Komite kredensial Majelis Umum PBB juga mengatakan bahwa Kyaw Moe Tun tetap dapat menjabat, hingga ditetapkan siapa yang harus mewakili Myanmar.
Sementara Human Rights Watch dan Global Justice Center mengatakan bahwa militer tidak memiliki pengaruh apa-apa dalam persidangan, karena tidak memiliki perwakilan tetap yang terakreditasi ke pengadilan.
Komunikasi biasanya dilakukan kepada panitera melalui Menteri Luar Negeri yang mereka punya, atau Duta Besar mereka yang terhubung dengan Belanda.
Tetapi meskipun ada kendala terkait perwakilan, kelompok hak asasi dan Rohingya berpendapat bahwa ini semakin mendesak, terutama dengan meningkatnya kekerasan terhadap gerakan anti-kudeta.
Setidaknya lebih dari 1.560 orang tewas semenjak para petinggi militer itu merebut kekuasaan, disertai peningkatan kekerasan bagi minoritas di negara tersebut.
“Ketika militer Myanmar terus melakukan kekejaman terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta dan etnis minoritas, harus diperhatikan bahwa akan ada konsekuensi atas tindakan ini. Masa lalu, sekarang, dan masa depan,” kata Akila Radhakrishnan, presiden Pusat Keadilan Global.***