Si Kembar June dan Jennifer Gibbons: Salah Satu Harus Meninggal Agar yang Lain Bisa Hidup

- 10 Januari 2022, 13:38 WIB
Si Kembar June dan Jennifer Gibbons: Salah Satu Harus Meninggal Agar yang Lain Bisa Hidup. /All That Interesting
Si Kembar June dan Jennifer Gibbons: Salah Satu Harus Meninggal Agar yang Lain Bisa Hidup. /All That Interesting /

ZONABANTEN.com - Seorang jurnalis investigasi yang pertama kali mengangkat kasus ini adalah Marjorie Wallace dari Sunday Times. Ia mulai bertemu dengan June dan Jennifer di tahun 1980 dan kemudian mencatat hubungan yang tidak biasa antara keduanya.

Kedua gadis kecil ini lahir pada tahun 1963  dan dibesarkan di sebuah kota di Wales bernama Havefordwest, Amerika Serikat.

June lahir lebih dulu, tapi Jennifer lah yang berkembang menjadi lebih kuat dan dominan. Faktanya, seorang ahli medis mengatakan bahwa Jennifer kadang-kadang mengontrol saudara perempuannya.

Jika ditarik kebelakang, kehidupan mereka bisa dikatakan tidak bahagia. Jennifer dan June adalah satu-satunya anak berkulit hitam di kota Havefordwest.

Baca Juga: Anjing Terlatih Ini Mampu Layani Penyandang Disabilitas Ex Anggota Marinir Amerika Serikat, Ini Kisahnya

Dikucilkan dan diintimidasi begitu parah menjadi makanan mereka setiap hari. Guru-guru di sekolahnya pun sering mengizinkan Jennifer dan Jane untuk pulang terlebih dahulu agar para siswa tidak mengolok-oloknya saat perjalanan pulang.

Akibatnya, mereka berhenti untuk berbicara dengan semua orang diusianya yang masih belia. Baik Jennifer dan June hanya berkomunikasi satu sama lain dengan bahasa pribadi yang hanya mereka saja yang bisa memahami.

Bahkan, pada usia 11 tahun, June dan Jennifer sering berjalan bersama di sekitar kota dan sering menyamakan langkah kaki saat berjalan. Anehnya, saat ada yang melirik kearah mereka, keduanya akan segera 'membeku' sepenuhnya sampai orang yang lewat memalingkan muka.

Dari kejadian tersebut membuat seorang terapis terpaksa memisahkan keduanya. Rupanya hal itu sia-sia. Jennifer dan Jane malah memperlihatkan perilaku yang lebih parah, yakni tidak mau bergerak maupun berbicara sama sekali.

Baca Juga: Duh! Varian COVID-19 Terbaru dengan Nama Deltacron Telah Terdeteksi, Ada 25 Kasus Sejauh Ini

Alhasil mereka dipersatukan kembali. Mulai dari hari itu, Jennifer dan Jane sering mengurung di kamar, menolak untuk makan, dan mengaku membangun imajinasi di dalam kamarnya.

Mereka juga menamai dan membuat cerita yang aneh untuk boneka-boneka yang dimiliki, seperti kapan kematian boneka-boneka tersebut sekaligus penyebab kematian yang sangat spesifik dicatat dalam sebuah buku.
 
Seiring berjalannya waktu, keduanya tumbuh menjadi gadis remaja berumur 16 tahun. Mereka mencatat kehidupan mereka secara rinci dalam buku harian masing-masing.

June dan Jennifer Gibbons saat beranjak remaja. /All That Interesting
June dan Jennifer Gibbons saat beranjak remaja. /All That Interesting


Buku harian itu merekam transisi memilukan dalam hubungan mereka. Alih-alih menemukan kenyamanan dalam kedekatan sebagai saudara, Jennifer dan Jane mulai saling menyerang satu sama lain.

“Kami telah menjadi musuh yang fatal di mata satu sama lain,” tulis Jennifer.

“Aku berkata pada diri sendiri, bisakah diriku menyingkirkan bayanganku sendiri, mungkin atau tidak mungkin? Tanpa bayanganku, apakah aku akan mati? Tanpa bayanganku, apakah aku akan memperoleh kehidupan bebas atau dibiarkan mati?," tulisnya kembali.

Sedangkan dalam buku harian June tertulis, “Dia ingin kita setara. Ada kilatan pembunuhan di matanya. Saya takut padanya. Ya Tuhan, dia tidak normal, seseorang membuatnya gila. Apakah Itu saya?

Baca Juga: Imigran China Meninggal Usai Diserang Secara Brutal di New York

Tidak hanya itu, mereka mulai menulis novel. Sekali lagi, subjeknya gelap, yakni seorang anak laki-laki Amerika yang kecanduan Pepsi-Cola yang dirayu oleh gurunya dan anak laki-laki yang memilik seorang ayah ahli bedah namun mentransplantasikan jantung anjing ke dalam tubuhnya.

Setelah membuat keributan seperti terus-menerus menenggak minuman beralkohol, memakai narkoba, saling memukul, dan bahkan membakar sebuah toko traktor dan sebuah kampus yang menyebabkan kerugian lebih dari $200, Jennifer dan June dibawa ke Rumah Sakit Broadmoor, sebuah institusi psikiatri di Crowthorne, Inggris.

Dalam biografi Wallace ia melaporkan bahwa di rumah sakit tersebut, si kembar memutuskan salah satu dari mereka harus mati agar yang lain bisa hidup. Jennifer, si kembar yang lebih kuat, setuju untuk menjadi korban dalam perjanjian yang fatal ini.

Keduanya menjalani perawatan di Rumah Sakit Broadmoor selama 11 tahun. Ketika hampir berusia 30 tahun, mereka dipindahkan ke sebuah klinik di daerah Wales.

Dalam perjalanan di bus, Jennifer meletakkan kepalanya di bahu June dan berkata, "Akhirnya, kita keluar." Selama perjalanan Jennifer dilaporkan terus tertidur dengan mata terbuka.

Baca Juga: Niat Ingin Melihat Salju, 21 Orang Tewas Membeku dalam Kendaraan di Pakistan

Sampai di tujuan, Jennifer tidak memberikan respon apapun. Setelah dilakukan pemeriksaan, ia dinyatakan meninggal akibat peradangan hati, tetapi tidak ada penyebab yang jelas dari peradangan yang ditemukan.

Jennifer dikatakan dalam keadaan sehat dan tidak terdeteksi mengonsumsi obat-obatan atau alkohol dalam sistem tubuhnya.

Setelah saudara kembarnya tiada, June mulai membuka diri bagaimana gadis-gadis itu mengasingkan diri dengan berbicara dalam bahasa mereka sendiri.

Rupanya Jennifer dan June awalnya hanya menganggap berbicara cepat sebagai lelucon saja, namun karena sudah terlalu lama berkomunikasi dengan bahasa tersebut membuat mereka 'terjebak' dan Jennifer terus memaksa June untuk berbicara seperti itu.

Dengan ketidakhadiran Jennifer, June mulai lebih banyak berinteraksi dengan orang lain. Klinik tersebut membebaskannya pada tahun 1994, dan ia diterima kembali di lingkungannya.

Baca Juga: Polisi Temukan Mayat Seorang Pemain Ski yang Hilang Sejak Hari Natal di Pegunungan California

Sebelumnya ia dikenal tidak pernah bersikap ramah. Setelah kematian Jennifer, June berubah 180 derajat sebagai wanita mandiri dan ramah.

Marjorie Wallace menjelaskan bagaimana June harus mendamaikan 'kesedihan yang mengerikan' dan 'kebebasan yang telah diberikan Jennifer kepadanya'.

June dilaporkan selalu mengunjungi makam saudara perempuannya setiap minggu, dan terus mengonsumsi obat yang diyakini dokter June menderita skizofrenia.

Ia juga menulis sebuah puisi yang diperuntukan untuk Jennifer. "Kita pernah menjadi dua, kita berdua menjadi satu, kita bukan lagi dua melalui hidup menjadi satu, beristirahatlah dalam damai."***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: Ranker The Line up


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x