Mantan Tahanan Guantanamo Ceritakan Siksaan yang Diterimanya Selama Dipenjara: Disetrum, hingga Digantung

- 24 September 2021, 08:46 WIB
Mantan Tahanan Guantanamo Ceritakan Siksaan yang Diterimanya Selama Dipenjara
Mantan Tahanan Guantanamo Ceritakan Siksaan yang Diterimanya Selama Dipenjara /Reuters

ZONA‌‌‌‌BANTEN.com‌‌—‌‌‌‌ Rombongan mantan tahanan Guantanamo dan beberapa anggota Taliban mengunjungi penjara di provinsi Parwan tersebut dan mengingat perlakuan yang dihadapi mereka.

Hajimumin Hamzah berjalan melalui koridor yang panjang dan gelap dan dengan hati-hati memeriksa area tersebut seolah-olah dia belum pernah melihatnya sebelumnya.

Hari ini, pria berusia 36 tahun itu menjadi pemandu bagi sesama pejuang Taliban di tempat yang namanya lebih suka dia lupakan.

Baca Juga: TEPCO Serahkan Laporan Kasus Keamanan Nuklir, Unit Pembangkit yang Bisa Beroperasi Masih Belum Mendapat Izin

Matanya berhenti di kursi soliter yang tergeletak di jalan setapak.

“Mereka biasa mengikat kami ke kursi ini, tangan dan kaki kami, dan kemudian menyetrum kami. Kadang-kadang mereka juga menggunakannya untuk pemukulan,” ujar Hamza.

Hamza menceritakan penyiksaan yang dialaminya selama ditahan di penjara Bagram antara 2017 hingga awal jatuhnya Kabul bulan lalu, ketika dia berhasil melarikan diri.

Baca Juga: Kapan Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 22 Dibuka? Ini Prediksi Informasi Lengkapnya

Amerika Serikat mendirikan Fasilitas Penahanan Parwan, yang dikenal sebagai Bagram, atau Guantanamo di Afghanistan, pada akhir tahun 2001 untuk menampung para pejuang bersenjata setelah Taliban melancarkan pemberontakan menyusul digulingkannya kelompok itu dari kekuasaan dalam invasi militer.

Fasilitas yang terletak di dalam pangkalan udara Bagram di provinsi Parwan dimaksudkan untuk berdiri sementara.

Tapi ternyata fasilitas tersebut menampung lebih dari 5.000 tahanan sampai pintunya dibuka paksa, beberapa hari sebelum Taliban mengambil alih Afghanistan pada 15 Agustus.

Baca Juga: Jadwal Trans7 Hari Ini Jumat, 24 September 2021: Lapor Pak, OVJ dan The Police

Sultan, yang ditahan di Bagram antara 2014 dan Agustus 2021.

Dalam masa penahanan tersebut, Sultan bersaksi dia kehilangan giginya selama apa yang kemudian dikenal sebagai teknik interogasi yang ditingkatkan (enhanced interrogation) yang menurut kelompok hak asasi manusia sama dengan penyiksaan dan melanggar hukum internasional.

Kelompok anggota Taliban tersebut melewati sebuah plakat besar yang terletak di dinding penjara dengan kutipan dari Konvensi Jenewa dalam bahasa Inggris dan Dari.

Tetapi tidak ada dari rombongan tersebut yang peduli untuk membacanya.

Baca Juga: Prediksi Ikatan Cinta RCTI Jumat 24 September 2021: Curiga Rendy Lakukan Teror, Aldebaran Minta Bantuan Angga

“Perbuatan-perbuatan berikut ini adalah dan akan tetap dilarang kapan pun dan di mana pun (…). Kekerasan terhadap hidup dan pribadi, khususnya pembunuhan dalam segala jenis, mutilasi, perlakuan kejam dan penyiksaan,” ujar tulisan tersebut.

Tetapi mereka semua tahu bahwa di Bagram, tidak ada aturan yang diterapkan.

Seperti yang dikatakan mantan tahanan, jika Anda memasuki Bagram, tidak ada jalan keluar.

Menurut narasumber Al Jazeera, perlakuan yang diberikan pada penjara tersebut bisa membuat seseorang yang bukan pejuang sebelum berada di sana, untuk berubah menjadi pejuang tersebut.

Baca Juga: Serie A: AC Milan Lanjutkan Tren Positif dengan Raih Kemenangan

Tak satu pun dari ribuan narapidana yang ditahan pada situs selama 20 tahun perang Amerika, menerima status tawanan perang.

Pada tahun 2002, setelah kematian dua tahanan Afghanistan dalam tahanan, fasilitas itu berada di bawah pengawasan dan tujuh tentara Amerika menghadapi dakwaan.

Namun, pelecehan tersebut terus berlanjut dan segera menjadi bagian dari apa yang dikenal sebagai ‘buku pegangan Bagram’.

Hamzah mengingat lebih dari sekedar sengatan listrik.

Baca Juga: CEK FAKTA: Jaringan Internet di Indonesia Dikabarkan Mati Total Pada 24-30 September

Hamzah juga ingat saat mereka menggantung tubuhnya terbalik selama berjam-jam.

Air dan gas air mata dituangkan ke tahanan yang sedang tidur dari jeruji di langit-langit sel. Dikurung dalam sel kecil tanpa jendela selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan tanpa lampu atau bola lampu yang menyala 24/7.

Menurut mantan narapidana, tidak satu pun dari mereka yang mengalami kurungan isolasi, yang disebut "penjara hitam", yang keberadaannya disangkal oleh AS, meninggalkan sel-sel yang sehat secara psikologis.

“Ada banyak bentuk penyiksaan yang berbeda, termasuk pelecehan seksual. Mereka menggunakan perangkat untuk membuat kami tidak seperti laki-laki,” ujar Hamzah tanpa memberikan rincian.

Baca Juga: Pemerintah Indonesia Pastikan Stok Vaksin Aman, Dirjen IKP: Diplomasi Antarnegara Dioptimalkan

“Secara psikologis sulit bagi saya untuk mengingat semua yang terjadi. Penyiksaan sebagian besar dilakukan oleh orang Afghanistan, terkadang orang Amerika. Tapi pesanan datang dari AS.” ujar menjelaskan.

Hamzah bergabung dengan Taliban pada usia 16 tahun setelah invasi AS.

Di matanya, Amerika adalah penjajah yang menduduki tanahnya.

Hamzah melihat berperang melawan mereka sebagai kewajibannya sebagai seorang Muslim dan Afghanistan.

Hamzah mendapatkan pelatihan dalam pembuatan bom dan IED (Improvised Explosive Device) setelah kelasnya di departemen pertanian di Universitas Kabul.

Baca Juga: Jadwal RCTI Hari Jumat 24 September 2021, Ada Ikatan Cinta hingga Putri Untuk Pangeran

Dia ditahan pada musim panas 2017 dan pertama kali dipindahkan ke penjara Safariad di Kabul.

Dia kemudian dikirim ke dua fasilitas penahanan lainnya sebelum berakhir di Bagram empat bulan kemudian.

Seperti yang dia katakan, dia disiksa di semua penjara yang dia lewati. Pada akhirnya, dia dijatuhi hukuman 25 tahun.

“Delapan puluh lima persen orang di Bagram adalah Taliban, sisanya adalah anggota Daesh [ISIL, atau ISIS].” ujar Hamza.

Baca Juga: 5 Alasan Wajib Menonton Drama Yumi’s Cells, Dijamin Ketagihan

“Ketika pasukan Amerika dan Afghanistan melakukan operasi mereka dan tidak dapat menemukan anggota Taliban, mereka akan menangkap orang yang tidak bersalah.” ujar Hamza menambahkan.

“Beberapa dari mereka ditahan di sini selama bertahun-tahun sebelum dibebaskan karena kurangnya bukti,” ujar Hamza.

Mantan tahanan, bersama dengan sekelompok Taliban, berjalan melalui sel-sel di barak penjara dan mengambil foto dari apa yang tersisa.

Pakaian, barang-barang pribadi, dan cangkir teh berserakan di lantai.

Baca Juga: Link Steaming ML PON XX Papua 2021, Catat Jadwal Mainnya Jangan Sampai Ketinggalan

Menurut para tahanan, sel tersebut menahan hingga 34 narapidana, dinding sel tersebut dipenuhi tulisan dalam bahasa Pashto dan Dari.

“Kami melakukan itu karena kami ingin meninggalkan kesaksian jika Amerika membunuh kami. Agar orang tahu bahwa kami ada di sini,” ujar Hamzah.***

Editor: Bunga Angeli

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah