Waspadalah, Zona Patahan di Selatan Jawa, Berpotensi Timbulkan Gempa Dasar Laut Hingga Tsunami

- 5 Desember 2020, 17:32 WIB
ilustrasi gempa dasar laut tsunami
ilustrasi gempa dasar laut tsunami /PIxabay/

ZONABANTEN.com - Peneliti dari BNPB kembali mengungkapkan, ada dua potensi tsunami besar di wilayah Selatan Jawa di masa datang khususnya yang berdampak di terhadap wilayah Kabupaten Cilacap.

Hal ini disampaikan oleh Abdul Muhari, Pelaksana Tugas Direktur Pemetaan dan Risiko Bencana BNPB setelah melakukan kajian dari terjadinya tsunami Pangandaran pada tahun 2006.

Potensi pertama adalah Zona Patahan dari wilayah selatan Banten hingga Pangandaran, yang dapat berpotensi memicu gempa dasar laut dengan kekuatan hingga magnitudo 8,8.

Jika gempa dasar laut berlangsung selama 30-60 detik , hal tersebut dapat memicu gelombang tsunami hingga setinggi 5 meter. 

Potensi kedua menurut Muhari adalah gempa dasar laut dengan kekuatan hingga magnitudo 8,9 dengan episentrum di wilayah selatan Yogyakarta hingga Pacitan.

Baca Juga: Update Corona di Jawa Barat Sabtu 5 Desember 2020, Tembus 1.086 Kasus Covid 19 Baru dan 685 Sembuh

Maka daerah Kulonprogo, Kebumen, Purworejo hingga Cilacap dapat terdampak gelombang tsunami.

“Yang sebelah barat di selatan Banten itu 8,8 (magnitudo), yang di sebelah timur ini (magnitudonya) 8,9,” ungkap Abdul Muhari di Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat 4 Desember 2020.

Lebih lanjut, Abdul Muhari juga mengatakan apabila pelepasan energi dari kedua titik tersebut terjadi secara bersamaan, maka anomalinya dapat lebih besar lagi menjadi magnitudo 9,1 seperti yang pernah terjadi di Aceh pada 2004.

“Tetapi kalau pecah bersamaan itu magnitudo-nya bisa sampai 9,1 lebih kurang sama dengan Banda Aceh 2004,” jelas Muhari.

Baca Juga: Update Corona Banten Hari Ini Sabtu 5 Desember 2020, Positif Covid-19 Tambah 143, Sembuh 70

Berdasarkan hasil publikasi Jurnal Nature dari pemodelan peristiwa Tsunami Pangandaran 2006, Muhari mengatakan bahwa gelombang tsunami menghantam bagian selatan Nusakambangan dalam periode waktu 30 menit.

Sedangkan dengan pemodelan yang sama dari titik episentrum di sebelah timur, maka gelombang tsunami sampai di pesisir selatan Pulau Jawa dalam waktu 40 hingga 60 menit.

“Maksimal dalam waktu 40 sampai 60 menit, tsunami sudah sampai daerah Kulon Progo, Kebumen hingga Cilacap,” jelas Muhari.

Lebih lanjut, Muhari juga menjelaskan bahwa gelombang tsunami juga berpotensi memiliki rangkaian gelombang lainnya di belakang. Sehingga hal itu harus diantisipasi dengan baik.

“Sampai 5 jam itu gelombangnya akan tetap berosilasi. Bahwa tsunami ini bukan satu gelombang, tapi rangkaian gelombang,” jelasnya.

Baca Juga: 12/12 , Inilah Penjelasan Mengapa 12 Desember Akan Menjadi Hari Paling Beruntung di 2020

“Begitu satu gelombang yang tinggi sudah lewat, maka bukan berarti tsunaminya selesai. Bisa jadi di belakangnya masih ada rangkaian gelombang berikutnya,” imbuhnya.

Dalam hal ini, Abdul Muhari berharap agar informasi tersebut kemudian perlu dijadikan bahan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap, untuk memitigasi wilayahnya dari adanya potensi gelombang tsunami.

“Ini yang perlu kita perhatikan,” pungkas Muhari.

Karenanya keberadaan ekosistem di sepanjang garis pantai di Selatan Jawa sangat penting untuk mitigasi potensi bencana tsunami.

Keberadaan ekosistem ini selain dapat mengurangi dampak kerusakan, hal itu juga dapat mencegah jatuhnya korban jiwa apabila terjadi tsunami.

Baca Juga: Makna Planet Yang Mengatur Setiap Tanda Zodiak

Abdul Muhari kembali menjelaskan dengan adanya pembatas ekosistem seperti vegetasi tanaman kuat di sepanjang garis pantai, maka energi gelombang tsunami dapat direduksi.

Hal ini terbukti dari hasil penelitan Muhari pasca Tsunami Pangandaran 2006. Dalam penelitian tersebut, Muhari menemukan bukti sisa kerusakan ranting pohon yang diduga terhantam gelombang tsunami pada ketinggian 15 hingga 22 meter di beberapa titik Pulau Nusakambangan.

Kendati banyak pohon yang rusak, namun energi gelombang diyakini menjadi melemah.

“Meski sebagian besar pohonnya hancur, tapi di belakang pohon itu energi gelombangnya sudah tereduksi. Ini yang perlu kita perhatikan sehingga keseimbangan ekosistem di sekeliling kita itu sangat penting untuk mitigasi bencana,” jelas Muhari.

***

Editor: Bondan

Sumber: BNPB


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah