Sriwijaya Air Bangun Kerajaan Bisnis Penerbangan dengan Pesawat Tua dan Murah

- 12 Januari 2021, 18:08 WIB
Ilustrasi saat sejumlah penyelam TNI AL menarik puing yang diduga turbin dari pesawat Sriwijaya Air ke atas KRI Rigel-933.
Ilustrasi saat sejumlah penyelam TNI AL menarik puing yang diduga turbin dari pesawat Sriwijaya Air ke atas KRI Rigel-933. /ANTARA/M Risyal Hidayat/hp


ZONABANTEN.com - Sriwijaya Air membangun kerajaan bisnis penerbangan dengan pesawat tua dan murah.

Maskapai Sriwijaya Air mengumpulkan hampir 10 persen pasar dengan rute penerbangan yang stategis.

Dimulai dengan hanya satu pesawat pada tahun 2003, Sriwijaya Air telah menjadi grup maskapai penerbangan terbesar ketiga di Indonesia.

Dibantu oleh strateginya untuk memperoleh pesawat tua dengan harga murah dan rute pelayanan yang tidak begitu diperhatikan oleh para pesaingnya.

Baca Juga: Polri Akan Telusuri Pemalsuan Identitas Dua Penumpang Sriwijaya Air SJ 182 Asal NTT

Sriwijaya Air dengan maskapai pasar menengah, menjadi sorotan internasional ketika pesawatnya yang berusia hampir 27 tahun jatuh ke Laut di sekitaran Pulau Seribu.

Chandra dan Hendry Lie bersaudara, yang juga memiliki bisnis keluarga di sektor pertambangan timah dan industri garmen, bersama mitra bisnis mereka meluncurkan Sriwijaya Air 17 tahun yang lalu.

Bermula dengan satu pesawat terbang dengan rute dari kampung halaman mereka di Pangkal Pinang, Pulau Bangka ke Ibu kota DKI Jakarta.

Fokusnya pada rute lapis kedua dan ketiga, memberi Sriwijaya Air basis pelanggan setia dan membantu mereka merebut hampir 10 persen pangsa pasar di belakang Lion Air dan maskapai nasional Garuda Indonesia.

“Mereka memiliki pendekatan bisnis yang masuk akal,” kata seorang sumber yang tidak ingin disebutkan namanya dikutip dari Reuters.

Baca Juga: Mantan Kitten Blak-Blakan, Ungkap Mengapa Wanita di Sekitar Harun Yahya Memiliki Wajah Hampir Sama

“Mereka bukan orang yang flamboyan seperti banyak yang Anda lihat menjalankan maskapai penerbangan," katanya menambahkan.

Sriwijaya Air menggunakan model bisnis konservatif untuk memperoleh pesawat tua dengan harga murah.

Daripada harus mengambil keuntungan edikit untuk membeli armada besar pesawat modern, seperti maskapai yang berkembang pesat layaknya Lion Air, Grup AirAsia Malaysia Bhd, dan VietJet Aviation JSC Vietnam.

Armada pesawat Sriwijaya Air dan cabang regional NAM Air rata-rata berusia hampir 20 tahun, hampir tiga kali lebih tua dari grup Lion Air, menurut situs web Planespotters.net.

"Pesawat yang terlibat dalam kecelakaan, Sriwijaya Air SJ-182 jenis boeing 737-500 merupakab satu dari 77 pesawat yang tersisa dalam layanan secara global," kata penyedia data penerbangan Cirium.

Baca Juga: Tragis! Ini Daftar Kecelakaan Pesawat Paling Mengerikan di Dunia, Ada yang Ditembak Jatuh

Operator lain yang masih menggunakan boeing 737-500 saat ini termasuk maskapai seperti Nigeria's Air Peace dan Kazakhstan's SCAT Airlines.

Dua mantan karyawan Sriwijaya mengatakan kepada Reuters bahwa ada alasan strategis untuk mempertahankan model lama seperti itu di luar biaya akuisisi yang lebih murah.

"Kapasitas tempat duduk yang lebih kecil dengan kapasitas 120 lebih, sesuai untuk rute tertentu seperti Jakarta ke Pontianak. Pesawat tersebut memungkinkan untuk mendarat di bandara dengan landasan pacu yang pendek," kata orang tersebut tanpa memberikan identitas.

