Ambisi Jadi Negara Bebas Polusi, China Luncurkan Skema Perdagangan Emisi Karbon untuk Pertama Kalinya

- 2 Februari 2021, 11:50 WIB
Polusi Udara
Polusi Udara /nikolabelotipov/Pixabay


ZONA BANTEN - China meluncurkan sistem perdagangan karbon pada Senin, 1 Februari 2021, yang dirancang untuk menurunkan emisi.

China yang disoroti sebagai pencemar lingkungan terbesar di dunia mengambil langkah menuju dekarbonisasi ekonominya pada tahun 2060.

Dilansir dari Korea Times, skema ini memungkinkan pemerintah provinsi menetapkan batas polusi pada pelaku industri bisnis besar untuk pertama kalinya.

Hal ini memungkinkan perusahaan membeli hak untuk mencemari orang lain dengan jejak karbon yang lebih rendah.

Program yang awalnya akan diluncurkan pada 2017 ini diharapkan dapat menurunkan emisi secara keseluruhan dengan membuat perusahaan listrik membayar lebih mahal jika mencemari lingkungan.

Baca Juga: Kerap Terlibat Masalah Hukum, Rapper Silento Ditangkap Atas Dakwaan Pembunuhan Terhadap Sepupunya Sendiri

Sistem ini diharapkan dapat melampaui sistem Uni Eropa untuk menjadi skema perdagangan emisi (ETS) terbesar di dunia.

Kantor berita resmi Xinhua mengatakan aturan untuk manajemen perdagangan emisi karbon mulai berlaku Senin, 1 Februari 2021.

Dilaporkan bahwa lebih dari 2.200 perusahaan listrik di seluruh negeri, yang mengeluarkan lebih dari 26.000 ton gas rumah kaca dalam setahun, sekarang dapat memperdagangkan kuota emisi mereka.

Beijing telah berjanji untuk mencapai puncak emisi sebelum tahun 2030 dan menjadi negara dengan karbon netral 30 tahun kemudian.

Namun, para ahli memperingatkan bahwa ETS diluncurkan oleh China sebenarnya untuk memperluas produksi batubaranya dan setelah rencana untuk mengekang emisi dari tujuh industri lain dibatalkan.

Baca Juga: 6 Fase Buruk Yang Mungkin Datang Dalam Suatu Hubungan

"China sedang mengejar pembangunan energi nol karbon yang ambisius dan telah menetapkan tujuan jangka panjang untuk menjadi negara netral karbon (tetapi) pasar karbon dalam bentuknya saat ini tidak akan banyak berperan dalam mewujudkan ambisi ini,” ujar Lauri Myllyvirta, seorang analis utama di Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih, seperti dikutip ZONA BANTEN dalam artikel Korea Times.

"Ini bisa menjadi alat penting di masa depan, dan sangat cepat, jika pemerintah memutuskan untuk membereskannya," tambahnya.

Sekitar 60 persen listrik di China masih dipasok oleh batu bara, dan lobi industrinya yang kuat diperkirakan akan berupaya keras untuk mendapatkan karbon yang menguntungkan.

Zhang Jianyu, wakil presiden dari LSM Environmental Defense Fund China, memperingatkan hukuman bagi perusahaan yang melebihi kuota emisi juga terlalu rendah untuk bisa dikatakan sebagai tindakan pencegahan.

Emisi gas rumah kaca China pada 2019 diperkirakan mencapai 13,92 miliar ton atau sekitar 29 persen dari total emisi yang dihasilkan dunia.

Baca Juga: Harganya Fantastis! Angelina Jolie Lelang Lukisan Winston Churchill yang Dihadiahkan ke Franklin D. Roosevelt

Proyek penggunaan batu bara baru di negara ini juga melonjak meski ada janji untuk menurunkan emisi.

Li Shuo, seorang ahli energi di Greenpeace China, mengatakan bahwa produksi batu bara kembali ke tingkat yang terlihat antara 2012 sampai 2014 ketika emisi mencapai puncaknya.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: Korea Times


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah