
 
"Ya, itu menakutkan, tetapi kami akan membela Ukraina kami sampai akhir," kata wanita lansia yang kini ikut mengajari penduduk kota.
 
Diselenggarakan oleh Batalyon Azov, pelatihan tersebut memberikan pelajaran dasar dalam keamanan senjata dan cara menembakkan senjata.
 
Selain itu, mereka juga mengajarkan perawatan medis tanggapan pertama hingga kelangsungan hidup dan evakuasi dalam knflik militer. 
 
Warga mengatakan itu adalah satu-satunya pelatihan keselamatan atau kesadaran yang mereka terima selama hampir delapan tahun konflik.
 
 
"Saya sudah bermimpi sejak 2014 untuk belajar menggunakan pistol," kata Konstantinovska lagi bercerita saat pertama kali bergabung Batalyon Babushka.
 
"Tetapi diberi tahu 'Babushka, kamu terlalu tua untuk itu. Anda akan terlempar ke belakang posisi Anda'," ujarnya.
 
Kini, dia mendapatkan kesempatan berlatih membidik senapan serbu model AK-47, sembari berbaring di atas matras yoga dengan mantel sutra berwarna lemon.
 
Anggota lainnya, Liudmyla Smahlenko berusia 65 tahun. Dia kehilangan seorang kerabat yang terbunuh saat menghadapi separatis di Ukraina timur pada 2015.
 
Dia mengatakan setelah bertahun-tahun menjadi sukarelawan dalam perang, dia telah mengembangkan perasaan yang kuat untuk para pemuda yang berperang.
 
"Kami sudah menjadi Batalyon Babushka," kata Smahlenko yang saat itu berpakaian pink kehitaman dari ujung kepala hingga ujung kaki.
 
"Pada 2014, kami menggali parit, mendirikan pangkalan dan menyumbangkan bantal dan selimut, piring, mug; membawa semua yang kami bisa," ujarnya. 
 
 
Kini, dia juga siap untuk melakukan apa pun yang diperlukan untuk melindungi Mariupol dan menunjukkan terima kasih kepada para pemuda yang telah berjuang.
 
"Saya siap bertarung jika Rusia menyerang, bahkan jika saya harus berkelahi dengan mereka. Mereka bukan saudara kita," ujar Smahlenko.
 
Ada pula Liudmyla Halbay, 72 tahun, yang menyelenggarakan kelas bahasa Ukraina gratis di wilayah yang didominasi penutur bahasa Rusia itu.
 
Menurutnya, pelatihan di Batalyon Babushka telah membuatnya merasa lebih aman di tengah prediksi apokaliptik yang dipimpin oleh media Barat.
 
"Saya tidak memiliki tas evakuasi pada 2014 dan saya tidak memilikinya sekarang," kata Halbay yang berpakaian serba hitam dengan topi berbulu.
 
"Ketika semuanya terbakar dan runtuh di sekitar saya, yang saya lakukan hanyalah melihat bagaimana saya bisa membantu," ucapnya.
 
"Kita harus bertahan entah bagaimana dan ini membantu meredakan rasa takut. Kami berharap dunia akan membantu dan perang tidak akan terjadi," ujarnya.
 
Sementara itu, gerakan Azov merupakan gerakan ultra nasionalis yang dituduh terlibat dalam ideologi supremasi neo-Nazi dan kulit putih.
 
 
Kelompok berbasis di Kyiv, ibu kota Ukraina itu juga terjun dalam politik, tapi gagal memenangkan kursi di parlemen pada pemilu 2019.
 
Namun di Mariupol, pasukan militer Azov dianggap sebagai pembela kota setelah merebutnya kembali dari pendudukan separatis yang didukung Rusia pada 2014.
 
Dengan basis hanya berjarak 40 km dari pusat kota pelabuhan strategis itu, mereka menjadi garis pertahanan pertama jika terjadi serangan.
 
Sejak Azov dilarang dari Facebook pada 2019 karena ujaran kebencian, kini pelatihan militer mereka dipromosikan melalui Instagram.
 
Namun, tanpa menyebutkan keterlibatan Azov, dan tidak semua dari 300 atau lebih peserta mengetahui siapa yang menyelenggarakannya.
 
Anggota Azov mengatakan pelatihan yang rencananya akan dilakukan secara rutin itu bertujuan membantu mempersiapkan penduduk.
 
Mereka diharapkan dapat lebih mandiri jika terjadi serangan, sehingga akan memungkinkan tentara untuk berkonsentrasi pada masalah militer.
 
 
"Kami tidak bisa membenamkan kepala kami di pasir karena itu paling tidak bertanggung jawab," kata seorang komandan Azov, yang tau mau disebut namanya.
 
"Jadi kami menyelenggarakan kegiatan ini secara khusus untuk mengambil tanggung jawab di pundak kami sendiri," ucapnya.
 
"Warga sipil di sini adalah tanggung jawab kami dan mereka perlu tahu bahwa kami akan berdiri di sini sampai titik darah penghabisan," ujarnya.
 
"Kami akan berdiri di tanah kami sampai kami mati," kata komandan Azov itu menambahkan pernyataannya.
 
Sedang bagi Konstantinovska, yang tidak punya kepentingan politik apapun, satu-satunya ideologi yang dia pedulikan adalah "membela tanah air mereka."
 
Itulah yang dia yakini dengan sepenuh hati, dan akan melakukan apapun yang dia bisa untuk membantu.***

Editor: Bayu Kurniya Sandi

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x