Kilas Balik Perang Korea, Dua Korea Kini Masih dalam Keadaan Perang

- 25 Agustus 2020, 15:52 WIB
70 Tahun Perang Korea
70 Tahun Perang Korea /Korea News Service

ZOBANTEN.com – Perang Korea berakhir pada tanggal 27 Juli 1953, saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata.

Sayangnya, Presiden Korea Selatan, Syngman Rhee, menolak menandatanganinya namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut.

Secara resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini.

Baca Juga: Untung Pertamina Melorot, Kinerja Ahok Disorot

Bila melihat ke belakang, perang Korea “bermula” saat Korea Utara yang didukung Cina dan Uni Soviet pada 25 Juni 1950 menyerang Korea Selatan yang didukung oleh AS.

Dewan Keamanan PBB yang saat itu baru dibentuk lalu mengerahkan pasukan internasional yang terdiri dari 21 negara untuk menghentikan ''invasi korea Utara".

90 persen pasukan yang dikerahkan berasal dari Amerika Serikat.

Perang berkecamuk selama tiga tahun dan menewaskan jutaan orang, termasuk ratusan ribu tentara di kedua belah pihak.

Baca Juga: Telkomsel Berikan Kuota 10 GB GRATIS Untuk 1.3 Juta Siswa

Kementerian Pertahanan di Seoul secara resmi mencatat korban perang Korea dengan 520.000 pasukan dan warga Korea Utara yang tewas di pihak lawan, dan 137.000 tentara Korea Selatan dan 37.000 ribu tentara AS tewas di pihaknya.

Pertempuran diakhiri pada 27 Juli 1953 dengan Kesepakatan Gencatan Senjata antara pihak-pihak yang bertikai, antara lain oleh pendiri Korut Kim Il Sung.

Kesepakatan itu antara lain mengatur pembentukan Zona Demiliterisasi (DMZ) untuk memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan, dan mengizinkan kembalinya para tahanan.

Baca Juga: Ternyata Ini Sebabnya Satpol PP Tangsel Tak Pernah Temukan Praktik Prostitusi Venesia

Namun tidak ada perjanjian perdamaian yang ditandatangani setelah itu, sehingga secara resmi perang antara kedua negara Korea masih berlum berakhir.

Sampai kini, AS masih menempatkan sekitar 28.500 tentara di Korea Selatan, sebagai bagian dari ''pasukan perlindungan".

Korea Utara yang mengklaim memiliki ''angkatan bersenjata terbesar dunia" menempatkan pasukan dan persenjataan dekat Zona Demilitarisasi dan sejak itu mulai mengembangkan senjata nuklir dan sistem rudal jarak jauh.

Baca Juga: Jika Terbukti, BK DPRD Tangsel: Oknum Dewan Kita Polisikan

Pemerintah Korea Selatan di bawah pimpinan Presiden Moon Jae-in selama ini mengupayakan penyelesaian konflik melalui perundingan diplomatik.

Beberapa tahun terakhir, terlihat adanya pencairan hubungan.

Kesibukan diplomasi yang menjanjikan berhasil beberapa kali mempertemukan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dengan pemimpin dan delegasi Korea Selatan.

Baca Juga: Janji Dibiayai Pemkot Tangsel, Pedagang Rogoh Kocek Jutaan Rupiah untuk Lapak Secara Swadaya

Salah satu puncak upaya diplomasi itu adalah ''pertemuan bersejarah" antara Presiden AS Donald Trump dan Kim Jong Un di Singapura.

Itulah pertama kalinya seorang pemimpin AS bertemu dengan pemimpin Korut.

Kedua pemimpin ketika itu berjanji menyelesaikan sengketa program nuklir Korea Utara, yang berjanji memulai langkah denuklirisasi.

Sebagai imbalannya, AS berjanji mencabut sanksi ekonomi terhadap Korea Utara.

Baca Juga: Kim Jong Un Dikabarkan Telah Meninggal Dunia, Kim Yo Jung Siap Jadi Penerus

Namun pembicaraan denuklirisasi AS-Korut akhirnya terhenti, sekalipun Donald Trump dan Kim Jong Un setelah Singapura masih melakukan dua kali pertemuan langsung, yaitu di Vietnam dan di Zona Demiliterisasi Korea di Panmunjom.

Setelah menyatakan perundingan denuklirisasi gagal, Korea Utara mulai lagi mengadakan uji coba rudal jarak jauh.

Kim Jong Un menuntut AS melonggarkan sanksi ekonomi, sementara Donald Trump bersikeras Korea Utara harus lebih dulu melakukan denuklirisasi, sebelum pelonggaran embargo bisa dilakukan.

Baca Juga: Rayakan Ulang Tahun Yesung Super Junior, Simak Yuk Kisah Hidupnya

Sejak beberapa minggu terakhir, ketegangan diplomatik antara Utara-Selatan kembali memuncak.

Setelah mengeluarkan ancaman verbal, terutama oleh Kim Yo Jong, saudara perempuan Kim Jong Un yang sampai beberapa bulan lalu sama sekali tidak dikenal di panggung internasional, Korea Utara pertengahan Juni meledakkan Kantor Penghubung Utara-Selatan yang selama ini kosong di perbatasan Kaesong.

Bagi Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, upaya penyelesaian konflik jadi makin berat.

Baca Juga: Ternyata Simpel, Ini Pembagian Najis dan Cara Membersihkannya

Untuk menyelamatkan misi diplomatik ini, perlu konsesi besar dari pemerintahan Korsel kepada Korut, kata Hong Min, analis politik di Institute for National Unification di Seoul.

Sehari sebelum peringatan 70 tahun Perang Korea, kantor berita resmi Korea Utara memberitakan bahwa Kim Jong Un ''menunda aksi militer" Korea Utara di kawasan perbatasan, yang sebelumnya disuarakan oleh saudara perempuannya Kim Yo Jong.

Korea Utara juga tadinya mengancam akan mengirim 12 juta pamflet propaganda ke Korea Selatan sebagai ''langkah balasan" atas aksi-aksi aktivis HAM dan para pelarian Korea Utara yang sering mengirim pamflet-pamflet dengan balon udara dari Korea Selatan melintasi perbatasan ke Korea Utara.

Ya, Korea masih dalam keadaan perang.***

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: DW


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x