Namun, pasukan Belanda dan Sekutu tiba di Sulawesi Utara pada Oktober 1946 untuk menguasai kembali wilayah itu dan membuat suasana menjadi kacau.
Masyarakat melakukan perlawanan, namun Belanda berhasil mematahkannya hingga Manado jatuh ke tangan Belanda.
Tidak terima dengan situasi tersebut, maka masyarakat dibantu para politisi seperti Bernard Wilhelm Lapian menyusun penyerangan sejak 7 Februari 1946.
Barulah pada 14 Februari 1946, pemimpin Letkol Charles Choesj Taulu dan Sersan SD Wuisan langsung menggerakkan pasukan untuk ambil alih tangsi militer Belanda.
Puncak penyerbuan ditandai dengan merobek bendera Belanda, yang awalnya berwarna merah, putih dan biru, menjadi merah putih dan dikibarkan di atas markas Belanda.
Peristiwa bersejarah tersebut diberitakan berulang lewat siaran radio dan telegraf oleh Dinas Penghubung Militer di Manado, dan diteruskan oleh kapal Perang Australia SS “Luna” ke markas besar sekutu di Brisbane.
Bahkan peristiwa tersebut menjadi berita utama di Radio Australia, dan disebarkan oleh BBC London serta Radio San Fransisco Amerika Serikat.
Sayangnya, perebutan wilayah itu tak bertahan lama. Pada awal Maret 1946, kapal perang Belanda “Piet Hein”, tiba di Manado beserta 1 batalyon pasukannya.
Pada 11 Maret 1946, para pemimpin gerakan Merah Putih diundang ke kapal Belanda untuk melakukan perundingan yang tujuan sebenarnya adalah untuk menahannya.