Lebih 20% Sekolah di Jepang Kekurangan Guru SD dan SMP

11 Mei 2023, 16:35 WIB
Pada Rabu, 10 Mei 2023, anggota kelompok guru dan pakar yang mengadvokasi tindakan untuk mengatasi kekurangan tenaga pengajar di Jepang dalam Konferensi Pers di Tokyo. /The Mainichi / Makoto Fukazu/

ZONABANTEN.com - Hasil survei wakil kepala sekolah oleh sebuah kelompok advokasi yang dirilis pada Rabu, 10 Mei 2023 menyebutkan bahwa lebih dari 20% Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Jepang tidak memiliki cukup guru.

Survei ini dilakukan pada bulan April dan Mei oleh kelompok ahli dan guru, namanya diterjemahkan sebagai "Tindakan Mendesak untuk Menghilangkan #KekuranganGuru".

Survei ini juga menunjukkan bahwa kekurangan tersebut telah memburuk sejak tahun sebelumnya. 

Baca Juga: Jadwal TV Trans 7 Hari Ini Kamis, 11 Mei 2023 Islampedia, Spotlite, FYP, Opera Van Java, Hingga Lapor Pak!

 

Selain itu, 10% SMP menyatakan bahwa mereka tidak memiliki cukup staf untuk mengajar beberapa mata pelajaran, yang menunjukkan adanya tekanan pada pendidikan anak-anak.

Survei dengan format pilihan ganda ini dilakukan melalui Asosiasi Nasional Wakil Kepala Sekolah Negeri. Sebanyak 1.785 SD dan SMP di 31 prefektur memberikan tanggapan. 

Sebanyak 20,5% SD menyatakan bahwa mereka tidak memiliki cukup staf pengajar, demikian pula 25,4% SMP. Masing-masing meningkat 5,9 poin persentase dan 5,6 poin dari tahun ke tahun.

Pada tahun ajaran 2021, Kementerian Pendidikan juga melakukan studi kekurangan guru untuk pertama kalinya, dan menemukan bahwa SD, SMP, SMA, sampai Sekolah Luar Biasa di Jepang kekurangan 2.558 guru secara total. 

Baca Juga: Satpol PP Amankan Ratusan Botol Miras di Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang

Selain itu, kelompok advokasi menganalisis bahwa kekurangan guru cenderung meningkat pada paruh kedua tahun ajaran, karena staf yang mengambil cuti melahirkan atau cuti lainnya tidak dapat digantikan.

Dalam survei kelompok advokasi, langkah yang paling sering dilakukan oleh SD ketika dihadapkan pada kekurangan guru adalah "menugaskan guru non-wali kelas" sebesar 29,8%, dan "menugaskan guru tambahan, seperti guru yang bertanggung jawab atas pengajaran kelompok kecil" sebesar 27,8%. 

Sementara itu, 13,1% SMP menjawab bahwa "ada mata pelajaran yang tidak dapat diajarkan karena tidak ada guru yang memiliki lisensi mengajar yang relevan."

Realitas dampak terhadap pendidikan anak-anak muncul di bagian komentar bebas. Seorang responden SD menulis, "Anak-anak bingung dan kelas tidak kondusif karena mereka tidak memiliki wali kelas di awal tahun ajaran, atau wali kelas diganti di pertengahan tahun." 

Baca Juga: DPRD Banten Beli Ambulans Pajero Sport, Bisa Digunakan Masyarakat secara Gratis

Tanggapan dari SMP meliputi, "Kami memiliki tiga guru yang mendapatkan lisensi IPS sementara, sehingga guru yang tidak memiliki pengalaman mengajar IPS mengajar mata pelajaran tersebut di setiap kelas. Dalam beberapa kasus, kelas diubah menjadi belajar mandiri, atau dua kelas diajar bersama. Ada juga sekolah-sekolah di mana staf pengajar dipaksa oleh situasi untuk bekerja lembur yang sangat panjang. Salah satu SD menyatakan bahwa jam kerja menjadi dua kali lipat, dan lembur melebihi 100 jam (per bulan)". 

Sementara seorang responden SMP juga mengungkapkan, "Jumlah jam mengajar per guru meningkat, sehingga menambah beban bagi staf, yang bertentangan dengan gagasan reformasi gaya kerja."

Mengisi posisi yang kosong adalah hal yang sulit, dan lebih dari 60% responden SD dan SMP menyatakan bahwa meskipun tidak sembarang orang dapat mengisinya, mereka tidak berada dalam posisi di mana mereka dapat mengevaluasi kualitas pengajar dan mempekerjakan yang terbaik.

Baca Juga: Pemkot Tangerang Beri Pekerjaan pada Masyarakat Kurang Mampu, Lulusan SD dan SMP Termasuk

Seorang peneliti pendidikan dan orang yang menyerukan survei ini, Masatoshi Senoo mengatakan, "Ketika ada kekurangan waktu, pikiran, tenaga, dan personil, para guru tidak punya pilihan selain mengurangi kualitas kelas dan intensitas interaksi mereka dengan anak-anak." 

Ia menambahkan, "Ini adalah hal yang paling disayangkan yang terjadi pada anak-anak, dan semakin serius guru tersebut, semakin terjepit mereka oleh situasi." *** 

Editor: Rahman Wahid

Sumber: The Mainichi

Tags

Terkini

Terpopuler