Kuwait Cabut Hukum Terkait Transgender, Dianggap Melanggar Kebebasan Pribadi dan Menangkap Trans Seenaknya

- 20 Februari 2022, 18:42 WIB
Ilustrasi Kuwait
Ilustrasi Kuwait // Pixabay/Hans

Sebagai negara dengan kota kecil yang begitu kaya akan minyak di Teluk Persia dan politik yang sedikit lebih terbuka dibandingkan tetangganya yang otoriter, Kuwait tidak serta merta menjadi penentu kebebasan seksual di Kawasan tersebut.

Akan tetapi, Lyn Maalouf, yang merupakan wakil direktur Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, menyambut baik keputusan itu sebagai “terobosan besar.”

Namun, ia meminta kepada Kuwait untuk lebih memastikan undang-undang tersebut dicabut sepenuhnya serta mengakhiri praktik penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan kepada orang-orang transgender.

Pada Rabu (16 Februari 2022), Lyn Maalouf juga mengungkapkan, “Pasal 198 sangat diskriminatif, terlalu kabur dan seharusnya tidak pernah diterima menjadi undang-undang sejak awal.”

Baca Juga: KUMPULAN HARI INI 25 OKTOBER 2021: Buku Harian Seorang Istri hingga Dinda Syarif Dibully Karena Transgender

Sebelumnya, undang-undang tersebut telah disahkan pada Mei 2007 lalu, saat Majelis Nasional Kuwait mengamandemen hukum pidana untuk mengkriminalisasi gerakan “tidak senonoh” di depan umum dan meniru lawan jenis, bisa dihukum maksimal satu tahun penjara dan dikenakan denda.

Setelah tiga belas tahun berlalu, hal itu memunculkan kontroversi di luar perbatasan Kuwait, ketika influencer sebuah media sosial transgender Kuwait mempostingan serangkaian video Snapchat yang menuduh petugas polisi secara sewenang-wenang menahannya selama tujuh bulan di tahun 2019 lalu, berdasarkan Pasal 198. Ia mengatakan bahwa dirinya ditahan di penjara pria dan petugas memperkosa serta memukulinya.

“Semua ini karena aku trans?”, ucap wanita tersebut, Maha al-Mutairi, menangis di salah satu video, menuduh petugas polisi berulang kali melecehkannya karena “meniru lawan jenis,” meskipun ia telah mencoba untuk menuruti tuntutan mereka dengan memotong pendek rambutnya, mengikat payudaranya, serta menggunakan pakaian dishdasha, yang merupakan pakaian jubah putih tradisional yang biasanya dikenakan oleh pria di teluk.

Ia juga mengatakan, “Tuhan membuat saya seperti ini. Saya berharap bahwa saya merasa seperti seorang pria jauh di ubuk hati. Saya akan membayar semua uang di dunia untuk merasa seperti pria normal. Kenapa kau melakukan ini padaku?”

Video tersebut pun cukup untuk membuat Ms. Al-Mutairi dipanggilan oleh pihak berwenang Kuwait. Tetapi, mereka juga mendorong beberapa warga Kuwait untuk membelanya, hingga mengundang kecaman internasional terkait Pasal 198 tersebut.

Halaman:

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: The New York Times


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah