Dia menjelaskan, bubur suro atau sura berasal dari kata Asyura yakni hari ke-10 bulan Muharam dalam penanggalan kalender Hijriah yang dipakai umat muslim.
Bubur tersebut dipercaya muncul dari kisah Nabi Nuh AS saat terjadi banjir besar yang menenggelamkan dunia pada zaman dahulu sehingga umat yang selamat di atas perahu harus menghemat perbekalan makanannya.
"Masak bubur, tanggal 10 Muharam itu harus merayakan bubur suro. Bahan-bahannya, beras, kacang, bumbu-bumbu, sop. banyak ya tata caranya," kata salah seorang warga yang berpartisipasi, Adawiyah.
Tradisi memasak bubur suro dinilai menanamkan sikap gotong-royong karena proses memasaknya yang dilakukan secara bersama-sama, terutama kalangan ibu-ibu. Sikap itu yang menjadikan Indonesia Tangguh.
Proses pembuatan bubur dilakukan dengan metode dan alat-alat tradisional seperti kompor kayu bakar kemudian diaduk secara manual dengan tangan selama sekitar dua jam.
Selain gotong-royong, tradisi tersebut juga dinilai meningkat jiwa sosial karena bubur yang sudah jadi kemudian dibagikan kepada orang yang membutuhkan dan anak yatim.
"Masaknya, beras dulu dimasukkan ke kuali terus pakai air, pakai api (dimasak), terus dikocek-kocek sambil membacakan hafalan (ayat suci Al Quran) atau selawat hasbunallah wanikmat wakil nikmal maula wanikmannasir. Iya, (buburnya) dibagikan ke warga yang membutuhkan," ujarnya.
Kegiatan kali ini diakui lebih meriah berkat dukungan kelompok sukarelawan Ganjar Ganjar sehingga mereka pun siap mendukung Ganjar Pranowo menjadi Presiden Indonesia.