Cawan itu terkenal dengan sebutan ‘Jigangbei’, yang berarti ‘cawan ayam’.
Kaisar-kaisar China pada zaman itu begitu menyukai lukisan pada mangkok ayam jago tersebut. Maka tak heran jika mangkok tersebut dibeli dengan harga yang mahal pada masanya.
Bahkan Kaisar Qianlong membuat puisi khusus untuk memuja mangkok ayam jago itu pada tahun 1776.
Barulah pada akhir masa Dinasti Qing, mangkok ayam jago tersebut mulai diproduksi dan dijual secara massal.
Sebenarnya tak hanya mangkok bergambar ayam jago saja, ada pula yang bergambar naga, burung hong, dan motif lainnya. Namun, harganya lebih mahal daripada mangko ayam jago.
Mangkok ayam jago cukup berarti bagi petani China saat itu, karena ayam jago sendiri melambangkan kemakmuran.
Ibarat ayam jago yang selalu berkokok setiap pagi untuk membangunkan mereka guna menjemput rezeki di ladang.
Pada awal abad ke-20, mangkok ayam jago mulai menarik perhatian dunia. Awalnya, mangkok ini dibawa oleh para perantau di sekitar Provinsi Guangdong, lalu menyebar ke negara-negara Asia, salah satunya Indonesia.
Seiring perkembangan zaman, mangkok ayam jago semakin banyak diproduksi.