UU Cipta Kerja Cantumkan Pasal Kontroversial dan Bermasalah, Cek Detilnya

- 6 Oktober 2020, 12:42 WIB
Demo Buruh di Jakarta, pasca disahkan RUU Cipta Kerja / Net
Demo Buruh di Jakarta, pasca disahkan RUU Cipta Kerja / Net /

ZONABANTEN.com – Secara resmi, DPR RI resmi mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja dalam rapat paripurna,  Senin 5 Oktober 2020.

UU Cipta Kerja ini menimbulkan polemik dan mendapat tentangan.

UU Cipta Kerja ini dianggap merugikan kaum buruh.

Namun sayangnya, para pemangku kebijakan tetap mengesahkannya.

Baca Juga: Soal Isu SARA, PDI Perjuangan Tangsel: Pihak yang Didukung Oknum Lurah Panik

UU Cipta Kerja ini lantas  memicu gelombang demo dari sekelompok buruh hingga masyarakt.

Seperti diketahui,  UU Cipta Kerja sendiri terdiri atas 15 bab dan 174 pasal, yang mengatur mengenai ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.

Di dalam UU Cipta Kerja ini  ini sendiri, ada beberapa pasal-pasal yang berpotensi menimbulkan masalah dan kontroversial.

Berikut beberapa pasal  yang bermasalah serta kontroverisial  dalam UU Cipta Kerja, seperti dikutip dari portal zonajakarta.com yang berjudul Tetap Diresmikan Meski Dapat Pertentangan, ini Pasal Kontroversial dan Bermasalah di UU Cipta Kerja

Baca Juga: Cek Disini, Bantuan Pemerintah di Bulan Oktober: Listrik Turun, Kuota Internet hingga BLT

Pasal 59

UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.

Baca Juga: Pihak YG Klarifikasi dan Bantah Kritikan Kostum Ketat Jennie di MV ‘Lovesick Girs’, Begini Katanya

Pasal 79

Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan, dipangkas.

Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.

Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.

Baca Juga: Asyik! Bulan Oktober Puncak Hujan Meteor, Ada yang bisa Dilihat tanpa Alat Bantu 

Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Kemudian Pasal 79 ayat (5) menyebut, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Baca Juga: Hendak Diklarifikasi BKPP Tangsel, Oknum Lurah Penyebar Isu SARA Sakit

Pasal 88

UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja.

Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.

Tujuh kebijakan itu, yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Pasal 88 Ayat (4) kemudian menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan Peraturan Pemerintah".

Baca Juga: Harga Emas ANTAM di Pegadaian Hari Ini 6 Oktober 2020, Dijual 2 Jutaan per 2 Gram

Pasal-pasal UU Ketenagakerjaan yang dihapus

Aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja.

Pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian Pasal 91 ayat (2) menyatakan, dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga: Live Streaming dan Jadwal Acara Trans 7 Hari Ini 6 Oktober 2020, Si Bolang, Indonesia Giveaway

Selain tercantum pada Pasal 91, aturan soal larangan membayarkan besaran upah di bawah ketentuan juga dijelaskan pada Pasal 90 UU Ketenagakerjaan.

Namun dalam UU Cipta Kerja, ketentuan dua pasal di UU Ketenagakerjaan itu dihapuskan seluruhnya.

Selain itu, UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja/ buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan.

Baca Juga: Soal Penyebaran Isu SARA, Jubir Musa: Bisa Memecahbelah Bangsa

Pasal 169 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan, pekerja/buruh dapat mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perusahaan, di antaranya menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam.

Pengajuan PHK juga bisa dilakukan jika perusahaan tidak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.

Ketentuan itu diikuti ayat (2) yang menyatakan pekerja akan mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156.

Baca Juga: Sinopsis Chandra Nandini Pagi Ini Selasa 6 Oktober 2020, Eps 4 Chandragupta Menikahi Helena

Namun, Pasal 169 ayat (3) menyebut, jika perusahaan tidak terbukti melakukan perbuatan seperti yang diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka hak tersebut tidak akan didapatkan pekerja.

Pasal 169 ini seluruhnya dihapus dalam UU Cipta Kerja. *** ( Ines Dewi/Zonajakarta)

Editor: Yuliansyah

Sumber: Zonajakarta


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah