Ini Yang Perlu Diketahui Orang Tua Tentang Flu dan COVID-19 Sebelum Anak Kembali Sekolah

- 7 Desember 2020, 09:31 WIB
Ilustrasi Corona Virus
Ilustrasi Corona Virus /Pixabay

ZONABANTEN.com - Musim flu sedang berlangsung, tepat di tengah pandemi COVID-19.
Kedua penyakit tersebut memiliki gejala yang serupa sehingga sulit dibedakan.

Wabah COVID-19 membuat sekolah ditutup, sehingga anak-anak terpaksa harus belajar dari rumah. Sebelum anak-anak kembali ke sekolah, para orang tua dapat segera mewaspadai apakah seorang anak yang sakit terserang flu atau COVID-19 yang memerlukan karantina.

Karena itulah, para ahli menekankan bahwa sangatlah penting untuk mendapatkan vaksinasi flu selama pandemi. Para peneliti juga terus mempelajari bagaimana cara membedakan gejala awal COVID-19 dan flu musiman pada anak-anak.

Penelitian baru yang dipublikasikan di JAMA Network oleh tim dari Rumah Sakit Nasional Anak-anak menemukan tidak ada perbedaan signifikan dalam tingkat rawat inap, masuk unit perawatan intensif (ICU), atau penggunaan ventilator pada anak-anak dengan flu atau COVID-19.

Para peneliti terkejut setelah mengetahui bahwa lebih banyak orang dengan COVID-19 yang dilaporkan demam, batuk, diare, muntah, sakit kepala, nyeri tubuh, atau nyeri dada ketika mereka didiagnosis.

Inilah yang harus diperhatikan saat mencoba memutuskan apakah seorang anak terserang flu atau COVID-19.

Flu Vs COVID-19

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat baru-baru ini merilis panduan tentang perbedaan antara flu dan COVID-19.

"Sementara COVID-19 dan virus flu diperkirakan menyebar dengan cara yang sama, COVID-19 lebih cepat menular di antara populasi dan kelompok usia tertentu daripada flu," kata CDC.

Laporan tersebut menemukan ada perbedaan antara flu dan SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19. Perbedaan itu mencakup waktu yang dibutuhkan dari munculnya gejala, paparan dan infeksi, serta berapa lama virus menyebar.

“COVID-19 telah diamati memiliki lebih banyak kejadian superspreading daripada flu. Artinya, virus penyebab COVID-19 dapat dengan cepat dan mudah menyebar ke banyak orang dan mengakibatkan penyebaran terus menerus di antara orang-orang seiring berjalannya waktu," jelas CDC dalam website resminya.

Para ahli kesehatan menegaskan bahwa dampak COVID-19 pada anak tidak boleh diminimalisir atau berdasarkan data saat anak-anak berlindung di rumah, tidak bersekolah, dan tidak terpapar orang lain atau virus.

"Sebagai dokter anak, kami prihatin bahwa dampak nyata COVID pada anak-anak masih harus ditentukan, ”kata Dr. Flor M. Munoz-Rivas, seorang profesor pediatri di Baylor College of Medicine.

"Musim dingin ini akan memberi kami kesempatan untuk menilai dampak tersebut. Ini karena meskipun jarak sosial dan langkah-langkah pengendalian COVID lainnya tetap ada, populasi secara umum kembali ke aktivitas yang lebih 'normal' dan tindakan pengendalian tidak diterapkan secara konsisten," lanjut Munoz-Rivas.

"Kami tidak tahu apa yang akan terjadi jika kami melihat kasus influenza dan COVID-19 yang meluas pada musim gugur dan musim dingin ini," Munoz-Rivas menambahkan.

Demam, batuk lebih sering terjadi pada anak penderita COVID-19 dibandingkan flu Sebagai bagian dari penelitian, peneliti mengamati 315 pasien di rumah sakit yang didiagnosis dengan COVID-19 antara 25 Maret 2020 hingga 15 Mei 2020.

Mereka membandingkan informasi tersebut dengan 1.402 anak yang didiagnosis flu antara 1 Oktober 2019 dan 6 Juni 2020. Anak-anak yang asimtomatik (tanpa gejala) tetapi positif COVID-19 tidak dimasukkan dalam cohort (kelompok dari orang yang memiliki kriteria yang sama).

Dari kelompok COVID-19, 17,1 persen dirawat di rumah sakit, 5,7 persen dirawat di ICU, dan 3,2 persen menggunakan ventilator. Dari anak-anak yang terkena flu, 21,2 persen dirawat di rumah sakit, 7 persen dirawat di ICU, dan 1,9 persen menggunakan ventilator.

Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 memiliki usia rata-rata 9,7 tahun, sedangkan mereka yang terkena flu memiliki usia rata-rata 4,2 tahun.
 
Demam adalah gejala yang paling sering dilaporkan, diikuti oleh batuk. Lebih banyak anak dengan COVID-19 mengalami demam dan batuk dibandingkan dengan flu. Gejala lainnya juga termasuk diare, muntah, sakit kepala, pegal-pegal dan nyeri dada.

Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik pada anak-anak yang melaporkan kongesti, sakit tenggorokan, atau sesak napas.

Karena jumlah kasus flu di rumah sakit menurun ketika sekolah tutup sejak bulan Maret, Dr. Xiaoyan Song, penulis utama studi dan direktur Pengendalian Infeksi / Epidemiologi di Rumah Sakit Nasional Anak, ingin melihat dampak penutupan sekolah terhadap penyebaran COVID-19.

“Kami ingin menilai dampak kuantitatif dari penutupan sekolah sehingga kami dapat menentukan pada titik mana biaya menutup sekolah dan tinggal di rumah melebihi manfaat dari pengurangan penularan COVID-19 dan beban pada sistem perawatan kesehatan,” katanya.

Gejala Tumpang Tindih

CDC mengungkapkan, masalah lain bagi orang tua adalah fakta bahwa COVID-19 dan flu dapat terjadi pada saat yang bersamaan.

“Gejala COVID-19 dan influenza sangat mirip, dan karena penelitian ini menunjukkan hanya ada sedikit perbedaan dalam penyajiannya,” kata Dr. Nathaniel Beers, presiden Sistem Perawatan Kesehatan HSC dan dokter anak di Children's National Medical Center.

"Orang tua harus menghubungi dokter anak jika anaknya demam, batuk, muntah atau diare, atau sakit tenggorokan untuk menentukan apakah mereka harus menjalani tes COVID-19 dan apakah mereka juga harus menjalani tes influenza," lanjut Beers.

Munoz-Rivas mengatakan, anak-anak dapat mengalami demam karena banyak penyebab lain, jadi orang tua seharusnya tidak menganggap COVID-19 adalah satu-satunya penyebab.

"Hubungi dokter Anda jika anak-anak mengalami demam, batuk, sakit tenggorokan, atau kesulitan bernapas, makan, atau tidur. Dokter harus menguji pasien yang bergejala untuk flu dan COVID jika mereka berada di daerah di mana COVID masih lazim, dan mengikuti informasi pengawasan lokal untuk flu," ujar Munoz-Rivas.

Dr. Sonja Rasmussen, profesor pediatri dan epidemiologi di University of Florida (UFHealth) mengatakan, baik flu dan COVID-19 dapat menyebabkan penyakit parah pada anak-anak.

Kami semua pernah mendengar bahwa COVID-19 lebih ringan pada anak-anak daripada pada orang dewasa, tetapi itu tidak berarti bahwa hal itu tidak dapat menyebabkan penyakit parah pada beberapa anak, bahkan COVID-19 juga telah menyebabkan anak-anak meninggal," katanya.

Perlu Suntikan Flu

Penting bagi orang tua untuk melakukan apa yang mereka bisa untuk menghindari flu, yaitu dengan mendapatkan suntikan flu.
 
"Sampai vaksin COVID-19 tersedia, pakai masker, cuci tangan, dan praktikkan jarak sosial. Tetapi bahkan setelah mendapatkan vaksinasi, orang tua harus ingat bahwa anak-anak mungkin masih terserang flu musim dingin ini," kata Rasmussen.

Menurut Beers, walaupun suntikan flu mengurangi kemungkinan Anda terkena influenza dan mengurangi komplikasi dan tentu saja jika Anda memang menderita influenza, itu tidak 100 persen efektif untuk mencegah influenza.

"Jadi dokter anak mungkin perlu menguji kedua penyakit tersebut bahkan pada mereka yang pernah mendapat suntikan flu," ujar Beers.

American Academy of Pediatrics (AAP) juga mengingatkan para orang tua bahwa mendapatkan vaksin flu bisa jadi sangat penting tahun ini.

"Pastikan anak Anda mendapat vaksinasi flu, idealnya pada akhir Oktober atau lebih cepat. Ini lebih penting dari sebelumnya musim flu ini karena pandemi COVID-19," tulis AAP dalam website resminya.

AAP juga mengatakan bahwa anak-anak yang menderita COVID-19 yang sebelumnya tidak divaksinasi flu masih bisa mendapatkan suntikan flu begitu gejala COVID-19 hilang.

Angka COVID-19 Pada Anak-Anak

Sesaat sebelum studi tersebut dipublikasikan, sebuah laporan AAP mencatat peningkatan 16 persen pada kasus anak-anak selama rentang waktu 2 minggu selama akhir Agustus dan awal September.

Setidaknya ada 549.000 kasus pediatrik COVID-19 sejak dimulainya pandemi di Amerika Serikat.

"Karena kami terus melihat komunitas dengan jumlah COVID-19 yang signifikan, kami akan terus melihat kasus pada anak-anak. Kabar baiknya, kapasitas pengujian kami telah meningkat di banyak daerah sehingga anak-anak benar-benar dites sehingga kami dapat mempelajari lebih lanjut tentang beban penyakit pada anak-anak dan penyebarannya antara anak-anak dan orang lain,” kata Beers.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: healthline


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah