Dalam permainannya, George mulai membeli cincin virtual seharga $ 1,99 atau Rp28.000, kemudian naik ke cincin virtual emas dengan mendapat koin yang lebih besar senilai $ 99,99 atau Rp1.4 juta.
George membeli cincin virtual tersebut untuk mendapatkan koin, dan dengan koin itu dia gunakan untuk mendapatkan lebih banyak karakter dan fitur yang dia buka dalam permainan.
Baca Juga: BLT BPJS Ketenagakerjaan Akan Diperpanjang hingga 2021, Pastikan Nama Anda Terdaftar
Jessica juga mengatakan, pembayaran tagihan dengan jumlah sebesar itu seperti layaknya seseorang sedang melakukan antrian kokain.
“Jika saya tahu ada pengaturan (pencegahan) untuk itu, saya tidak akan membiarkan anak saya yang berusia 6 tahun mengeluarkan biaya hampir $ 20.000 (Rp282 juta) untuk cincin emas virtual,” ucapnya.
Meski begitu, Jessica tetap menyalahkan Apple dan perusahaan video game tersebut, dengan mengatakan bahwa aplikasi semacam itu bersifat predator, dirancang untuk membuat anak-anak membeli sesuatu.
Baca Juga: Ini Langkah KPK Usut Tuntas Korupsi Bansos Juliari Batubara
Jessica juga mendesak para orang tua untuk memeriksa pengaturan keamanan dan pembayaran mereka.
Dia mengimbau bahwa tindakan pencegahan seperti itu tidak diaktifkan secara default di gadget Apple.
“Orang dewasa mana yang akan menghabiskan $ 100 (Rp1.4 juta) untuk peti koin emas virtual? Anak saya tidak mengerti bahwa uang itu nyata. Bagaimana dia bisa? Dia memainkan permainan kartun di dunia yang dia tahu tidak nyata. Mengapa uang itu nyata baginya? Itu akan membutuhkan lompatan kognitif yang besar,” ujarnya.***(Sitiana Nurhasanah/Pikiran Rakyat Depok)