Dilansir dari indonesia.go.id, menurut putrinya, Dita Saroso, Sulianti Saroso hampir tidak pernah menyuntik orang atau menulis resep.
Sulianti juga tidak tertarik menangani pasien per orang dan tidak membuka praktik pribadi.
Dokter cantik itu pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan, dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) pada tahun 1967.
Sulianti Saroso juga merangkap sebagai Direktur Lembaga Riset Kesehatan Nasional (LRKN), memberikan perhatian besar pada Klinik Karantina di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Tak cukup sampai di situ, Dokter Sulianti juga membangun pos-pos kesehatan masyarakat di berbagai lokasi.
Menjelang masa pensiunnya di pertengahan tahun 1970, Dokter Sulianti aktif sebagai konsultan untuk WHO dan UNICEF, membuatnya sering pergi ke luar negeri.
Bahkan setelah pensiun, ia terus diminta menjadi tim penasihat untuk Menteri Kesehatan. Ia pun mengawal ide-idenya tentang tata kesehatan masyarakat, KB, dan pengendalian penyakit menular.
Salah satu ide pentingnya adalah, ia mengembangkan klinik itu menjadi RS Pusat Infeksi dengan teknologi terbaru, piranti mutakhir, dan sumber daya manusia yang mumpuni, sekaligus untuk keperluan riset penyakit menular.
Tujuannya adalah supaya RS tersebut bisa menjadi RS rujukan, sekaligus lembaga pendidikan serta pelatihan.