ZONABANTEN.com – Dari lansiran ANTARANEWS pagi tadi 13 Januari 2022 jam 05.25 WIB bahwa harga minyak dunia naik dan mencapai harga tertingginya di akhir perdagangan Rabu malam atau Kamis pagi waktu Indonesia Barat.
Kenaikannya akibat pasokan minyak mentah di Amerika Serikat (AS) sebagai penyedia (stok) konsumen utama dunia, turun ke level terendah sejak 2018, san pengaruh pelemahan mata uang dolar seiring naiknya kekuatiran varian virus corona Omicron mereda.
Persediaan minyak mentah AS turun 4,6 juta barel pekan lalu menjadi 413,3 juta barel, terendah sejak Oktober 2018, menurut Badan Informasi Energi (EIA).
"Penarikan minyak mentah lebih besar dari yang diperkirakan meskipun ada penurunan material dalam aktivitas penyulingan," kata Matt Smith seorang analis minyak utama untuk Amerika di Kpler, dikutip oleh media.
Baca Juga: Mengerikan! Keanehan Ini Baru Saja Terjadi di Arab Saudi, Dunia Diguncang Oleh Putra Mahkota Arab Saudi
Penurunan nilai dolar adalah pendorong utama dari harga minyak yang lebih tinggi, bahkan melampaui estimasi penarikan EIA, katanya.
Greenback yang lebih lemah membuat kontrak minyak berdenominasi dolar lebih murah bagi kalangan yang mempunyai mata uang lainnya.
Mata uang dolar jatuh ke tingkat terendahnya sejak dua bulan lalu pada terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya setelah catatan menunjukkan nilai konsumen AS meningkat secara tajam di bulan Desember.
Kontrak Brent menderita kemunduran dengan pengiriman bulan depan sekitar 4,41 lebih tinggi harganya daripada pengiriman dalam enam bulan ini yang memperlihatkan pasokan berjangka singkat dan ketat.
Stok minyak mentah AS telah turun selama tujuh minggu berurutan dan stok menyeluruh telah diketatkan di kawasan penjuru dunia akibat produsen utama berjuang dalam peningkatan pasokannya ketika permintaan meningkat meskipun kasus Omicron juga meningkat.
Baca Juga: Gandeng Sinarmas, Pilar Saga Berikan Kode Soal Minyak Goreng Murah di Tangsel
Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell mengatakan ekonomi AS harus menghadapi lonjakan COVID-19 saat ini yang hanya dampak "berumur pendek" dan bersiaga untuk memulai kebijakan moneter yang lebih ketat.
"Dengan asumsi China tidak mengalami pelambatan tajam, bahwa Omicron benar-benar menjadi Omi-gone, dan dengan kemampuan OPEC+ untuk meningkatkan produksi jelas terbatas, saya tidak melihat alasan mengapa minyak mentah Brent tidak dapat bergerak menuju 100 dolar AS di kuartal pertama, mungkin lebih cepat," sebut analis Oanda, Jeffrey Halley.
"Ada banyak hasil variabel dalam kalimat sebelumnya, ancaman terbesar adalah Omicron di China, India dan Indonesia." Lanjutnya menutup komunikasinya. ***