Waduh! Usai Temukan Reruntuhan Kota Tertua di Amerika, Anjing Arkeolog Ini Diracun

4 Januari 2021, 18:35 WIB
Ilustrasi penggalian arkeologi.* /Pixabay/Goumbik

ZONABANTEN.com - Waduh! Usai Temukan Reruntuhan Kota Tertua di Amerika, Anjing Arkeolog Ini Diracun

Adalah Ruth Shady, arkeolog yang menemukan reruntuhan kota tertua di Amerika, mendapatkan ancaman dari penghuni ilegal reruntuhan.

Ancaman itu ia dapatkan melalui telepon serta berbagai macam pesan yang masuk ke pekerja di situs arkeologi di Peru.

Baca Juga: Pemain Badminton Nasional, Kevin Sanjaya Positif Terinfeksi Covid-19, Batal Bertanding di Thailand

Laporan mengenai invasi dari situs reruntuhan kuno Caral tersebut juga diberikan kepada polisi dan jaksa.

Shady mengungkapkan bahwa pengacara dari situs tersebut mendapat ancaman apabila mereka tetap melindunginya maka mereka juga akan membunuhnya dan menguburnya lima meter di bawah tanah.

Para penghuni liar juga membunuh anjing milik Shady sebagai peringatan.

Baca Juga: Kemana Miliarder China Jack Ma? Bos Alibaba Menghilang setelah Kritik Pemerintah China

Anjing tersebut dibunuh dengan diracun dan terdapat ancaman bahwa hal tersebut juga akan terjadi padanya.

Ancaman atau serangan yang didapatnya bukanlah hal yang pertama kali terjadi.

Pada 2003, perempuan yang kini berusia 73 tahun tersebut pernah mendapatkan tembakan di dada dalam peristiwa penyerangan di kompleks arkeologi yang dinyatakan sebagai situs warisan oleh Unesco.

Baca Juga: UNIK! Pria Ini Sukses Setelah Tidak Melakukan Apapun dalam Bekerja 

Artikel ini sebelumnya telah dimuat di kabarlumajang.com dengan judul, Arkeolog Penemu Reruntuhan Kota Tertua di Amerika Mendapat Ancaman

Setelah sembilan kali invasi yang terjadi di kota suci itu selama masa pandemi, Shady kemudian meminta otoritas untuk melakukan intervensi.

Namun, ia mengkhawatirkan bahwa tak ada otoritas yang didedikasikan untuk melindungi situs bersejarah tersebut.

Baca Juga: Kasus Kekerasan Anak 'Hantui' Kota Tangerang Selatan

Pada Juli, penghuni liar merusak tembok, meruntuhkan tanah serta menghancurkan keramik kuno dan makam yang berisi mumi dengan menggunakan alat penggali berat.

Aksi perusakan tersebut dapat dihentikan oleh polisi dan staf situs tersebut.

Atas permintaan Shady, kini mobil polisi berpatroli pada siang dan malam di sekitar area situs arkeologi, tetapi tak ada yang dapat dilakukan untuk menghukum orang yang melakukan invasi terhadap reruntuhan tersebut.

Baca Juga: Siapa Julian Assange? Ini yang Perlu Diketahui Tentang Pendiri WikiLeaks

Para penghuni liar tersebut dipercaya berasal dari satu keluarga besar.

Mereka mengaku bahwa tanah tersebut diberikan kepada mereka pada 1970 ketika reformasi agraria Peru yang kontroversial terjadi.

Namun, Shady menyangkal klaim tersebut seperti yang dilansir dari The Guardian.

Ia mengatakan bahwa mereka sama sekali tak memiliki hak atas tanah tersebut karena tanah tersebut masih dalam wilayah negara bagian Peru.

Baca Juga: Pelajar dan Pelaku UMKM Gratis Bikin SIM, Cek Infonya

Shady mengatakan bahwa upaya untuk melakukan pengusiran penghuni liar pada Desember gagal ketika jaksa lokal dan petugas gagal memberikan perintah untuk melakukan proses pengusiran kendati mendapatkan persetujuan dari kepolisian lokal.

Shady pertama kali mengunjungi Caral pada 1978.

Namun, ia baru menemukan kota tua tersebut pada 1994 dan mulai menggali situs yang terletak di padang pasir di Supe River Valley, sekitar 200 km dari Utara Lima.

Baca Juga: Harga Kedelai Naik, Pedagang Tempe Tahu di Tangsel Libur

Apa yang ditemukan oleh Shady adalah pusat peradaban tertua yang ada di Amerika yang dideskripsikan oleh Unesco telah digali dengan baik.

Shady dan timnya pun terus berusaha untuk menginvestigasi dan melakukan penggalian.

Dari proses penggalian tersebut, separuh dari 24 terletak di Supe Valley yang merupakan bagian dari peradaban Cara Supe.

Baca Juga: Terkini! Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika 4 Januari 2021: Rupiah Ngebut, Dolar Kalang Kabut

Mereka juga menemukan alat musik kuno seperti flute yang terbuat dari binatang dan tulang burung serta bukti dari budidaya kapas multi warna yang digunakan dalam tekstil. ***(Sigit Wibisono/Kabar Lumajang)

Editor: Yuliansyah

Sumber: Kabar Lumajang

Tags

Terkini

Terpopuler