RKUHP akan Kriminalisasikan Banyak Hal, Pakar Mengatakan

17 Juni 2022, 13:30 WIB
Pakar sebut RKUHP akan kriminalisasikan banyak hal /Pixabay/succo/

ZONABANTEN.com - Rancangan KUHP yang baru (RKUHP) akan segera disahkan, dan diperkirakan dalam waktu dekat.

Akan tetapi RKUHP yang bakal jadi standar hukum baru negara Indonesia ini masih menyimpan banyak polemik.

RKUHP sendiri sebenarnya merupakan rancangan standar sistem hukum baru Indonesia, yang dibuat untuk menggantikan standar sistem sebelumnya, yang merupakan warisan dari kolonial Belanda.

Baca Juga: Potret Cantik Prilly Latuconsina dalam Balutan Gaun Warna Hitam

Sebelumnya, RKUHP yang berpolemik ini sempat akan disahkan pada akhir tahun lalu, akan tetapi para mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya turun ke jalan, untuk menolak pengesahan tersebut.

Presiden Joko Widodo pun pada akhirnya memutuskan untuk menunda pengesahan sistem hukum baru itu, setelah melihat banyaknya aksi protes di jalanan.

Tetapi belakangan isu pengesahan RKUHP ini muncul kembali, dan kali ini bulan Juli 2022 dikatakan akan menjadi bulan ratifikasi bagi standar sistem hukum baru ini.

RKUHP ditolak oleh sebagian besar elemen masyarakat, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia, terutama hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Baca Juga: Asyik! ISAC akan Kembali Digelar, Ini Deretan Grup K-Pop yang Diprediksi akan Hadir

Sementara itu sejumlah pakar hukum dan aktivis kemanusiaan menilai bahwa RKUHP ini akan menjadi ruang untuk mengkriminalisasikan banyak prilaku, termasuk prilaku yang sebelumnya tidak dianggap sebagai perbuatan kriminal.

Beberapa hal yang mungkin akan dianggap perbuatan kriminal menurut standar hukum baru ini adalah perzinahan dan penodaan agama, serta beberapa hak-hak perempuan dan agama minoritas.

Tak hanya mengatur individu, RKUHP juga akan mempengaruhi korporasi, karena terdapat pasal mengenai tindak pidana korporasi, korupsi, dan kejahatan dunia maya.

Konsultan Hukum SSEK Indonesia telah mencoba memaparkan beberapa pasal yang berpolemik dalam RKUHP, yang dirilis pada portal mondaq.com.

Baca Juga: Tokyo Verdy Unggah Foto Pratama Arhan dan Witan Sulaeman di Instagram, Kode Pindah ke Jepang?

  1. Aturan Tindak Korupsi (Pasal 604)

Tindak pidana korupsi sebelumnya sudah diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999).

Tetapi RKUHP dipercaya oleh para pakar hukum sebagai bentuk pelemahan dari Undang-Undang Tersebut.

Dalam RKUHP, pembayaran ganti rugi atas kejahatan ini bahkan tidak diperlukan, meskipun itu akan sangat penting bagi negara.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga yang memerangi kejahatan ini bahkan keberatan akan pasal tersebut.

  1. Ketentuan Living Law (Pasal 2)

Dalam pasal 1 ayat 1 RKUHP, disebutkan bahwa “Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”.

Baca Juga: Teka-Teki Detektif: Bantu Madam Sahara Kabur dari Penculik

Tetapi dalam pasal 2 dikatakan “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini”.

Pasal-pasal ini menimbulkan inkonsistensi, dimana setiap orang masih mungkin untuk dihukum, meskipun tidak melanggar perundang-undangan apapun.

Ditambah lagi pasal-pasal ini akan membingungkan, dimana “hukum yang hidup” atau “living law” tidak tercatat dalam perundang-undangan mana pun.

  1. Aturan Tentang Kebebasan Pers dan Berekspresi (Pasal 218 - 220, 241, 247, 262, 263, 305, 354, 440, 444)

Ada banyak poin dalam RKUHP yang berpotensi mengancam hal ini. Tetapi yang paling utama dapat dilihat di bawah ini:

Baca Juga: Butcher Kini Jadi Profesi Menjanjikan Bagi Industri Kuliner, Begini Alasannya

  • Menyerang martabat dan integritas Presiden dan/atau Wakil presiden.
  • Menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum.
  • Mempublikasikan atau menyebarkan berita bohong, yang mengakibatkan kekerasan atau kerusuhan.
  • Menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.
  • Dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum.
  • Mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu secara tertulis atau meminta orang lain menuliskan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada Pejabat yang berwenang tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang tersebut diserang.

Poin-poin tersebut dapat menjadi pemicu kriminalisasi kebebasan berekspresi, berbicara, serta kebebasan pers, yang tak hanya mengikat wartawan, tetapi juga orang biasa.***

Editor: Bunga Angeli

Sumber: mondaq.com

Tags

Terkini

Terpopuler