2 Ahli Prediksi Perkembangan Rudal Korea Utara, Provokasi dengan Nuklir atau Pertimbangkan Keadaan Negara

- 23 April 2021, 04:17 WIB
Ilustrasi serangan rudal.*
Ilustrasi serangan rudal.* /REUTERS/US Department of Defense

ZONABANTEN.com - Lee Sung-yoon, profesor Kajian Korea di Universitas Tufts yang berbasis di AS, menyatakan ancaman dari pemimpin Korea Utara adalah suatu bahaya.

Lee menunjukkan sebuah "kemungkinan besar" Kim Jong Un, selaku Pemimpin Tertinggi Korea Utara, dapat beralih ke "rudal dan provokasi nuklir".

Lee memprediksi perubahan ini akan dilakukan segera setelah Joe Biden dilantik sebagai Presiden AS.

"Sudah saatnya untuk memberikan pemerintahan Biden yang akan datang sebuah catatan," ujar Lee seperti yang dikutip ZONA BANTEN dari Al Jazeera.

Catatan itu adalah fakta bahwa Korea Utara memiliki sejarah panjang dalam "mengambil keuntungan dari kekosongan politik di awal pemerintahan baru AS.”

Baca Juga: Update Situasi Covid-19 di Indonesia Kamis 22 April 2021, 6,48 Juta Penduduk Sudah Ikuti Vaksinasi Kedua

Lee juga menyatakan bahwa mereka pun seringkali “beralih menggunakan provokasi". Contohnya, segera setelah mantan Presiden Barack Obama menjabat pada tahun 2009.

Pada saat itu, Pyongyang melakukan uji coba nuklir bawah tanah keduanya.

Sementara itu, pada tahun pertama kepresidenan Trump, untuk pertama kalinya mereka menguji peluru kendali (rudal) Inter-Continental Ballistic Missile (ICBM) serta apa yang disebut mereka sebagai bom hidrogen.

"Mengingat gejolak politik yang sedang berlangsung di Amerika Serikat, terutama dengan terjadinya pemberontakan di ibu kota negara, Kim memiliki lebih banyak insentif untuk menaikkan suhu,”ujar Lee.

“Mereka menggunakan provokasi dan menggunakan tekanan maksimum dengan caranya sendiri pada pemerintahan Biden yang kini sedang terganggu," ujar Lee .

Analis lain, menyatakan bahwa situasi domestik di Korea Utara tetap terlalu "genting" bagi Kim untuk melanjutkan uji coba senjata tingkat tinggi.

Baca Juga: Ambil Tantangan Baru, Harry Styles Akan Beradegan Intim dalam Film Terbarunya ‘My Policeman’

Negaranya kini menghadapi tantangan terberatnya sejak bencana kelaparan pada tahun 1990-an yang menewaskan sekitar tiga juta orang atau 10 persen dari populasi negara itu.

Seorang ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Juni tahun lalu menyatakan kekhawatirannya atas apa yang disebutnya "kekurangan pangan dan malnutrisi yang meluas" di Korea Utara.

Kejadian ini terjadi di tengah berlangsungnya sanksi internasional yang menghukum jumlah pasokan makanan yang masuk ke negaranya.

Apalagi mengingat Pyongyang juga membuat keputusan untuk menutup perbatasannya dengan mitra dagang utamanya, China, untuk mencegah penyebaran COVID -19.

“Semakin banyak keluarga yang makan hanya dua kali sehari, atau hanya makan jagung, dan beberapa lainnya kelaparan,” ujar Tomas Ojea Quintana, selaku ahli dari PBB,  dalam sebuah pernyataan.

Ekonom mengatakan ekonomi Korea Utara mungkin telah berkontraksi antara 8,5 dan 10 persen tahun lalu.

Baca Juga: Jubir Presiden Fadjroel Rachman Mengaku Belum Mendengar Presiden Bicara Reshuffle Kabinet

Penurunan ini diakibatkan oleh sanksi dan penutupan perbatasan dan menjadi penurunan paling tajam dalam lebih dari 30 tahun.

Puluhan ribu rumah dan lahan pertanian yang luas rusak selama banjir musim panas lalu menambah penderitaan rakyat Korea Utara.

Membuka Kongres minggu lalu, yang pertama sejak 2016, Kim menggambarkan lima tahun terakhir sebagai "yang terburuk dari yang terburuk" bagi Korea Utara.

Ia juga menyatakan rencana pembangunan ekonomi telah jatuh "sangat jauh dari tujuan di setiap sektor".

Dalam pidato publik di Oktober lalu itu, dia juga meneteskan air mata saat berterima kasih kepada rakyatnya karena telah menanggung “tantangan dan kesulitan besar”.

Baca Juga: Diduga Sebagai Balasan Teror Natanz, Iran Dituduh Luncurkan Serangan Rudal ke Situs Nuklir Rahasia Israel

Jaechun Kim, selaku profesor hubungan internasional di Universitas Sogang di Korea Selatan, membuat pernyataan terkait permasalahan ini, seperti dikutip ZONA BANTEN dari Aljazeera.

"Korea Utara memiliki rekam jejak menguji keberanian presiden Amerika yang akan datang, tetapi kali ini, saya pikir mereka akan berhati-hati dan menahan diri karena situasi ekonomi domestik yang mengerikan," ujar Jaechun.

"Karena AS sangat mungkin menanggapi setiap provokasi dengan sanksi yang meningkat, yang tidak dapat ditahan oleh Korea Utara mengingat situasi genting di dalam negeri mereka." ujar Jaechun menjelaskan.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x