Meskipun di awal, saat proses assessment hingga eksplorasi untuk melihat potensi pertambangan oleh pihak PT SMN dia bersama Bupati Emil Dardak (saat itu) mendukung.
Baca Juga: Mengapa Menjahit dan Memotong Kuku di Malam Hari Disebut Pamali? Ini Penjelasan Buya Yahya
Namun Arifin menilai bahwa kegiatan eksploitasi dalam skala masif dan jangka panjang akan bertabrakan dengan banyak aturan.
Hal itu terutama yang berkaitan dengan regulasi konservasi lingkungan, kawasan lindung, tata ruang wilayah daerah, hingga pranata sosial di sekitar lokasi yang ditetapkan sebagai wilayah pertambagan karena beririsan dengan permukiman penduduk.
Jika berada di kawasan hutan lindung, menurut Arifin, tambang emas tersebut harus secara tertutup. Kalau tertutup atau melakukan penambangan bawah tanah, akan terbentur dengan kawasan endokarst.
Baca Juga: Hasil Imbang 1-1, PSG Singkirkan Barcelona Dari Liga Champions
"Karena masih banyak aturan yang harus diselaraskan, masih banyak kepentingan warga yang harus diperjuangkan, dan yang paling penting ada kepentingan alam yang harus kita lestarikan," katanya.
Arifin juga mempertimbangkan fakta munculnya gelombang penolakan dari masyarakat saat masih eksplorasi di Desa Sumberbening, Kecamatan Dongko maupun Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo.
Namun, kata dia, resistensi sosial itu sama sekali tidak menjadi pertimbangan pihak ESDM sehingga keluar IUP dengan tetap memasukkan daerah yang berpotensi terjadi gesekan/penolakan jika eksploitasi jadi dilakukan PT SMN.