Jaminan Hari Tua (JHT) Bisa Cair Saat Injak Usia 56 Tahun, Berikut Isi Lengkap Permenaker No 2 Tahun 2022

- 13 Februari 2022, 10:06 WIB
Ilustrasi uang jaminan hari tua (JHT). Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy menyebut, kehadiran JKP melengkapi JHT, dia menyoroti proses pencairan dana jaminan kehilangan pekerjaan.
Ilustrasi uang jaminan hari tua (JHT). Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy menyebut, kehadiran JKP melengkapi JHT, dia menyoroti proses pencairan dana jaminan kehilangan pekerjaan. /Pixabay/blickpixel/

ZONABANTEN.com - Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengubah aturan pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) pada Jumat,11 Februari 2022. 

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT. 

Dalam pasal 3 Permenaker RI No 2 Tahun 2022 dijelaskan bahwa:

“Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.”

Sehingga pekerja yang mengalami Pemutusan Kerja (PHK) atau mengundurkan diri harus menunggu hingga usia 56 tahun. 

Perubahan peraturan manfaat JHT ini menuai banyak penolakan dari masyarakat, masyarakat beropini bahwa dana JHT sangat dibutuhkan dan ditunggu untuk pekerja yang terPHK. 

Baca Juga: Park Shin Hye Dikritik Netizen China Usai Unggah Foto Pakai Hanbok

Petisi batalkan permenaker No 2 Tahun 2022 menjadi ramai dan mendapat dukungan 150.000 orang yang menandatangani petisi.

Berikut isi lengkap Permenaker No 2 Tahun 2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT):

Pasal 1 

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud:

 1. Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat Peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. 

2. Peserta JHT yang selanjutnya disebut Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran. 

3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

 4. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah identitas sebagai bukti kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki nomor identitas tunggal yang berlaku untuk semua program jaminan sosial ketenagakerjaan yang diterbitkan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan penahapan kepesertaan. 

Baca Juga: Pertama dalam Sejarah, Perwira Militer Israel Ditempatkan di Negara Arab, Ada Apa dengan Timur Tengah?

Pasal 2 

Manfaat JHT dibayarkan kepada Peserta jika: 

Mencapai usia pensiun.

 Mengalami cacat total tetap; atau

 Meninggal dunia.

Pasal 3

Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun. 

Pasal 4

(1) Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 termasuk juga Peserta yang berhenti bekerja. 

(2) Peserta yang berhenti bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 

Peserta mengundurkan diri; 

Peserta terkena pemutusan hubungan kerja; dan 

Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. 

Pasal 5 

Manfaat JHT bagi Peserta mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan Peserta terkena pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b diberikan pada saat Peserta mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun. 

Baca Juga: Jaminan Hari Tua (JHT) Bisa Cair Saat Usia 56 Tahun, Bagaimana Nasib Korban PHK?

Pasal 6 

(1) Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c diberikan kepada Peserta yang merupakan warga negara asing.

(2) Manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada saat sebelum atau setelah Peserta meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

Pasal 7

(1) Manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami cacat total tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b diberikan kepada Peserta yang mengalami cacat total tetap sebelum mencapai usia pensiun. 

(2) Hak atas manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan mulai tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah Peserta ditetapkan mengalami cacat total tetap. 

(3) Mekanisme penetapan cacat total tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Baca Juga: 20 Pelajaran Hidup di Awal Usia 20an yang Harus Kamu Tahu untuk Jadi Lebih Kuat dalam Menghadapi Tantangan

Pasal 8

(1) Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c diberikan kepada ahli waris Peserta. 

(2) Ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 

Janda; 

Duda; atau 

Anak. 

(3) Dalam hal janda, duda, atau anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, manfaat JHT diberikan sesuai urutan sebagai berikut:

Keturunan sedarah Peserta menurut garis lurus ke atas dan ke bawah sampai derajat kedua;

Saudara kandung; 

Mertua; dan 

Pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh Peserta. 

(4) Dalam hal pihak yang ditunjuk dalam wasiat Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d tidak ada, manfaat JHT dikembalikan ke Balai Harta Peninggalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

(1) Pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dengan melampirkan: 

Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan; dan 

Kartu tanda penduduk atau bukti identitas ?lainnya. 

(2) Persyaratan pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Peserta yang mengundurkan diri dan Peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja. 

(3) Pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c dengan melampirkan:

 Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan; 

Surat pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia; dan Paspor.

Baca Juga: Jadwal Acara SCTV Hari Ini Minggu 13 Februari 2022, Bertabur FTV

Pasal 10

Pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami cacat total tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dengan melampirkan:

 Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan; 

Surat keterangan dokter pemeriksa dan/atau dokter penasihat; dan 

Kartu tanda penduduk atau bukti identitas lainnya.

Pasal 11

(1) Pengajuan manfaat JHT oleh ahli waris bagi Peserta yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dengan melampirkan: 

Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan; 

Surat keterangan kematian dari dokter atau pejabat yang berwenang; 

Surat keterangan ahli waris dari pejabat yang berwenang atau surat penetapan ahli waris dari pengadilan; 

Kartu tanda penduduk atau bukti identitas lainnya dari ahli waris; dan 

Kartu keluarga. 

(2) Dalam hal Peserta yang meninggal dunia merupakan warga negara asing, pengajuan manfaat JHT oleh ahli waris Peserta dengan melampirkan: 

Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan; 

Surat keterangan kematian dari pejabat yang berwenang; 

Surat keterangan ahli waris dari kantor perwakilan negara tempat Peserta berasal; dan

Paspor atau bukti identitas lainnya dari ahli waris.

Pasal 12

(1) Lampiran persyaratan pengajuan manfaat JHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 11 dapat berupa dokumen elektronik atau fotokopi.

(2) Penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara daring dan/atau luring.

Baca Juga: Resep Ayam Goreng Mentega Ala Davina Hermawan, Enak dan Pasti Nambah!

Pasal 13 

Manfaat JHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibayarkan secara tunai dan sekaligus oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada Peserta atau ahli warisnya jika Peserta meninggal dunia.

 Pasal 14 

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1230), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 

Pasal 15

 Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.***

Editor: Bayu Kurniya Sandi

Sumber: JDIH Kemenaker


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah