Akibat Polusi dan Pencemaran Lingkungan, Sungai Buriganga ‘Mati’

- 26 April 2023, 16:10 WIB
Sungai Buriganga di Bangladesh, mengalami ‘kematian’ akibat polusi dan pencemaran.
Sungai Buriganga di Bangladesh, mengalami ‘kematian’ akibat polusi dan pencemaran. /The Japan Times/

ZONABANTEN.com - Bangladesh, negara Asia Selatan yang berpenduduk hampir 170 juta jiwa, dengan sekitar 23 juta jiwa tinggal di ibu kota, memiliki sekitar 220 sungai kecil dan besar. Sebagian besar masyarakatnya juga telah bergantung pada sungai untuk mencari nafkah dan transportasi.

Namun, perlahan, keadaan mulai berubah. Sungai Buriganga yang mengalir melewati pinggiran barat daya kota Dhaka, sangat tercemar sehingga airnya tampak hitam pekat–kecuali selama bulan-bulan musim hujan–sampai-sampai mengeluarkan bau busuk sepanjang tahun.

Padahal, sudah sejak dua puluh tahun yang lalu, Nurul Islam (70 tahun), mencari nafkah dengan memancing di Sungai Buriganga. Ia mengaku bahwa sungai ini pernah menjadi urat nadi kehidupannya.

Baca Juga: Krisis Penduduk, Angka Kelahiran Bayi di Korea Selatan Turun ke Tingkat Terendah

 

Sekarang, dengan hampir tidak ada ikan yang dapat ditemukan di sungai yang “mati” ini, akibat dari polusi atau pencemaran pembuangan limbah industri dan manusia yang meluas.

Akibatnya, Nurul Islam, yang keluarganya telah tinggal di pinggir sungai selama beberapa generasi, mulai menjual makanan kaki lima menggunakan gerobak kecil untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

“Dua puluh tahun yang lalu air sungai ini masih bagus. Penuh dengan kehidupan,” kata Islam. “Kami biasa mandi di sungai. Ada banyak ikan. Banyak dari kami dulu mencari nafkah dengan menangkap ikan di sungai. Sekarang keadaannya telah berubah,” lanjutnya.

Bangladesh merupakan pengekspor garmen terbesar kedua di dunia setelah Cina, tetapi warga dan aktivis lingkungan mengatakan bahwa industri yang berkembang pesat ini juga merupakan kontributor utama terhadap penurunan ekologi sungai.

Setiap hari, terdapat limbah yang tidak diolah, produk sampingan dari pencelupan kain, serta limbah kimia lainnya dari pabrik-pabrik di dekat sungai terus-menerus mengalir. Sampah plastik yang menumpuk di dasar sungai pun telah membuat sungai ini semakin dangkal dan menyebabkan pergeseran arah.

Baca Juga: Prediksi Manchester City vs Arsenal: Berita Tim, Kemungkinan Susunan Pemain, dan Prediksi Skor

“Mereka yang mandi di sungai ini sering menderita kudis di kulit mereka,” kata Siddique Hawlader (45 tahun), seorang tukang perahu yang tinggal di perahunya di sungai.

Bahkan menurutnya, setelah mandi di sungai, matanya bisa terasa gatal dan perih.

Dari keadaan yang telah dialami oleh Nurul Islam dan Siddique Hawlader itu, bukan berarti Pemerintah Bangladesh tidak pernah berupaya atau peduli terhadap permasalahan lingkungan. 

Pada tahun 1995, Bangladesh mewajibkan semua unit industri untuk menggunakan instalasi pengolahan limbah untuk mencegah pencemaran sungai, tetapi para pelaku industri sering kali mengabaikan peraturan tersebut.

Menurut Pejabat Lingkungan Mohammad Masud Hasan Patwari, meskipun pemerintah melakukan pemeriksaan rutin untuk memastikan peraturan tersebut ditaati, pemerintah kekurangan staf untuk melakukan pemantauan sepanjang waktu.

Namun, Bangladesh Garment Manufacturers and Exporters Association atau Asosiasi Produsen dan Eksportir Garmen Bangladesh (BGMEA) mengungkapkan bahwa semua pabrik tekstil memiliki pabrik pengolahan air limbah.

Baca Juga: Studi Terbaru: Sering Makan Gorengan Berhubungan dengan Kesehatan Mental

 

“Ini adalah wajib dan tidak ada cara untuk melewatkan peraturan karena mereka harus memastikan kepatuhan dengan standar internasional,” ujar Shahidullah Azim, salah satu pejabat BGMEA.

Sebuah survei yang dilakukan baru-baru ini oleh Pusat Penelitian Sungai dan Delta (River and Delta Research Center) menunjukkan, polusi dan pencemaran dalam air sungai selama musim kemarau ini jauh di atas tingkat standar. Survei mengidentifikasi limbah industri sebagai penyebab utama.

“Sungai Buriganga yang dulunya segar dan perkasa kini berada di ambang kematian karena merajalelanya pembuangan limbah industri dan limbah manusia,” ujar Sharif Jamil dari kelompok lingkungan hidup Bangladesh Paribesh Andolon.

“Tidak ada ikan atau kehidupan air di sungai ini selama musim kemarau. Kami menyebutnya mati secara biologis,” ungkapnya. ***

Editor: Rahman Wahid

Sumber: The Japan Times


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah