Benarkah Ada Toleransi Beragama di Yerusalem?

9 Mei 2022, 15:10 WIB
Ilustrasi Yerusalem /Pixabay/696188/

ZONABANTEN.com - Yerusalem adalah kota suci tiga agama, yang mana statusnya masih diperdebatkan hingga saat ini.

Status tak pasti dari Yerusalem, tak lepas dari perseteruan lama Israel-Palestina, yang sama-sama mengklaim kepemilikan atas kota itu.

Israel mengklaim bahwa Yerusalem adalah ibu kota mereka, yang selama ini dimiliki, tetapi direnggut, hingga diperoleh kembali.

Sementara Palestina mengklaim Yerusalem sebagai kota mereka, yang selama ini telah ada bersama-sama mereka selama berabad-abad.

Baca Juga: Sampai Kapan Aroma Parfum Bisa Bertahan? Simak Faktor dan Tanda-tanda Wewangian Sudah Tidak Layak Digunakan

Menanggapi konflik Israel-Palestina, banyak yang melihat bahwa ini adalah konflik politik, dimana agama tak terlibat di dalamnya.

Tentu saja pemikiran ini akan muncul, jika melihat fakta yang ada di kota tersebut, dimana sejumlah situs suci masih berdiri, meskipun Yerusalem telah dikuasai oleh negara Yahudi itu.

Sebut saja Gereja Makam Kudus dan Masjid Al-Aqsa termasuk Masjid Kubah Emas, yang masih berdiri kokoh hingga saat ini.

Tak hanya berdiri kokoh, sejumlah peribadatan dalam situs itu masih bisa dilakukan, bahkan mendapatkan jaminan.

Tetapi, apakah ini menjadi indikasi yang membuktikan bahwa Israel menjunjung kebebasan beragama selama ini?

Baca Juga: Cairkan Bansos BPNT Kartu Sembako 2022 di Kantor Pos, Simak Jadwal dan Alur Pengambilannya

19 Juli 2018, Knesset Israel mengesahkan Undang-Undang Negara Bangsa, yang menyatakan bahwa Israel adalah tanah air bersejarah orang-orang Yahudi.

Undang-Undang ini, memberikan hak spesial bagi orang-orang Yahudi, untuk menentukan nasib negara Israel.

Ini adalah prinsip dasar negara Yahudi, dimana orang-orang Arab termasuk Palestine, agama selain Yahudi, tidak punya hak untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Meskipun Israel adalah sebuah negara Yahudi, tetapi Yahudi bukan satu-satunya komunitas yang hidup di negara itu.

Dikutip dari Middle East Monitor, setidaknya seperlima dari populasi warga Israel adalah etnis Arab, yang mana agama mereka mayoritas Islam dan sebagian kecil Kristen.

Baca Juga: Fraksi PSI Minta Pemkot Tangsel Jangan Gagap Hadapi Isu Hepatitis Akut

Tak hanya itu, 16 tahun sebelum Undang-Undang ini dibuat, sebuah keputusan kontroversial pun dilakukan untuk memisahkan tepi barat dari negara Israel.

Sepanjang 143 km, Israel membangun apa yang disebut sebagai Tembok Pemisah, yang tidak hanya memotong daerah itu secara geografi, tetapi juga memotong hak hidup orang Palestina.

Ratusan ribu warga Palestina di 67 desa, harus terpisah dari tanah mereka, keluarga, bahkan situs-situs suci mereka.

Pemandangan toleransi yang meresahkan bahkan tak hanya datang dari warga muslim saja. Selama perayaan Lailatul Qadar bulan lalu, sebuah keresahan tak terlihat datang dari komunitas Kristen.

Dilansir dari Middle East Monitor, ketika ratusan ribu umat Islam berkumpul di Masjid Al-Aqsa untuk berdoa, komunitas Kristen Palestina justru tidak bisa masuk dalam gereja mereka.

Baca Juga: Bacaan Niat Puasa Syawal dan Ketentuan Pelaksanaannya bagi Muslimah yang Memiliki Hutang Puasa Ramadhan

Polisi membuat garis-garis pemisah, dimana hanya orang-orang Kristen asing yang diperbolehkan masuk dalam gereja itu.

Middle East Monitor melihat bahwa ini seperti sebuah rencana sistematis untuk mengosongkan situs suci Kristen dari umat-umat mereka.

Pemikiran ini wajar muncul jika melihat dari banyaknya fanatik Yahudi Israel, yang diizinkan untuk menodai situs suci agama selain yang mereka anut, yaitu Islam dan Kristen.***

Editor: IDHY ADHYANINDA SUGENG MULYANDINI

Sumber: Middle East Monitor

Tags

Terkini

Terpopuler