Muncul di Google Doodle, Inilah Profil Sulianti Saroso, Dokter yang Hampir Tidak Pernah Menyuntik Pasiennya

- 10 Mei 2023, 10:14 WIB
Biografi singkat Sulianti Saroso, dokter Indonesia yang profilnya muncul di Google Doodle pada 10 Mei
Biografi singkat Sulianti Saroso, dokter Indonesia yang profilnya muncul di Google Doodle pada 10 Mei /Google/

ZONABANTEN.com – Muncul di Google Doodle, inilah profil Sulianti Saroso, dokter yang hampir tidak pernah menyuntik pasiennya. Beberapa orang pasti sudah tidak asing dengan Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, yang ada di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Nama rumah sakit tersebut terinspirasi dari dokter Indonesia, Sulianti Saroso, yang hari ini wajahnya muncul di Google Doodle.

Profesor Dokter Sulianti Saroso, MPH, PhD, merupakan seorang peneliti dan perancang kebijakan kesehatan yang tidak tertarik menjadi dokter praktik.

Ia lahir pada 10 Mei 1917 di Karangasem, Bali, anak kedua dari keluarga dokter M. Sulaiman.

Sulianti menempuh pendidikan dasar berbahasa Belanda Europeesche Lagere School (ELS), lalu  lanjut ke Gymnasium Bandung.

Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikan tingginya ke Geneeskundige Hoge School (GHS), nama baru dari Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia. Ia lulus sebagai dokter pada tahun 1942.

Saat masa penjajahan Jepang hingga awal kemerdekaan, Sulianti bekerja sebagai dokter di RS Umum Pusat di Jakarta, yang saat ini dikenal sebagai RS Cipto Mangunkusumo.

Baca Juga: Google Doodle Tampilkan Sosok Marie Thomas, Dokter Wanita Pertama Indonesia, Ini Profilnya 

Namun, saat ibukota negara pindah ke Yogyakarta, ia juga ikut pindah menjadi dokter republiken dan bekerja di RS Bethesda Yogyakarta.

Di Yogyakarta, Sulianti terjun sebagai dokter perjuangan. Mengirim obat-obatan ke gerilyawan republik, dan terlibat dalam organisasi Wanita Pembantu Perjuangan, Organisasi Putera Puteri Indonesia, dan KOWANI.

Pada tahun 1947, Sulianti ikut delegasi KOWANI ke New Delhi, menghadiri Konferensi Perempuan se-Asia.

Saat NICA menyerang Yogyakarta, pada Desember 1948, Sulianti termasuk dalam daftar panjang para pejuang kemerdekaan yang ditahan, dan dipenjara selama dua bulan.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Sulianti Saroso kembali bekerja di Kementerian Kesehatan.

Ia meraih beasiswa dari WHO untuk belajar tentang tata kelola kesehatan ibu dan anak di beberapa negara Eropa, terutama Inggris.

Pulang ke Indonesia pada 1952, ia telah mendapatkan Certificate of Public Health Administration dari Universitas London.

Baca Juga: Raden Ayu Lasminingrat, Tokoh Perempuan Cerdas dan Pendiri Sekolah Kautamaan Puteri Muncul di Google Doodle

Setelahnya, ia ditempatkan di Yogyakarta sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI.

Sulianti langsung melakukan penggalangan dukungan publik untuk program kesehatan ibu dan anak, terutama pengendalian angka kelahiran lewat pendidikan seks dan program Keluarga Berencana (KB).

Sulianti Saroso berjasa dalam pencegahan dan pengendalian penyakit menular, serta program KB.

Dilansir dari indonesia.go.id, menurut putrinya, Dita Saroso, Sulianti Saroso hampir tidak pernah menyuntik orang atau menulis resep.

Sulianti juga tidak tertarik menangani pasien per orang dan tidak membuka praktik pribadi.

Dokter cantik itu pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan, dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) pada tahun 1967.

Sulianti Saroso juga merangkap sebagai Direktur Lembaga Riset Kesehatan Nasional (LRKN), memberikan perhatian besar pada Klinik Karantina di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Baca Juga: Siapa Roehana Koeddoes yang Tampil di Google Doodle Hari Ini? Ternyata Tokoh Wanita Bersejarah di Indonesia 

Tak cukup sampai di situ, Dokter Sulianti juga membangun pos-pos kesehatan masyarakat di berbagai lokasi.

Menjelang masa pensiunnya di pertengahan tahun 1970, Dokter Sulianti aktif sebagai konsultan untuk WHO dan UNICEF, membuatnya sering pergi ke luar negeri.

Bahkan setelah pensiun, ia terus diminta menjadi tim penasihat untuk Menteri Kesehatan. Ia pun mengawal ide-idenya tentang tata kesehatan masyarakat, KB, dan pengendalian penyakit menular.

Salah satu ide pentingnya adalah, ia mengembangkan klinik itu menjadi RS Pusat Infeksi dengan teknologi terbaru, piranti mutakhir, dan sumber daya manusia yang mumpuni, sekaligus untuk keperluan riset penyakit menular.

Tujuannya adalah supaya RS tersebut bisa menjadi RS rujukan, sekaligus lembaga pendidikan serta pelatihan.

Sayangnya, menjelangRSPI itu dibangun, Dokter Sulianti Saroso wafat pada tahun 1991. Oleh karena itu, namanya disematkan sebagai nama resmi RSPI tersebut pada tahun 1995.

Filosofinya sebagai dokter bukan hanya mengobati pasien, tetapi membuat masyarakat hidup sehat, sejahtera, dan bahagia.***

Editor: Dinda Indah Puspa Rini

Sumber: indonesia.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x