Sejauh ini pihak Sriwijaya Air belum mau menanggapi permintaan Reuters untuk memberikan komentar.

Kotak hitam pesawat yang jatuh masih dalam pencarian untuk mengetahui penyebab utama kecelakaan Sriwijaya Air SJ-182.

Baca Juga: Berusia 26 Tahun dan Bekas Maskapai Amerika, Kemenhub Pastikan Sriwijaya Air SJ-182 Laik Terbang

Pesawat yang lebih tua dapat dioperasikan dengan aman seperti yang lebih baru jika dirawat dengan benar, meskipun biaya untuk melakukannya lebih tinggi, seperti juga biaya pengoperasian karena kurang efisien bahan bakar.

Meningkatnya biaya pemeliharaan dan harga tarif yang rendah karena persaingan yang memanas membuat Sriwijaya pada tahun 2018 telah memiliki hutang yang besar kepada unit pemeliharaan Garuda, GMF AeroAsia.

Per 30 September 2020, Sriwijaya dan NAM berhutang sekitar 63 juta dolar dalam tagihan yang belum dibayar kepada GMF AeroAsia.

Sementara Garuda telah memperingatkan adanya kerugian penurunan nilai sebesar 37,5 juta dolar yang terhutang oleh Sriwijaya sebagai bagian dari perjanjian kerja sama yang gagal, menurut GMF AeroAsia dan Garuda.

Status posisi keuangannya sejak dimulainya pandemi tidak jelas, seorang pilot Sriwijaya, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan ada pemotongan gaji dan pengurangan jumlah pesawat yang beroperasi selama pandemi.

Baca Juga: Ini Karyawan yang Berhak Dapat BLT BPJS Ketenagakerjaan Tahun 2021, Cair Januari Cek Nama Anda

Namun begitu, Pilot tersebut menambahkan, bahwa maskapai Sriwijaya Air telah mematuhi semua persyaratan pelatihan dan pemeliharaan selama pandemi.

"Pesawat yang dilarang terbang antara Maret dan Desember tahun lalu selama pandemi, telah melewati pemeriksaan kelaikan udara pada 14 Desember," ujar Kementerian Perhubungan Indonesia.

"Indonesia dengan populasi sekitar 270 juta orang yang tersebar di ribuan pulau, adalah pasar penerbangan terbesar kelima di dunia dalam hal kapasitas jadwal," menurut OAG Aviation Worldwide.

"Pandemi virus korona telah menekan maskapai penerbangan Indonesia, seperti halnya dengan maskapai lain di seluruh dunia, dan kapasitas kursi domestik masih 32 persen di bawah tingkat sebelum pandemi Covif-19," kata OAG.

Sriwijaya Air bersama NAM Air memiliki 34 pesawat yang bisa dioperasikan dan setengah dari mereka dalam perawatan, menurut Planespotters.net.

Baca Juga: Sentuh 91 JUTA Kasus Positif, Simak Sebaran Virus Corona di Dunia Selasa 12 Januari 2021,

“Pertanyaannya sekarang adalah apakah Sriwijaya, yang sudah dalam kondisi keuangan yang buruk, mampu mengatasi kecelakaan ini karena pandemi Covid-19 telah melumpuhkan semua maskapai,” kata Shukor Yusof, kepala konsultan penerbangan Malaysia Endau Analytics.

Seperti diketahui pesawat Sriwijaya Air SJ-182 lepas landas dari Bandara Sukarno-Hatta (Soetta) pukul 14.40 WIB dan dijadwalkan mendarat di Bandara Supadio Pontianak pukul 15.50 WIB, hilang kontak di atas Pulau Lancang Kepulauan Seribu.

Pesawat bernomor registrasi PK CLC jenis Boeing 737-500 itu hilang kontak pada posisi 11 nautical mile di utara Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang setelah melewati ketinggian 11.000 kaki dan pada saat menambah ketinggian di 13.000 kaki.

Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 membawa sebanyak 50 orang penumpang serta 12 kru pesawat di dalamnya.

Hingga kini korban mauopun puing pesawat Sriwijaya Air yang terlibat kecelakaan masih dalam pencarian.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: REUTERS Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x