Predator Seksual Herry Wirawan Akhirnya Mendapatkan Hukuman Mati setelah Memperkosa 13 Santri

- 5 April 2022, 13:58 WIB
 Sang  Predator Seks Herry Wirawan Divonis Hukuma  Mati.
Sang Predator Seks Herry Wirawan Divonis Hukuma Mati. /Dok. Pengadilan Tinggi Bandung
 
ZONABANTEN.com - Seorang pemimpin Yayasan Manarul Huda dan memiliki pondok pesantren bernama Madani Boarding School di Cibiru, Bandung, yang dinyatakan bersalah memperkosa 13 santri di sebuah pondok pesantren, dan menghamili sedikitnya delapan korban, dijatuhi hukuman mati pada Senin 4 April 2022.
 
Herry Wirawan, 36, telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada Februari, dalam kasus yang menarik perhatian nasional terhadap pelecehan seksual di sekolah-sekolah agama di negara itu.
 
Namun jaksa, yang telah meminta hukuman mati dan kebiri kimia, mengajukan banding.
 
"Kami menerima kasasi jaksa," demikian bunyi keterangan hakim yang dimuat di laman Pengadilan Tinggi Bandung, Provinsi Jawa Barat, Senin 4 April 2022.
 
 
"Dengan ini kami menghukum terdakwa dengan hukuman mati," tambahan dari keterangan tersebut dikutip dari Straits Times.
 
Wirawan, tidak hadir di pengadilan untuk banding tersebut, kata seorang juru bicara kepada wartawan.
 
Indonesia sendiri telah menunda pelaksanaan eksekusi selama beberapa tahun dan eksekusi terakhir yang diketahui terjadi pada tahun 2016.
 
Pola pelecehan, Wirawan, di sekolah, juga di Bandung, terungkap ketika keluarga seorang siswi melaporkannya ke polisi karena memperkosa dan menghamili putri remaja mereka tahun lalu.
 
Dalam persidangan sebelumnya, terungkap bahwa, Wirawan, telah memperkosa siswi banyak dari keluarga miskin dan bersekolah dengan beasiswa selama lima tahun. Ia juga menghamili setidaknya delapan dari mereka.
 
 
Di depan pengadilan yang lebih rendah, terdakwa meminta keringanan hukuman kepada hakim, dengan mengatakan bahwa ia ingin berada di sekitar untuk membesarkan anak-anaknya.
 
Seorang kerabat dari salah satu korban mengatakan kepada para wartawan bahwa hukuman hari Senin 4 April 2022 itu membawa keadilan bagi para korban.
 
“Kami awalnya menginginkan hukuman seumur hidup di penjara dan kebiri kimia agar dia merasakan sakit akibat kejahatannya,” ujar Hidmat Dijaya, paman salah satu korban. 
 
"Tapi, kami tetap merasa hukuman mati mewakili keadilan," tambahnya.
 
 
Kasus ini memicu kemarahan nasional dan meningkatkan tekanan pada Parlemen untuk menyetujui RUU yang telah lama tertunda tentang "penghapusan kekerasan seksual" yang berupaya memerangi kejahatan seks dan memberikan keadilan kepada para korban, termasuk dalam kasus pemerkosaan dalam perkawinan.
 
Kasus pemerkosaan di Bandung juga menjadi sorotan masalah pelecehan seksual dalam sistem pendidikan Indonesia, dengan 14 dari 18 kasus yang dilaporkan ke Komisi Perlindungan Anak tahun lalu terjadi di pesantren.
 
Negara ini memiliki lebih dari 25.000 pesantren, dengan hampir lima juta santri tinggal dan belajar di asrama mereka.***

Editor: IDHY ADHYANINDA SUGENG MULYANDINI

Sumber: Straits Times


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x