14 Februari, Hari Kasih Sayang Masyarakat Sulawesi Utara Kepada Tanah Airnya dalam Peristiwa Merah Putih

- 14 Februari 2022, 13:36 WIB
Ilustrasi bendera merah putih yang berkibar, wujud perjuangan rakyat Indonesia di masa lalu. U
Ilustrasi bendera merah putih yang berkibar, wujud perjuangan rakyat Indonesia di masa lalu. U /nsplash.com/ mz romadhoni

ZONABANTEN.com – 14 Februari dikenal sebagai Hari Valentine atau hari kasih sayang. Biasanya, orang-orang merayakannya dengan saling memberi ucapan, kado, atau hal istimewa lainnya.

Namun, mungkin lain halnya dengan masyarakat Manado, Sulawesi Utara. 14 Februari terjadi sebuah peristiwa penting yang penuh darah dan perjuangan di tanah Manado.

Tepatnya pada tahun 1946, telah terjadi Peristiwa Merah Putih. Saat itu, ratusan tokoh dan pemuda pro kemerdekaan melancarkan serangan terhadap pasukan Belanda yang berusaha menghentikan Sulawesi Utara untuk merdeka.

Mengutip dari ikpni.or.id melalui Portal Majalengka, 14 Februari pukul 01.00 waktu setempat sejumlah tentara Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) menyerang markas NICA Belanda di Teling, Manado. KNIL adalah pasukan Kerajaan Hinda Belanda peribumi.

Baca Juga: Peristiwa Penting yang Terjadi Pada 14 Februari Selain Valentine, Apa Saja?

Tak hanya KNIL, elemen masyarakat Manado lainnya seperti barisan pejuang dan laskar rakyat juga berusaha merebut kembali kekuasaan Manado, Tomohon, dan Minahasa dari tangan Belanda.

Peristiwa tersebut dilatarbelakangi oleh Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, yang kabarnya baru sampai di Manado pada tanggal 21 Agustus 1945.

Setelah mendengar berita tersebut, semua kantor yang diduduki Jepang langsung diambil alih dengan mengibarkan bendera Merah Putih.

Namun, pasukan Belanda dan Sekutu tiba di Sulawesi Utara pada Oktober 1946 untuk menguasai kembali wilayah itu dan membuat suasana menjadi kacau.

Baca Juga: Kisah Pemberontakan Peta, Pemimpinnya Dinyatakan Hilang dalam Peristiwa

Masyarakat melakukan perlawanan, namun Belanda berhasil mematahkannya hingga Manado jatuh ke tangan Belanda.

Tidak terima dengan situasi tersebut, maka masyarakat dibantu para politisi seperti Bernard Wilhelm Lapian menyusun penyerangan sejak 7 Februari 1946.

Barulah pada 14 Februari 1946, pemimpin Letkol Charles Choesj Taulu dan Sersan SD Wuisan langsung menggerakkan pasukan untuk ambil alih tangsi militer Belanda.

Puncak penyerbuan ditandai dengan merobek bendera Belanda, yang awalnya berwarna merah, putih dan biru, menjadi merah putih dan dikibarkan di atas markas Belanda.

Baca Juga: Sejarah Hubungan Ukraina dan Rusia, Konflik 3 Dekade Berujung Ancaman Perang

Peristiwa bersejarah tersebut diberitakan berulang lewat siaran radio dan telegraf oleh Dinas Penghubung Militer di Manado, dan diteruskan oleh kapal Perang Australia SS “Luna” ke markas besar sekutu di Brisbane.

Bahkan peristiwa tersebut menjadi berita utama di Radio Australia, dan disebarkan oleh BBC London serta Radio San Fransisco  Amerika Serikat.

Sayangnya, perebutan wilayah itu tak bertahan lama. Pada awal Maret 1946, kapal perang Belanda “Piet Hein”, tiba di Manado beserta 1 batalyon pasukannya.

Pada 11 Maret 1946, para pemimpin gerakan Merah Putih diundang ke kapal Belanda untuk melakukan perundingan yang tujuan sebenarnya adalah untuk menahannya.

Belanda kembali menguasai Sulawesi Utara, hingga kesepakatan dibuat dalam Perjanjian Meja Bundar di Den Haag, Belanda dan Sulawesi Utara kembali ke tangan Indonesia.***

Artikel ini juga dapat anda baca pada Portal Majalengka dengan judul "Hari Valentine, Momen Perjuangan Warga Sulawesi Utara Rebut NKRI dari Belanda".

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: Portal Majalengka


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x