PBB Laporkan Hak Asasi Manusia di Myanmar Alami ‘Krisis Mendalam’

22 Maret 2022, 19:02 WIB
Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet mempersembahkan laporannya terkait masalah di Myanmar. /Twitter UN Human Rights Council

ZONABANTEN.com – Persekutuan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan pada sesi ke-49 Dewan Hak Asasi Manusia atau Human Right Council, Michelle Bachelet selaku Komisaris Tinggi mengatakan bahwa krisis kemanusiaan di Myanmar kini terus meluas.

Dilansir dari UN News, hal tersebut disebabkan karena kebrutalan sistematis oleh Tatmadaw atau pasukan keamanan, yang sebelumnya telah memantik konflik bersenjata di negara tersebut.

“Ekonomi berada di ambang kehancuran. Lebih dari 14,4 juta orang sekarang dinilai membutuhkan bantuan kemanusiaan”, Kata kepala Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR), dikutip dari laman UN News.

Baca Juga: Hari Air Sedunia: Laporan WWDR Jadikan Air Tanah sebagai Fokus Penyelesaian Krisis Air

Ia menambahkan bahwa masalah tersebut akan mempengaruhi meningkatnya kelangkaan pangan yang akan terjadi beberapa bulan mendatang.

Sementara itu, United Nations Development Programme (UNDP) telah memperkirakan bahwa masalah kudeta disertai pandemi COVID-19 dapat menyebabkan hampir setengah dari populasi Myanmar jatuh miskin tahun ini.

Di samping hal tersebut, banyak masyarakat yang masih memprotes dan melakukan perlawanan terhadap kudeta militer tersebut, yang sebagian protes diekspresikan secara damai seperti ‘Pemogokan Diam’.

Baca Juga: Dikenal Keras! Putin Menangis di Publik Jadi Hal yang Tak Biasa

Meskipun protes-protes yang dilakukan secara damai, militer masih menanggapi perbedaan pendapat mereka dengan perbuatan buruk seperti penangkapan sewenang-wenang secara massal atau penyiksaan.

“Sumber yang dapat dipercaya telah mencatat kematian lebih dari 1.600 orang, banyak yang terlibat dalam protes damai. Setidaknya 350 dari mereka yang tewas meninggal dalam tahanan militer, lebih dari 21 persen dari total kematian,” ungkap Bachelet.

Lebih dari setengah juta masyarakat Myanmar telah meninggalkan rumah mereka secara terpaksa sejak 1 Februari 2021, dan menurut laporan UN News setidaknya 15.000 telah melarikan diri dari negara tersebut.

Laporan tersebut menambah hampir 340.000 orang yang terlantar di dalam negeri sebelum kudeta, dan lebih dari satu juta pengungsi, kebanyakan dari mereka. sebagian besar Muslim Rohingya yang telah menemukan perlindungan di Bangladesh.

Baca Juga: Erik ten Hag Pilihan Favorit untuk Menyandang sebagai Bos MU

Tindakan keras militer tersebut telah melanggar HAM dan Hukum Humaniter Internasional, berdasarkan laporan, terjadi di Wilayah Sagaing dan Magway, serta di Negara Bagian Chin, Kachin, Kayah, Kayin, dan Shan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mencatat setidaknya sekitar 286 serangan terhadap fasilitas dan personel kesehatan terjadi sejak Februari 2021.

Komisaris Tinggi mengungkapkan keprihatinannya kepada Myanmar dimana hancurnya pembangunan mereka yang berharga termasuk sistem ekonomi, pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial

Menurutnya kerusakan tersebut telah membawa negara di ambang kehancuran.

“Hampir tidak ada ruang sipil yang tersisa di seluruh negeri. Pengawasan intensif, termasuk dengan cara digital, memperbesar bahaya bagi para aktivis di semua wilayah yang dikuasai militer.” Tambahnya.

Baca Juga: Momen Mengejutkan Pasukan Rusia Tembak Pengunjuk Rasa tanpa Senjata di Ukraina

Pasukan keamanan telah menahan lebih dari 12.500 orang, di antaranya 9.500 masih dalam tahanan termasuk setidaknya 240 anak-anak, banyak dari orang-orang ini telah mendapatkan siksaan.

Selain itu ia menambahkan bahwa Rohingya yang telah mendapatkan lebih lama penyiksaan di Myanmar “tidak diberi kebebasan bergerak dan akses pelayanan”, katanya.

“Tidak ada solusi yang tahan lama untuk pengungsi internal, atau, kondisi yang kondusif untuk pengembalian yang aman, berkelanjutan, bermartabat, dan sukarela di Negara Bagian Rakhine”. tambahnya

Baca Juga: Perayaan Hari Air Sedunia: Fakta Menyedihkan, 783 Juta Orang Belum Punya Akses Air Bersih

Komisaris Tinggi mengatakan perlu adanya jalur politik untuk memulihkan demokrasi dan pemerintahan sipil.

Meskipun menurutnya dialog seperti itu tidak dapat menggantikan kebutuhan mendesak untuk meminta pertanggungjawaban mereka atas pelanggaran HAM.

Menurutnya Jenderal Senior Min Aung Hlaing telah gagal menghentikan kekerasan atau memberikan akses kemanusiaan yang memadai.

Komisaris Tinggi menyerukan tindakan segera oleh komunitas internasional dan semua pihak untuk menghentikan kekerasan dan menanggapi kebutuhan kemanusiaan negara itu.***

Editor: Bunga Angeli

Sumber: UN News

Tags

Terkini

Terpopuler