Kesimpulan tersebut didukung oleh peneliti lainnya, yaitu H.H Juynboll, yang mengatakan bahwa adhyaksa adalah pengawas atau hakim tertinggi.
Peneliti lain, yaitu, Krom dan Van Vollenhoven juga menyebut bahwa patih terkenal dari Majapahit, yaitu Gajah Mada, juga merupakan seorang adhyaksa.
Pada masa penjajahan Belanda, badan yang ada kaitannya dengan kejaksaan adalah Openbaar Ministerie, yang menugaskan para pegawainya sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di dalam sidang Landraad (Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi), dan Hooggerechtshof (Mahkamah Agung), yang dipimpin langsung oleh Residen atau Asisten Residen.
Sayangnya, pada praktiknya, tugas tersebut cenderus sebagai perpanjangan tangan Belanda. Dengan kata lain, jaksa dan kejaksaan pada masa itu mengemban misi terselubung, seperti:
1. Mempertahankan segala peraturan negara.
2. Melakukan penuntutan segala tindak pidana.
3. Melaksanakan putusan pengadilan pidana yang berwenang.
Baca Juga: Resep French Toast with Coffee Custard ala Devina Hermawan, Pecinta Kopi dan Roti Harus Coba!
Secara yuridis formal, Kejaksaan RI telah ada sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), diputuskan kedudukan kejaksaan dalam struktur negara, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman.