Militer Myanmar Kelabakan Hadapi Perlawanan Gen Z Terhadap Kudeta

- 18 Februari 2021, 14:10 WIB
Protes pendukung Aung San Suu Kyi  di Kudeta Pemerintah Militer Myanmar
Protes pendukung Aung San Suu Kyi di Kudeta Pemerintah Militer Myanmar /Reuters


ZONA BANTEN - Gelombang protes rakyat Myanmar terhadap kudeta militer terus bergulir.

Militer bahkan tidak pernah menyangka gelombang protes dari rakyat Myanmar akan terjadi begitu besar di hampir seluruh negeri.

Militer Myanmar seakan dibuat kelabakan dengan aksi protes kala menghadapi perlawanan dari Generasi Z, atau kaum muda Myanmar.

Meski bergerak tanpa pemimpin, namun aksi protes yang dilakukan Gen Z di Myanmar seakan terorganisasi dan berjalan sangat rapih.

Dari protes ala Gen Z, meluasnya sikap anti-China dan Rusia yang dituding pro-junta, serangan peretas terhadap corong militer, sampai gelombang penarikan dana (rush money) dari bank-bank milik militer, menunjukkan bahwa gerakan anti-militer Myanmar semakin besar.

Baca Juga: Polemik Kudeta, Rezim Militer Myanmar Tutup Akses Internet dan Kerahkan Tank Lapis Baja di Seluruh Kota

Gerakan anti-militer Myanmar melibatkan semua kalangan dari biksu sampai pegawai negeri sipil, dari mahasiswa sampai profesional dan seniman.

Militer Myanmar yang biasa disebut Tatmadaw sepertinya tak menyangka akan sebesar ini perlawanan rakyat terhadap kudeta yang terjadi pada 1 Februari silam.

Situasi itu bertambah pelik oleh kian hebatnya tekanan dunia, sampai memunculkan pertanyaan apakah gerakan anti-kudeta kali ini bakal berhasil.

Di pusat gerakan yang seperti unjuk rasa di Thailand dan Hong Kong beberapa waktu mengalir tanpa pemimpin tetapi terkoordinasi rapi ini, ada anak-anak Gen Z.

Kaum muda Myanmar memang terilhami gerakan massa pro demokrasi serupa di Thailand dan Hong Kong.

Seorang gadis berusia 28 tahun bernama Myat sampai membaca manual taktik demonstrasi Hong Kong yang diterjemahkan ke dalam bahasa Burma dan sudah ribuan kali dibagikan di media sosial.

Baca Juga: Sejarah Kudeta Myanmar, 4 Kali Diambil Paksa Kekuatan Militer Sejak Kemerdekaan tahun 1948

Beberapa penentang kudeta 1 Februari membuat asosiasi dalam tagar #MilkTeaAlliance untuk menyatukan diri dengan para pegiat demokrasi di Thailand dan Hong Kong.

Media sosial telah membuat mereka meminjam simbol dan gagasan gerakan massa, termasuk menggunakan flashmob ala Hong Kong, tagar dan juga meme.

Gen Z sendiri adalah bagian dari lima juta pemilih baru pemilu 8 November tahun lalu yang kebanyakan pro Aung San Suu Kyi.

Tidak mengherankan jika mereka menjadi kekuatan amat penting dalam gerakan anti-junta pimpinan jenderal dari generasi “baby boomer”, Min Aung Hlaing, yang lahir pada 3 juli 1956, dan menahan Suu Kyi.

Jenderal ini mungkin tak menyangka pada besarnya perlawanan sipil yang tak bisa segera dihentikan seperti pada kudeta-kudeta sebelumnya di negeri itu.

Aung Hlaing kini menghadapi Gen Z yang dibesarkan teknologi informasi dan paham sekali bagaimana memaksimalkannya.

Baca Juga: Myanmar Blokir Facebook Demi Stabilitas, Konten yang mendukung Kudeta Dihapus

Sebaliknya junta masih berpikiran "jadul" bahwa paradigma berkomunikasi pada dasarnya sama dengan era 1980-an.

Jadi jangan aneh jika Tatmadaw pun memakai pola lama dalam menutup saluran informasi, sampai sempat memblokir total dan kemudian diubah menjadi membuka tutup akses internet, yang ternyata merugikan diri sendiri dan mengganggu relasi-relasi binisnya.

Tindakan memblokir internet itu menunjukkan junta kelabakan menghadapi gerakan sipil yang malah membesar meski tanpa pemimpin, namun terkoordinasi, kreatif dan damai sehingga mendatangkan simpati luas dari rakyat.

“Kalian cari masalah dengan generasi yang salah” pun menjadi salah satu slogan gerakan yang diucapkan demonstran, untuk menunjukkan militer salah menaksir kekuatan Gen Z.

Tak hanya militer, gerakan anti-junta juga menyerang Rusia dan China yang menjadi sasaran kemarahan setelah dua negara ini tak mau mengecam militer dan dan bahkan menghalangi PBB menerapkan sanksi kepada Tatmadaw.

Gerakan anti-junta tak kunjung surut, meskipun penangkapan dilakukan di mana-mana, terhadap siapa saja.

Baca Juga: Polemik Kudeta, Para Dokter Myanmar Mogok Kerja di Tengah Pandemi Covid-19 untuk Protes Kekuasaan Militer

Gerakan ini juga melebar kepada upaya mengusik keuangan junta, di antaranya lewat seruan menarik dana dari bank-bank militer (rush money) yang sudah memasuki hari ketiga.

Tekanan yang datang dari mana-mana ini sulit untuk tak disebut telah membuat junta terdesak. Salah satu indikasinya tercetus ketika mereka berjanji segera menggelar pemilu, walaupun NLD (Liga Nasional untuk Demokrasi), Suu Kyi dan gerakan-gerakan sipil sudah pasti memboikotnya.

Di sisi lain, militer Myanmar tak bisa berbuat keras terhadap demonstran seperti mereka lakukan dulu pada kudeta-kudeta sebelumnya.

Ini salah satunya karena mereka menghadapi generasi demonstran yang siap mengabadikan dan kemudian menyebarluaskan setiap prilaku buruk militer, tidak hanya ke seluruh negeri, tetapi seluruh dunia.

Bagi pihak yang sudah dianggap arsitek dan pelaku genosida Rohingya, dokumentasi tindakan keras mereka oleh sipil ini semacam itu bakal merepotkan militer.

Anak-anak muda Gen Z sendiri bertekad tak mengulangi kisah kelam orang tua mereka yang merasakan pahitnya hidup di bawah junta, selain sebagian diperlakukan bengis oleh militer.

Oleh karena itu, gerakan anti-junta tak menunjukkan tanda menyurut. Sebaliknya, menerjang semua sudut, yang terakhir malah meretas corong junta.***

Editor: Rizki Ramadhan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x