Mengenal Kesenian Masyarakat Banten, Debus yang Beraksi Tanpa Ragu

11 Mei 2022, 12:17 WIB
Aksi debus para seniman sunda di Kuningan saat menyuarakan aspirasinya ke kantor DPRD Kuningan terkait kasus Arteria /Sihabudin/Kuningantalk

ZONABANTEN.com- Indonesia dikenal memiliki banyak kebudayaan termasuk kesenian di dalamnya. Setiap provinsi memiliki kesenian khas masing-masing, termasuk Provinsi Banten,

Wilayah yang ditetapkan sebagai provinsi pada 4 Otober 2000 tersebut terkenal dengan seni pencak silatnya. Kesenian tersebut mulai berkembang sejak abad ke-15.

Selain pencak silat, Banten juga dikenal dengan kesenian debusnya. Berdasarkan keterangan dari bantenprov.go.id, debus termasuk kesenian bela diri yang diciptakan pada abad ke-16 atau masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570).

Baca Juga: Pentingnya Pelayanan Kesehatan, Andika Hazrumy: Saya Titip yang Terbaik dan dengan Sepenuh Hati

Lalu apa itu kesenian debus?

Masuknya Kesenian Debus

Kesenian debus merupakan aksi yang menunjukkan kemampuan seseorang dalam menghadapi senjata tajam, api, minum air keras, hingga menggoreng telur di kepala. Tubuh dari para pemain aksi kebal akan berbagai senjata tajam dan aksi ekstrem lainnya.

Mengutip dari artikel ilmiah berjudul Islam dan Budaya di Banten: Menelisik Tradisi Debus dan Maulid, oleh Hasani Ahmad Said, ada tiga versi berawalnya kesenian debus di Banten, yaitu:

Pertama, aksi debus ini diperkenalkan dalam rangka penyebaran agama islam di masa Sultan Maulana Hasanuddin.

Baca Juga: Yura Girl’s Day Bicarakan Karakternya di Forecasting Love and Weather: Aku Tidak Relate, Tapi Mencoba Mengerti

Kemudian, pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), aksi debus digunakan sebagaii pembangkit semangat para pejuang Indonesia untuk melawan penjajah saat itu.

Versi kedua, kesenian debus berasal dari daerah Al-Madad di Timur Tengah yang masuk ke Banten pada abad ke-13 Masehi. Penyebaran dilakukan oleh para ulama yang sedang menyebarkan agama islam. Kesenian debus tersebut sebagai sarana dalam menyebarkan agama islan.

Terakhir, versi ketiga, kesenian debus berasal dari tarekat Rifai’yah Nurrudin al-Raniry di Provinsi Aceh. Kemudian masuk ke Banten pada abad ke-16 Masehi melalui pengawal Cut Nyak Dien. Saat itu, pengawal Cut Nyak Dien sedang diasingkan di Sumedang dan sampai di Banten. Dari situlah kesenian debus kemudian menyebar.

Baca Juga: Deddy Corbuzier Ngamuk, Bukan Karena Tuduhan Dukung LGBT, Tapi Gara Gara Hal Ini

Memulai Aksi Debus

Debus termasuk kesenian yang dilakukan secara berkelompok. Menurut buku Kesenian Tradisional Debus oleh K. Hadiningrat, jumlah pemain debus disesuaikan dengan kebutuhan. Setiap kelompok juga harus mempunyai syeh atau guru untuk memimpin kelompok. Susunan kelompoknya sendiri terdiri dari lima sampai enam pezikir, syeh, dan pengiring musik.

Seorang guru tersebut biasanya berusia 40-50 tahun yang dituakan dan dihormati serta menguasi ilmu agama. Guru atau syeh dalam debus berperan sebagai pemimpin, perantara, memperlakukan debus sebaik mungkin, dan mengobati luka dari pemain debus.

Para pemain debus bukanlah orang sembarangan. Mereka adalah orang-orang yang memiliki iman kuat dan yakin dengan ajaran islam. Sebelum perform, mereka harus melakukan beberapa ritual. Ritual tersebut dilaksanakan pada 1-2 minggu sebelum pentas. Mereka juga memiliki pantangan seperti tidak minum minuman keras, judi, hingga mencuri. Kemudian hal yang harus dipunyai oleh para pemain adalah bahwa mereka harus yakin tanpa ragu dalam melaksanakan pentasnya. Sebelum mulai, syeh debus akan membaca doa agar pemain menjadi kebal.

Baca Juga: Tes IQ: Soal Terlihat Mudah Tapi Banyak Orang yang Jawab Salah, Yuk Kerjakan dan Buktikan Kamu Cerdas

Saat beraksi, para pemain akan diiringi dengan musik dari kendang besar, kendan kecil atau tingkit, terbang besar, dan kecrek. Musik tersebut akan menemani pezikir dan syeh membaca doa. Setelah itu, pertunjukkan pun dimulai dan para pezkikr akan terus menyanyikan lagu pujian akan kebesaran Tuhan.

Di situlah para pemain beraksi. Mulai dari menusuk perut dengan benda tajam, makan bara api, mengiris tanpa terluka, dan aksi ekstrem lainnya.

Walaupun terlihat ekstrem, tentunya semua itu dilakukan dengan banyak proses dan di sinilah keunikan dari kesenian dari masyarakat Banten. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara harus turut melestarikannya.***

Editor: Bunga Angeli

Sumber: bantenprov.go.id Media Neliti repositori.kemdikbud.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler