Kesuksesannya dalam dunia jurnalistik terus meningkat, hingga akhirnya ia menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta.
Karena kesuksesannya, ia mendirikan Surat Kabar Fadjar Asia, Redaktur di Harian Merdeka di Yogyakarta, lalu membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO).
Bersamaan dengan itu, Agus Salim juga aktif dalam dunia politik sebagai pemimpin organisasi Sarekat Islam.
Agus Salim juga cerdas dalam berbahasa. Ia menguasai 9 bahasa asing, yaitu Belanda, Inggris, Jerman, Perancis, Arab, Turki, dan Jepang.
Baca Juga: Mr. Assaat, Presiden Indonesia yang Belum Banyak Diketahui, Simak Biografi Singkatnya Berikut
Bahkan, Agus Salim sempat menjadi penerjemah di Konsulat Belanda di Jeddah, Arab Saudi.
Tak sampai situ, ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada periode 3 Juli 1947 – 20 Desember 1949.
Pada masa jabatannya, Agus Salim menjadi ketua delegasi Indonesia dalam Inter Asian Relation Conference di India, dan berusaha membuka hubungan diplomatik dengan beberapa negara Arab, terutama Mesir dan Arab Saudi.
Pada tahun 1953, Agus Salim memutuskan untuk mengundurkan diri dari dunia politik dan mengarang buku yang berjudul “Bagaimana Takdir, Tawakal, dan Tauchid Harus Dipahamkan?”.
Judul buku tersebut lalu diubah menjadi “Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir, dan Tawakal”.